Hidup di dunia memang penuh warna. Demikian dengan hati
manusia. Tak semua manusia berhati sama. Justru perbedaan itu yang membuat
kehidupan ini seperti rasanya permen nano-nano. Halah….to the point aja kale…….
Ya semuanya berawal dari sebuah pertemanan. Ini cerita
tentang suamiku. Sebenarnya tak ingin aku menulis disini, tapi ternyata dengan
menulis membuat hati dan pikiranku jadi plong, karena aku juga merasa geram. Namun
bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Tak mungkin waktu akan kembali
mengulang sebuah cerita yang sama.
Pertemanan itu akan terasa indah apabila saling terbuka. Ini
yang tak pernah terjadi pada suamiku dan temannya. Jabatan suamiku membuat
makin banyak orang menjalin kerjasama dengannya. Awalnya “just say hello”,
lama-lama jadi akrab. Aku tak menaruh
curiga pada seseorang yang hampir setahun ini dekat dengan suamiku. Ia bukan
hanya partner bisnis yang baik, tetapi sudah dianggap seperti saudara sendiri
oleh suamiku.
Setiap datang ke rumah ia selalu membawa oleh-oleh untuk
anakku. Bahkan tak jarang suamiku diberi sebuah amplop yang berisi uang. Namun ditolaknya mentah-mentah, karena ia tak
tahu apa tujuannya memberi amplop. Tetapi malah ditanggapinya dengan sebuah
permusuhan. Akhirnya demi menjalin persahabatan, diterimanya setiap pemberian
dari temannya. Apapun bentuknya.
Persahabatan itu hampir setahun berlangsung. Nyaris sempurna,
tak ada tanda-tanda yang mencurigakan. Antara
suamiku dan temannya saling membantu, disaat suamiku butuh dana, temannya
meminjaminya, demikian sebaliknya. Sering teman suamiku meminjam dana yang
jumlahnya lumayan besar, namun pada akhirnya dikembalikan. Inilah yang membuat
suamiku percaya, bahwa ia seorang bos besar.
Namun akhir-akhir ini teman suamiku memperlihatkan
gelagatnya yang aneh. Setiap hari Sabtu ia selalu menelpon suamiku agar
dipinjami sejumlah dana untuk membayar pegawainya di sebuah proyek. Akupun berusaha
memberi pengertian kepada suamiku. Rasanya tidak masuk akal bila seorang bos
kehabisan dana. Harusnya dia mempunyai anggaran khusus untuk menggaji
pegawainya pada hari yang ditentukan.
Bahkan ia seolah menyembunyikan diri, entah kemana rimbanya.
Ketika ditelpon tak pernah mau mengangkatnya. Namun pada saat di sms ada hal
yang penting, barulah dia mau menelpon balik. Sedang keberadaannya pun seolah
tak jelas. Kadang dia bilang sedang di Jakarta menyelesaikan urusan A, kadang
juga di Bandung lagi mengontrol pekerjaan B.
Tentang benar atau tidaknya perkataannya yang jelas saat ini teman
suamiku seolah tak bisa dilacak keberadaannya.
Mengetahui keadaan yang tak menguntungkan seperti itu masih
saja suamiku menaruh iba pada temannya. Beberapa kali ia menelpon suamiku
meminta bantuan untuk dipinjami sejumlah dana dengan berbagai alasan. Ujung-ujungnya
dipinjami juga. Suamiku selalu bilang “kasihan dia”. Jujur aku dan suamiku tak
tahu latar belakang keluarganya. Yang kutahu setiap datang ia selalu membawa
oleh-oleh.
Karena rasa iba itulah akhirnya uang suamiku di bawa kabur. Kalau
disuruh ngitung rasanya bikin kepala nyut-nyutan, jumlahnya amat banyak, bagi
seorang ibu rumah tangga yang berusaha menghemat pengeluaran agar cukup
sebulan.
Dan yang bikin kepala tambah pening, teman suamiku
meninggalkan sebuah sepeda motor. Usut punya usut sepeda motor itu dibeli dari
sebuah leasing, yang sudah hampir 7 bulan tidak dibayar cicilannya. Hal ini
kuketahui saat aku dibonceng suamiku mengendarai sepeda motor itu. Di tengah
jalan tiba-tiba ada dua orang yang menghadangku. Bodinya tinggi besar, wajahnya
seram, mirip bodyguard. Duh mimpi apa aku sebelumnya, hingga harus berhadapan
dengan monster yang menakutkan itu. Dan dari cerita mereka, motor yang kami
tunggangi itu adalah motor yang mereka cari.
