Membaca judul diatas, seolah bulu kuduk saya merinding
karena ketakutan. Namun demi memenuhi permintaan pak Hariyanto Wijoyo untuk
berpartisipasi dalam GAnya, akhirnya saya memberanikan diri untuk membuat
sebuah artikel. Tentunya isi artikel ini bukan bermaksud membuka aib orang
lain. Namun lebih tertuju pada diri saya sendiri. Karenanya saya ingin
introspeksi diri, belajar menjadi pribadi yang lebih baik, dengan bercermin
pada kejadian masa silam.
Hidup senyatanya adalah perjuangan panjang untuk mengejar
mimpi. Dan Allah telah menciptakan manusia lengkap dengan panca indera yang
dimilikinya, tak lain agar ia mampu
mengupayakan hidupnya menjadi lebih baik. Namun sayang, terkadang panca indera
itu tidak dipergunakan sebagai mana layaknya. Mata yang harusnya untuk melihat
hal-hal yang baik, ternyata digunakan untuk kemaksiatan. Demikian juga kaki,
telinga, tangan dan hati.
Pernahkah kita menyadari apa yang kita ucapkan, apa
yang kita lakukan bahkan apa yang kita kira, tanpa sengaja menyakiti perasaan
orang lain?
Itulah manusia. Terkadang ia tak pernah memikirkan akan
akibat dari tindakannya. Yang ada dalam benaknya hanyalah berusaha mencari
kepuasan belaka. Demikian juga dengan iman. Tidak selamanya iman manusia
berdiri tegak. Ada kalanya ia terombang ambing diterjang badai kehidupan. Ketika
berada di atas, manusia seolah terbuai oleh nafsu duniawi. Ia lupa dengan Sang
Pemberi Nikmat. Namun manakala nikmat itu diambil oleh yang hak, buru-buru ia
mengambil air wudhu, bermunajat kepadaNya sambil terus memohon hal yang lebih
baik kembali melingkupinya.
Lantas…apakah Allah murka? Tentu “tidak”. Allah Maha Baik, ia Maha Pengampun, yang
mengampuni segala dosa hambaNya yang mau bertaubat, meski dosa itu sebesar buih
di laut. Namun rupanya, bukan membuat manusia itu jera dan buru-buru bertaubat
kepadaNya, ia justru membuat dosanya lebih banyak dan lebih banyak lagi. Astaghfirullah.
Haruskah Allah terus menimpakan musibah yang berkepanjangan
agar manusia senantiasa bertaubat dan berjalan di jalanNya? Tentunya kita
sebagai manusia tak pernah tahu akan kehendak Allah. Ibarat sebuah lakon dalam
panggung, kita ini hanyalah pemain yang harus siap memerankan skenario yang
telah Allah susun demikian indahnya.
Islam senyatanya adalah agama yang simple. Tidak pernah
sedikitpun memberatkan pemeluknya. Lantas mengapa masih saja ada yang tidak
melaksanakan ajarannya? Sholat lima waktu tidak tertib atau bahkan
menunda-nunda waktu sholat. Padahal andai kita mampu melaksanakannya tepat
waktu, niscaya kitapun akan tumbuh menjadi pribadi yang disiplin, jelas
menguntungkan diri sendiri. Demikian juga saat menghadapi ujian, baik ujian
hidup maupun ujian untuk mencapai sesuatu. Pasti dengan rajinnya kita
melaksanakan sholat lima waktu dengan tertib ditambah sholat sunnah lainnya. Namun
mengapa disaat ujian itu berlalu, ibadah-ibadah itu jadi jarang dilakukan? Andai
semua itu menjadi kebiasaan, niscaya Allah akan dekat dengan kita.
Coba Anda bayangkan, mengapa seorang guru sangat menyayangi
muridnya yang pandai? Tak lain karena ia rajin belajar, selalu mendapat nilai
bagus, selalu memperhatikan saat diterangkan dan selalu bisa menjawab
pertanyaan yang disodorkan kepadanya. Demikian juga dengan Allah. Allah pasti
menyayangi hambaNya yang rajin beribadah. Dengan menyebut namaNya setiap hari,
niscaya Allah akan semakin dekat dengan kita.
