Hari ini aku benar-benar merasakan sepi. Di saat suamiku berada di kantor dan anak
semata wayangku sedang belajar di sekolah.
Tiba-tiba air mataku mengalir manakala tatapan mataku tertuju pada
sebuah bingkai foto. Sebuah foto anakku
berseragam tentara kala mengikuti pawai di TK dua tahun silam. Sejak dulu
anakku memang bercita-cita ingin menjadi tentara seperti bapaknya.
Aku
menangis bukan karena takut anakku tidak bisa menggapai cita-citanya, tetapi
aku menyesal atas apa yang kuperbuat padanya. Maafkan ibu, nak……
Suatu
hari, tepatnya di hari jumat, dia merengek ingin mengikuti sholat jumat di
masjid dekat rumah. Aku berusaha
mencegahnya karena dia masih kecil, tapi rasanya susah membendung niatnya. Akhirnya kuijinkan dia berangkat seorang diri
ke masjid. Itulah anakku, yang tanpa
paksaan dia selalu mempunyai semangat yang tinggi untuk mengerjakan
kebaikan. Bahkan, di lain waktu ketika
dia harus mengaji ke masjid sementara aku terlambat membangunkannya, dia akan
menangis sekencang-kencangnya, menyalahkanku yang tidak mau membangunkan
seperti biasanya. Atau ketika di sekolah
mendapat nilai bagus, dia selalu riang dan menunjukkan hasilnya kepadaku.
Lalu mengapa aku masih saja mencacinya, menghardiknya,
seolah dia anak yang mempunyai banyak
kesalahan, hanya karena dia tidak bisa memenuhi harapanku? Terbayang ketika aku mengajarinya matematika,
dari beberapa soal yang kutanyakan hanya ada dua jawaban yang bisa
dijawabnya. Lantas aku menghardiknya dan
mengatakan dia anak yang bodoh, bebal.
Atau suatu hari ketika aku memberinya soal-soal dan tidak segera
dijawabnya atau bahkan tanpa sengaja dia meletakkan kepalanya di atas meja,
lalu aku menyubitnya hingga dia menangis.
Atau mungkin ketika pagi dia tidak segera bangun, andai pun bangun pagi
dia langsung memegang mainan dan bukan membaca buku pelajarannya, lalu aku
mengumpatnya dengan makian yang panjang lebar hingga dia ketakutan. Ya Allah ibu macam apa aku ini. Sungguh banyak dosa yang kuperbuat kepada
anakku. Bukankah setiap ucapan seorang
ibu itu adalah doa bagi anaknya? Astaghfirullahaladzim,
ampuni aku Ya Rabb, aku tidak ingin anakku menjadi bodoh, bebal seperti yang
kukatakan.
Masih jelas teringat ketika 1,5 tahun pernikahanku tidak
juga dikarunia anak. Lalu aku dan
suamiku berusaha mati-matian untuk mendapatkannya, sampai harus hutang
sana-sini demi bisa berkonsultasi dengan dokter spesialis. Setiap malam kupanjatkan doa pada-Mu Ya Rabb
agar rumah kami segera di warnai dengan tangisan bayi. Sampai akhirnya bayi itu hadir dalam
kehidupan kami. Harusnya aku
bersyukur. Itu adalah anugerah terindah
dari-Mu. Aku adalah wanita yang
beruntung, yang bisa mengandung 9 bulan dan melahirkan bayi sehat. Karena tidak semua wanita mendapatkan
anugerah seperti itu. Memang tidak
sepantasnya anak yang kukandung dan kulahirkan lantas kuhardik dan kumaki.
Hatiku semakin perih manakala mengingat perbuatanku
sendiri. Terngiang kata-kata anakku
ketika kumarahi gara-gara dia tidak bisa menyelesaikan pekerjaan rumahnya
dengan cepat, “untuk apa aku dilahirkan kalau harus dimarahi setiap
hari.”. Astaghfirullah, Ya Allah aku
terlampau jauh berbuat jahat kepada anakku. Ampuni aku Ya Allah, ampuni
aku.
Mulai detik ini aku berjanji akan menjadi ibu yang
baik. Sebelum semuanya terlambat dan
sebelum Engkau murka padaku, ijinkan aku untuk merawat anakku dengan baik Ya
Rabb. Aku sadar, anak adalah titipan-Mu,
aku hanya perantara yang Kau mintai untuk menjaga dan mendidiknya menjadi
pribadi yang baik. Tidak ada anak yang
bodoh bila kita sebagai orang tua mengajarinya dengan penuh sabar dan kasih
sayang. Tidak ada anak yang nakal bila
kita sebagai orang tua senantiasa mendoakan di setiap sujud kita, memberikan
perhatian serta menunjukkan kepada kebaikan.
Memang
kita menaruh harapan yang besar, agar anak kita menjadi anak yang sukses. Namun, ketika keinginan kita belum bisa
terpenuhi, akankah kita menghardik anak kita, darah daging kita sendiri? Ingatlah bahwa kesuksesan seseorang bukan
diraih secara tiba-tiba, melainkan dengan tahapan. Demikian juga dengan anak kita. Itulah sebabnya lingkungan keluarga amat
mempengaruhi tumbuh kembangnya anak. Jangan
pernah memaksakan sebuah keinginan kepada anak, tetapi tuntunlah anak kita
untuk mengejar mimpinya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, niscaya harapan
kita terhadap anak akan tercapai.
0 Komentar
Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...