Mengenang masa kecil, hmm…..rasanya aku seperti kembali berkelana menuju mimpi-mimpi yang dulu pernah terpasung. Yah..itulah arti sebuah mimpi anak kecil yang selalu berimajinasi dengan lingkungan yang dilihatnya.
Aku masih ingat betapa almarhum ayahku sangat gagah dengan
seragam polisinya. Lantas aku pun
bercita-cita ingin menjadi seorang polwan yang sangat di segani oleh semua
orang. Setiap ada pawai anak-anak TK,
aku tak pernah ketinggalan ikut didalamnya.
Pernah guruku menawariku memakai pakaian adat, namun dengan lantang aku
menolaknya.
“Saya ingin memakai seragam polwan bu guru……”
Akhirnya dengan susah payah ibuku mengusahakan baju itu,
mulai dari mencari kainnya sampai membawanya ke penjahit. Sementara ayahku sibuk mencarikan pinjaman
topi polwan yang seukuran dengan kepalaku dan berburu semua atributnya. Tapi untunglah ayahku seorang polisi jadi
tidak terlalu sulit untuk mendapatkannya dari teman kantornya.
Sungguh bangga rasanya kala itu. Aku berseragam lengkap, persis “polwan
cilik”, berjalan berdampingan dengan teman-temanku lainnya mengikuti pawai
itu. Apalagi saat diteriaki oleh
orang-orang yang melihat pawai itu, “ada polwan cilik yang gagah….”. Wah hatiku terasa berbunga-bunga. Andai kelak cita-citaku terwujud alangkah
bahagianya aku.
Ternyata…..cita-cita itu hanyalah sebuah mimpi yang benar-benar
terpasung. Tak lain adalah sebuah ego
yang melihat ayahku berseragam polisi.
Lantas akupun ingin menirunya.
Begitu ayah meninggal, impianku menjadi seorang polwan
seolah lenyap tak berbekas. Imajinasiku
seakan berbalik 180 derajat. Bukan
polwan yang kuimpikan, namun aku ingin bersuamikan seorang polisi atau tentara.
Tapi…..aku masih ingat pesan ayah sebelum meninggal.
“Kamu yang rajin belajar nak, apapun cita-citamu ayah pasti
mendukung. Semoga kamu bisa sukses. Namun satu hal yang harus kamu ingat, jangan
menikah dengan tentara. Ayah tidak
suka!!!”
Jlep…seperti paku menusuk urat nadiku. Lantas ayahpun menjelaskan alasannya. Ternyata ayah melihat seorang tentara mencuri
makanan di warung. Sungguh lucu kedengarannya alasan ayah itu, karena aku yakin
tidak semua tentara seperti itu, masih banyak tentara yang mulia hatinya.
Meski ayah telah tiada, namun tak menyurutkan langkahku
untuk mendambakan seorang polisi atau tentara sebagai arjunaku. Rupanya aku tidak berjodoh dengan polisi, tak
satupun polisi mau mendekatiku.
Melainkan tentara-tentara itulah yang kerap mendekatiku. Bukan lantas karena ayah telah tiada, lalu
aku melanggar amanahnya untuk tidak berhubungan dengan tentara. Tapi aku yakin, ayahpun pasti bahagia bila
aku menjalin hubungan dengan seorang tentara yang baik.
Ternyata hidup ini penuh perjuangan. Jalan yang kulalui untuk menjalin hubungan
dengan tentara tidaklah mulus. Selepas
kuliah aku bekerja di sebuah perusahaan di Surabaya. Dua kali aku menjalin hubungan dengan
tentara, dan dua kali pula hubungan kami harus kandas karena orang ketiga. Sedih rasanya jika mengingatnya.
Akhirnya melalui sebuah ritual yang kujalani sambil berdoa memohon kepada Allah dan memasrahkan segalanya hanya kepada-Nya, bahwa jodoh itu ada di tangan-Nya, aku benar-benar mendapatkan petunjuk. Ibu menjodohkanku dengan seorang tentara. Saat itu prosesnya sangat singkat sampai akhirnya aku menikah dengan seorang tentara dan mendampinginya kemanapun bertugas. Walau ada beberapa yang menganggapku tidak bisa mencari jodoh sendiri, namun aku yakin perjodohan itu adalah rencana Allah, dan dialah jodoh yang disodorkan Allah untukku.
Saat ini aku merasa sangat bahagia. Aku seperti bidadari yang beruntung dengan
suami yang setia dan menyayangiku. Rumah
tanggaku terasa damai dengan celoteh anakku yang tak ada habisnya.
Namun, bukan berarti impianku berhenti sampai di sini. Aku masih merajut mimpi-mimpi lain yang suatu
saat akan kuwujudkan. Aku ingin
mempunyai sebuah warung full kayu di tepi sawah dengan pemandangan yang sangat
natural. Tujuan awalku hanyalah untuk
menyalurkan hobi memasakku. Tetapi
begitu melihat teman-teman lamaku yang kesulitan mendapatkan tempat di saat
akan mengadakan reuni, jadi itulah tujuanku selanjutnya. Aku ingin membantu mereka menyediakan tempat
reuni atau temu kangen lengkap dengan menu makanan untuk hidangan acara itu. Syukur-syukur dari situ aku bisa menciptakan
lapangan pekerjaan bagi temanku yang membutuhkan.
Mudah-mudahan impianku benar-benar terwujud. Suamiku sudah membeli tanah dipinggir sawah
lengkap dengan kayu rakitan sebagai bahan dasar rumah kayu. Sekarang tinggal giliranku mengelola gaji
suamiku dengan baik, artinya aku harus pandai menabung supaya impianku kelak
terealisasi. Semoga…….
"Diikutsertakan dalam Giveaway Tuppy, Buku dan Bipang"
7 Komentar
wahh dari kecil pengen jadi polwan yaa mbak, sampek dapetnya tentara ndak jadi polwan tak apah :D
BalasHapusbebi nya imut banget #cubit pipi aahh
iya karena liat ayah saya berseragam polisi jadi latah pengen menjadi polwan mbak, tapi kenyataannya malah jadi ibu persit hehehe.
BalasHapusitu anak saya masih bayi, sekarang sudah kelas 3 SD.......makasih
#uhuk
BalasHapusah, Indahnya takdir... Allah tahu apa yang kita butuhkan (juga inginkan, nih) ^^
terima kasih, Mak. Sudah terdaftar yaa.
hehehee.......makasih kembali
HapusSekarang suka pinjem seragam suami buat foto ga mbak? Qiqiqi.
BalasHapusKisah yang menarik, mbak Yuni. Semoga sukses dengan GA nya.
kegedean mbak kalau pake seragam suami, ntara malah kayak badut hehehe, makasih mbak Niken
Hapussemoga impiannya cepat terealisasi ya mbak:)
BalasHapusSilahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...