Demikian juga dengan janji. Ingatlah bahwa janji adalah
sebuah hutang yang harus dibayar. Manusia demikian mudahnya berjanji. Ia pun
tak pernah berpikir akibat apa yang akan terjadi bila janji itu tak dipenuhi. Mungkin
akibat itu tak pernah kelihatan di dunia, namun di akhirat? Sungguh, manusia
yang mengumbar janji sama halnya menumpuk dosa di akhirat. Nerakalah jaminannya!!!
Mau tahu janji apa saja yang menjerumuskan manusia? Semua janji, yang tak
sempat dipenuhi itulah yang membawa manusia ke neraka. Ketika menginginkan
harta, ia berjanji akan bersedekah. Namun disaat ia mendapatkan rejeki,
boro-boro disisihkan sebagian untuk sedekah sesuai janjinya, untuk memenuhi
kebutuhannyapun ia merasa kurang. Akhirnya sedekah hanyalah sebuah janji.
Begitupun dengan puasa sunnah. Malamnya sudah berniat,
ketika pagi menjelang, belum setengah perjalanan, tiba-tiba membatalkan puasa
lantaran tergiur oleh makanan. Alasannya klise, menghabiskan makanan anaknya
yang tidak habis dimakan, sayang bila tidak dihabiskan, mubazir!!! Puasa sunnahpun
dijadikan sebuah janji yang belum tentu terbayar dengan baik, karena sebuah
dalih “masih ada hari esok” untuk kembali melaksanakan puasa sunnah.
Ingatlah mati!!!. Tujuan manusia hidup di dunia ini hanyalah
untuk mati. Alam beserta seluruh isinya ibarat tempat persinggahan sementara
sambil menunggu giliran. Dan ketika giliran itu tiba, tak ada seorang
manusiapun yang bisa mengelaknya. Ia harus menghadapNya saat itu juga. Jadi hidup
dan mati seseorang hanya Allah-lah yang tahu, karena Dia Maha Berkehendak……”Kun
Fayakun”.
Ketika berjanji, hendaknya kita mengingat bahwa kematian
akan menjemput kita, agar janji itu bukan hanya sebuah omong kosong belaka. Dan
berbicara tentang kematian, sudahkah kita mempunyai bekal menuju kesana? Sungguh
rasanya saya ingin menangis mengingat hal ini. Betapa banyak dosa yang telah
saya perbuat. Dan betapa tipisnya iman yang saya miliki. Kadang seharian saya
ingin menggelar sajadah, ingin terus memohon ampun padaNya. Namun kadang setan
itu datang mengganggu hati saya yang ingin berbuat baik.
Bukan hanya itu, hati dan pikiran yang seharusnya digunakan
untuk bertawakal dan bersabar, tiba-tiba berubah menjadi beringas. Sifat kurang
sabar menghadapi kenyataan hidup, atau kurang ikhlas menerima keadaan, kadang
sering menghampiri kita. Itulah manusia, makhluk yang tak pernah merasa puas
atas apa yang telah diperolah. Ketika mendapatkan rejeki, walau jumlahnya
sedikit, harusnya bersyukur sambil disisihkan sebagian untuk sedekah. Demikian juga
dengan keinginan. Kadang kita tumbuh menjadi pribadi yang egois. Setiap apa
yang kita inginkan harus secepatnya terpenuhi tanpa memandang porsinya.
Menuntut anak terlalu berlebihan, merasa kurang atas
pemberian suami atau bahkan memaki-maki suami dan anak karena kekurangannya. Jelas
akan berakibat buruk. Padahal andai kita sadar, tidak ada manusia di dunia ini
yang sempurna. Hanya Allah-lah yang Maha Sempurna. Ketika kita menganggap diri
kita sebagai pribadi yang sempurna, belum tentu Allah menganggapnya demikian. Kesempurnaan
Allah tiada bandingannya. Dan kita tak boleh menganggap diri kita paling hebat,
karena di atas langit masih ada langit. Sungguh orang yang sangat merugi bila
ia menganggap dirinya paling hebat, paling sempurna dan paling lainnya.