Bahkan tiga hari kemudian, datanglah seseorang berperawakan
besar dan botak ke rumah, bermaksud mengambil motor itu. Namun suamiku masih
saja menaruh iba pada temannya, dan mempertahankan motor itu. Sementara sang
temanpun setiap di telpon dengan nada dan alasan yang tak jelas. Demi rasa iba
itu akhirnya suamiku kembali kehilangan sekian puluh juta uang untuk menebus
motor dari leasing. Belum lagi sang bodyguard yang meminta bayaran. Duh…..
Akhirnya ketika suamiku bertemu dengan seseorang yang kenal
betuh dengan temannya, terkuaklah sebuah misteri yang selama ini tertutup
kabut. Namun dari sebuah pengalaman yang telah terjadi ini, aku dapat memetik
sebuah pelajaran bahwa berteman dengan siapapun itu sah-sah saja, namun jangan
sampai menyangkut masalah pinjam meminjam uang. Kalau membutuhkan bantuan
tenaga, atau jasa, semua bisa diatur. Tetapi kalau urusan pinjam meminjam uang?
Tak ada yang tahu apakah seseorang yang dipinjami dapat dipercaya. Kalau jumlahnya
sedikit, diikhlaskan-pun tak jadi soal, tetapi kalau jumlahnya banyak? Apa juga
diikhlaskan?
Tapi terus terang aku salut dengan suamiku. Uang puluhan
juta raib, tak ada sesal juga tak ada rasa
dongkol berkecamuk pada dirinya. Dia hanya diam, sembari mengucap “biarkan
saja, toh semua itu ada balasannya. Allah yang mengatur semua ini, biarlah
Allah yang membalasnya.” Bagaimana sodara-sodara? Terus terang aku geram,
karena belanja bulananku jadi terpotong sekian persen gara-gara kejadian ini.
Yah..memang sebuah pelajaran berharga, ketika niat baik tak
dibalas dengan kebaikan, anggaplah semua ini sebagai musibah, agar kita diberi
kekuatan, ketabahan dan keikhlasan dalam menjalani hidup yang penuh warna ini.
Sesungguhnya Allah Maha Tahu.
9 Komentar
Yang sabar ya Mak Sri Wahyuni. Benar sekali niat baik tidak selalu dibalas dengan kebaikan. Yang penting kita ikhlas.....
BalasHapusiya mak terima kasih....memang hidup di dunia ini dibutuhkan stok sabar yang berlipat-lipat hehehe
Hapussebenarnya, ketika awal dia sering datang dengan memberi uang tanpa alasan jelas, disitulah sudah harus waspada Mak. pengalaman saya, orang yang sudah punya itikad tidak baik sejak awal, biasanya akan berlaku pura-poura dermawan tanpa alasan yang jelas. setelah kita merasa terhutang budi tanpa sengaja, baru lah dia menebarkan ranjaunya. tapi apapun itu, ini namanya cobaan. semoga sabar dan bisa diambil hikmahnya
BalasHapuswow puluhan juta raib :|
BalasHapusyang sabar ya Mak, semoga nanti ada balasan yang lebih indah :)
Wah segitunya, Mbak. Sabar ya. Semoga uang yang keluar digantikan Allah dengan yang lebih besar. Dan si teman suaminya disadarkan dan bisa menyelesaikan masalahnya dengan keluarga, Mak. :)
BalasHapusInsha Allah ada gantinya, baca doa ini mbak inna lillahi wa inna ilaihi rajiuun
BalasHapus، اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي ، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَ
mudah2an Allah ganti uang puluhan juta yg raib itu dengan rezeki yg jauh lebih baik ya mak Yuni, aamiin. memang harus hati2 dalam memilih teman dekat mak, termasuk dalam hal pinjam-meminjam uang..
BalasHapusSabar ya Mbak... Memang itulah kehidupan kadangkala tak terduga, niat baik kita pun diselewengkan...
BalasHapusada udang dibalik batu ya mbak
BalasHapusSilahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...