Day 9 :
wawashshaynaa al-insaana biwaalidayhi hamalat-hu ummuhu wahnan 'alaa wahnin wafishaaluhu fii 'aamayni ani usykur lii waliwaalidayka ilayya almashiiru
Artinya : "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun [1181]. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. " (QS. Al Lukman : 14)
Cerita ini saya ambil ketika saya masih bekerja di sebuah
perusahaan swasta di Surabaya. Suatu hari saya berangkat ke kantor dengan
angkutan umum. Dalam perjalanan menuju tempat kerja, pandangan saya tertuju
pada sebuah halte. Pemandangan yang sontak membuat saya tertegun. Sebuah keluarga
yang tengah menikmati hari-harinya dengan ceria. Namun keluarga ini bukanlah
keluarga biasa, melainkan sepasang suami istri tuna netra dengan kedua anaknya
yang normal.
Mereka sangat bahagia, seolah membuat semua mata yang
memandangnya merasa iri dengan kebahagiaan mereka. Sepasang suami istri tuna
netra yang tak melihatkan wajah sedihnya. Sementara di samping mereka dua
pasang anak mereka (laki-laki dan perempuan) juga tengah asyik menemani kedua
orang tuanya dengan berbagai candaan. Sungguh sebuah keluarga yang mensyukuri
nikmat Allah dengan segala kekurangan mereka.
Kadang, kita yang diberi kesempurnaan oleh Allah, masih saja
merasa kurang atas nikmat yang Allah berikan. Bahkan, kebahagiaan dalam
keluargapun jarang kita hadirkan. Selalu saja keluhan, ketidaknyamanan,
kekurangan, yang kita mohonkan padaNya. Harusnya kita mensyukuri segala nikmat
yang Allah berikan kepada kita berapapun besarnya nikmat itu.
Sungguh iri rasanya melihat keharmonisan keluarga tuna netra
itu. Bahkan saya pun sempat membayangkan, bagaimana keseharian mereka di rumah.
Siapa yang mengurus rumah, mulai dari menyapu, memasak, mencuci dan sebagainya.
Lalu siapa pula yang mengurus anak-anak mereka sejak dari lahir hingga sebesar
itu. Bagaimana pula dengan pendidikan mereka.
Allah sungguh Maha Adil. “Dia” telah memilihkan jodoh untuk
hambaNya. Kadang, kita pun belum bisa menerimanya dengan akal sehat, bagaimana
hal itu bisa terjadi? Seorang tuna netra beristrikan tuna netra juga. Sementara
mereka dikarunia dua orang anak laki-laki dan perempuan yang sehat, tak ada
cacat ditubuhnya. Subhanallah.
Terlepas dari aktifitas mereka di rumah, anak-anak mereka
adalah anak yang luar biasa. Mereka tidak malu mempunyai orang tua tuna netra. Bahkan
dengan setianya, masing-masing dari mereka selalu setia menggandeng tangan
orang tuanya saat menyeberang jalan. Tak jarang di halte itu mereka tampak
menyuapi keduanya dengan makanan. Walau mereka tak hidup mewah, namun
kebahagiaan itu selalu mereka hadirkan dalam segala suasana.
Harusnya kisah ini dapat kita jadikan contoh dalam
keseharian kita. Harusnya kita merasa malu melihat keceriaan dan kekompakan
keluarga tuna netra itu. Mereka yang diberi keterbatasan fisik oleh Allah masih
mensyukuri nikmat yang diberikanNya. Namun mengapa kita yang diberi lebih oleh
Allah masih saja merasa kurang?
Marilah kita sama-sama belajar mensyukuri nikmat yang Allah
berikan, berapapun besarnya nikmat itu. Sesungguhnya Allah akan menambah nikmat
umatnya, manakala ia senantiasa mensyukuri nikmat dariNya. Jadikan kehidupan
keluarga tuna netra itu sebagai contoh untuk membina sebuah hubungan dalam
keluarga kita, atas dasar rasa syukur atas nikmat itu, sebagai bekal untuk
menuju kehidupan akhirat yang kekal.
0 Komentar
Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...