Bahkan, yang paling disayangkan adalah berusaha memutus tali
silaturahmi. Padahal, andai kita sadar dengan menyambung tali silaturahmi akan
memperpanjang umur kita. Itulah manusia, terkadang rasa malasnya timbul
manakala diajak bertandang ke rumah family atau kerabat. Jangankan yang
demikian, ke rumah tetangga sebelah rumah saja, jarang dilakukan. Ia lebih
memilih mengunci dan berdiam diri di dalam rumah. Memang benar, pekerjaan rumah
tiada habisnya, seharianpun bila dikerjakan tak akan pernah selesai. Namun apakah
lantas kita terus mengunci diri dalam rumah tanpa mengenal orang disekeliling
kita?
Ingat!!! Disaat kita
sakit, siapa orang pertama yang akan menolong kita? Disaat kita mati, siapa
yang datang melayat kita? Semua itu tak lepas dari bantuan tetangga. Karena tak
mungkin saudara kita yang sangat jauh akan datang duluan disaat kita terkena
musibah. Yah…inilah perlunya kita menyambung tali silaturahmi.
Tulisan diatas adalah sebuah gambaran tentang diri saya. Itulah
senyatanya saya yang masih jauh dari sifat baik. Saya yang tidak bisa
memanfaatkan panca indera dengan baik, saya yang masih mengedepankan sifat
egois disetiap persoalan yang saya hadapi. Sumpah, tak ada niatan untuk
menjelek-jelekkan orang lain. Kalaupun ada sifat jelek yang saya ceritakan, tak
lain itu adalah sifat saya sendiri. Dan tulisan ini sekaligus sebagai cerminan
bagi diri saya pribadi untuk berusaha berubah menjadi pribadi yang lebih baik,
yang selalu berjalan di jalan Allah tanpa terombang-ambing oleh nikmat duniawi
yang menyesatkan. Karena senyatanya saya takut masuk neraka……
Ya Rabb….ampuni segala dosa hambaMu ini. Jadikan hambaMu
menjadi pribadi yang sabar dan selalu berpegang teguh pada ukhuwah Islamiyah.
Terimalah iman Islam hamba, tetapkanlah hati hamba agar senantiasa berjalan di
jalanMu duhai dzat yang Maha Membolak-balikkan hati manusia. Jadikan hamba sebagai
umatMu yang senantiasa pandai bersyukur atas segala nikmatMu. Jangan kau buat
hati dan pikiran hamba menjadi gelap mata. Hamba ingin menjadi hambaMu yang
sebenarnya Ya Rabb, yang selalu mendekatkan diri padaMu dan tak pernah merasa
kurang atas nikmatMu. Dan jadikan sisa umur hamba menjadi umur yang bermanfaat
bagi orang banyak. Terimalah doa hamba ini Ya Rabb….amien.
“Artikel ini diikutkan sebagai peserta Fiesta Tali Kasih Blogger 2013 BlogS Of Hariyanto – Masuk Neraka Siapa Takut!!!??? ”
4 Komentar
muhasabah itu memang diperlukan sesering mungkin ya mak, agar kita selalu ingat akan kesalahan dan dosa-dosa kita, lalu bertaubat dan memperbaiki diri.
BalasHapusmakasih mak sharingnya.. semoga sukses :)
Aku memetik hikmah dan pembelajaran yang berguna dari artikelmu ini mbak. Semoga sukses untuk giveawaynya yaaa mba.. thks atas sharing ilmunya yang bermanfaat :)
BalasHapusalhamdulillah, terimakasih sudah berkenan berpartisipasi,
BalasHapusartikel sudah resmi terdaftar sebagai peserta..
salam santun dari Makassar :-)
Masih banyak orang yang mengalami hal ini, dan masih terlalu banyak yang juga masih di bawah kita. Yang terpenting kita masih terus dapat berusaha ya Mba. Terimakasih atas pencerahannya. Sukses untuk GA nya.
BalasHapusSalam,
Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...