***************
Malam
ini begitu sepi. Rembulan yang bersinar di atas sana, menyunggingkan senyumnya
malu-malu. Andai kubisikkan sepenggal episode cinta, ia pasti menyambutnya
dengan suka cita. Sayang, cerita yang ingin kugulirkan bukanlah cerita indah,
justru aku menyimpan kenangan pahit yang tak ingin lama-lama kupendam dalam
hati.
“Duhai
rembulan, ku tak ingin wajahmu pucat pasi, karena ikut menanggung kesedihanku.
Namun, yang kupinta darimu, dengarkan rintihan hatiku, agar lara di jiwaku
segera sirna dan berganti senyum seindah biasmu saat ini.”
Mungkin
ini adalah kisah lama, jauh sebelum aku meraih cinta abadi. Sudah lama aku
berusaha menghapus bayangnya dalam ingatanku. Tapi, entahlah mengapa, rasanya
sulit melupakan sebuah penghinaan yang dilemparkan tiba-tiba kepadaku.
Dia….mungkin sudah bahagia saat ini, atau bahkan telah mengumbar senyum
kemenangannya.
Sebagai
wanita, aku memang rapuh. Dan ketika cerita lara itu mendarat dihadapanku,
sekujur tubuhku terasa lunglai, lidahku kelu tak bisa berkata apa-apa. Hanya
isak tangis dan air mata yang terus mengalir tiada henti. Aku resmi terjatuh
dalam sebuah kubangan cinta. Dia pergi meninggalkanku dengan berbagai alasan
yang menyesakkan dada.
Masih
kuingat pertama kali berkenalan dalam sebuah bus kota. Aku yang berpakaian
tomboi tiba-tiba didekati seorang cowok. Tak berapa lama diapun duduk
disebelahku. Sambil berhaha hihi…..kamipun terlibat dalam sebuah pembicaraan.
Percakapan yang sontak membuatku langsung menatap wajahnya. Dan tiba-tiba rasa
kagumku mulai menggeliat.
Ternyata….kami
berasal dari satu kota dan satu SMA. Lebih tepatnya dia adalah seniorku.
Bahkan, yang membuatku nyaris berteriak, ketika dia menyebutkan statusnya yang
seorang Sarjana dan sedang mengikuti test masuk Perwira. Bukan main senang
hatiku bisa berkenalan dengan calon anggota TNI. Jelas inilah lelaki idamanku.
Sebuah
cerita lucu yang membuatku masih tertawa mengenangnya, saat dia datang ke rumah
sambil tersipu malu. Dia terlihat grogi, peluhnya bercucuran, padahal malam itu
udara sedang dingin. Akupun heran. Bahkan, ketika aku tanya dia naik apa?
Sedikitpun tak ada jawaban. Lelaki itu seolah menyembunyikan tunggangannya. Dan
setelah kuselidiki, dia menaiki sepeda butut yang jelek sekali. “Tengsin kali,
ngapel ke rumah cewek pakai sepeda butut.” Tapi apa daya kenyataanlah yang
berbicara seperti itu.
Bagiku,
semua itu tak kujadikan beban. Aku bukan cewek matre yang lebih melihat harta
atau kemewahan yang dimiliki seorang cowok. Yang kuinginkan hanyalah kesetiaan,
kejujuran dan ketulusan.
Dan
semenjak pertemuan pertama yang membuat hati deg-degan, kamipun jadi sering
bertemu. Aku masih kuliah di Malang sering mendapat kunjungan darinya. Dari
situlah dia mulai berani menyatakan cintanya padaku. Bak gayung bersambut,
akupun menerima cintanya walau raut wajahku sedikit tersipu malu.
Sayang
tak begitu lama, kami harus berpisah, karena dia lulus test perwira dan harus
menjalani pendidikan selama 6 bulan. Yes!…..itulah pekikku saat dia
menyampaikan berita gembira itu. Bagiku 6 bulan bukanlah waktu yang lama dalam
sebuah penantian. Dalam anganku sempat berujar, kelak bila arjunaku telah
kembali, aku akan mengatakan pada dunia tentang mimpiku yang terwujud.
Dan……tepat
6 bulan kemudian, diapun kembali datang dengan seragam yang melekat ditubuhnya.
Dalam sebuah perjumpaan yang begitu mengharu biru, kamipun saling berkeluh
kesah. Dia yang mendapat tugas di Bandung, begitu riangnya menceritakan suka
duka di balik asrama. Sementara aku dengan gembiranya menceritakan wisudaku
yang sebentar lagi akan kujalani.
Yah….cinta
itu ibarat air tenang yang menghanyutkan. Dua sejoli yang dimabuk cinta, seolah
menganggap dunia hanyalah milik berdua. Itulah yang kurasakan saat itu. Walau
kami harus menjalani LDR (Long Distance Relationship), tapi tak menjadikannya sebagai
sebuah hambatan untuk terjalinnya ikatan cinta yang bermakna ini. Karena
kamipun jadi tahu tentang pribadi masing-masing, bahkan berusaha menyelami
kelebihan dan kekurangan kami.
Sayang…..kisah
kami tak mulus pada endingnya. Dia datang tiba-tiba menyampaikan sebuah kabar
yang sontak menyekat ulu hatiku.
“Dia
bilang aku bukan cewek romantis. Dia bilang aku bukan cewek pemberani, yang
berani menggandeng pasangannya atau berani mencium pasangannya.” Lantas diapun
membandingkan aku dengan cewek itu. Aku tak terima. Tapi aku tak bisa berkata
apa-apa. Dalam diam, air matakulah jawabannya. Antara marah, sakit dan sedih,
semua resmi menggerogoti nadirku. Bahkan, aku nyaris seperti orang gila, jiwaku
terombang-ambing. Dia yang pergi meninggalkan sebentuk lara, dan cewek itu…..ya
cewek itu datang dalam sebuah teror. Telpon rumahku tiba-tiba diteror seorang
cewek yang menyuruhku untuk meninggalkan lelaki itu.
Aku
tak tahu siapa cewek itu, dan apa untungnya berulangkali menerorku. Bahkan,
yang lebih menyedihkan, ibukupun kena damprat suara bengis cewek itu.
Astaghfirullah, aku hanya bisa menggumam dalam hati. Cinta kami datang
tiba-tiba, dan harus pergi dengan tiba-tiba pula.
Aku
resmi terjatuh dalam sebuah gejolak cinta. Masih kuingat perjuangan ibu yang
mencari pinjaman uang demi aku. Aku pergi ke Bandung dengan uang pinjaman.
Oh….ibu, ingin rasanya aku terus bersimpuh dihadapanmu, memohon ampun padamu.
Bahkan, setelah kejadian itu, aku mengalami sebuah kecelakaan yang membuat
daguku harus dijahit dan sekujur tubuhku memar. Dengan sabarnya, ibulah yang
kembali merawatku.
Namun
aku yakin, selalu ada hikmah dibalik rentetan peristiwa itu. Aku sadar,
kehidupan manusia seperti roda yang berputar. Tidak selamanya ia ada dibawah.
Pastinya, hidup harus diperjuangkan. Hanya orang-orang yang gigih berjuanglah
yang dapat mencapai kemenangan, layaknya semboyan “From Zero To Hero”.
Dalam
sujud panjangku selalu kumohonkan kepadaNya agar aku senantiasa diberi
kesabaran dalam menerima cobaan. Karena kuyakin, Allah pasti memberikan cobaan
kepada Hambanya sesuai kemampuannya. Dan disepertiga malam, selalu kumohonkan
seorang jodoh yang berakhlak mulia.
Ternyata….Allah
tak pernah ingkar akan janjiNya. Doaku terkabul. Cinta abadi itu kutemukan dalam
sebuah perjodohan. Ibu yang melihat kesedihanku, diam-diam menjodohkanku dengan
anak temannya. Dan lelaki itu, seorang anggota TNI, yang lama kuidamkan. Demi
baktiku pada ibu kuterima perjodohan itu, karena kuyakin dialah jodoh yang
Allah berikan padaku lewat sujud panjangku.
Kini….kami
telah bahagia. Aku bersyukur kepada Allah atas anugerah terindah ini. Semoga
dia yang telah meninggalkanku, juga mendapatkan kebahagian sepertiku. Karena
kuyakin jodoh itu kuasa Ilahi. Dan untukmu rembulan, pintaku malam ini, agar
senyummu kembali merekah seiring berakhirnya ceritaku. Jadilah saksi
kemenanganku ini, karena sejatinya hanya kepadamulah kuumbar bahagiaku.
*****
1 Komentar
ini cerita nyata mbak? Allhamdulillah bisa melupakan semua kenangan pahit yang sudah dialami ya
BalasHapusSilahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...