Amazing!!! Itulah perasaanku manakala pertama kali
mendengar Fawwaaz menyebutkan kata “mmaam”…. Subhanallah, sungguh tak percaya
atas nikmat Allah yang luar biasa ini. Aku yang dulunya pendiam, tak berani
berteriak, tiba-tiba melonjak kegirangan saat bibir mungil itu mengeluarkan
sepatah kata yang sangat menyentuh hati.
Aku masih ingat penantian panjang untuk mendapatkan
Fawwaaz. Dan satu setengah tahun bukanlah waktu yang singkat untuk berjuang,
agar di dalam rahimku tumbuh sebuah janin. Meski toh akhirnya untuk membuat janin itu bersemayam dalam rahimku bukan perkara mudah. Aku harus berjuang dan
mengorbankan segalanya demi hadirnya Fawwaaz di kehidupan kami. Dari
dokter satu ke dokter lainnya,
obat-obatan dari yang medis sampai tradisional, dukun pijat, embak jamu sampai
kata-kata orang, semua kuturuti. Bahkan tubuhku seolah telah menjadi
bahan percobaan karena dijejali berbagai obat.
Dan……ternyata hanya kekuatan Allah-lah yang mampu membuatku tersenyum. Hadirnya Fawwaaz dalam kehidupan kami adalah jawaban atas doa
panjang yang telah kupanjatkan kepada –Nya. Yah, menikah telah membuatku berani melakukan apa saja demi mendapatkan ridho Allah. Berkat doa itu aku mendapat amanah dari-Nya untuk membesarkan dan mendidik Fawwaaz menjadi anak yang
berakhlak mulia.
Sembilan bulan mengandung membuatku gelisah, tak sabar
menanti saatnya dipanggil ibu. Dan ketika saat itu tiba, seolah aku tak percaya. Ternyata dari dalam rahimku lahir seorang bayi mungil yang
sehat, putih dan bersih. Namun aku jadi
grogi, takut memegang tubuh mungil yang masih lemas. Berkat pertolongan bidan kesehatan
yang telah kuanggap saudara, akhirnya tumbuh keberanian dalam diriku untuk menggendong Fawwaaz dan memandikannya.
Aku selalu memperhatikan perkembangan Fawwaaz, setiap
moment indah tentangnya selalu kuabadikan dalam sebuah foto. Indah rasanya
menjadi ibu. Dan ketika suara yang samar-samar itu memanggil “mama”, aku seolah kembali tak percaya, amazing!!!
Panggilan “mama” tentunya bukan keluar sendiri dari bibir
seorang bayi yang baru belajar berkata-kata, melainkan ia telah mendapat
rangsangan sebelumnya, sehingga timbul keberanian untuk meniru bunyi rangsangan
itu. “Mama”, itu yang selalu kuajarkan kepada Fawwaaz. Terus terang sejak Fawwaaz
lahir, aku dan suami sempat dibuat pusing menentukan panggilan apa yang cocok
untuk kami.
Di Papua banyak anak memanggil ibunya dengan “mamak”,
sementara ayahnya di panggil “bapak”. Masak ikut seperti itu? Lantas kami
memilih lagi panggilan yang lain. Kalau ayah-bunda, rasanya belum cocok kami dipanggil
seperti itu. Apalagi umi-aby, hehehe….belum pantas juga, kami masih miskin
iman. Ayah-ibu? Itu sudah biasa yang kami lakukan saat memanggil orang tua di
kampung. Mama-papa? Duh sebenarnya panggilan ini terlalu berat, mengingat
panggilan yang demikian cocoknya untuk orang kota, sementara kami berasal dari
kampung. Tapi melihat kebiasaan tetangga di asrama yang lebih nyaman di panggil
mama-papa, akhirnya kami berani mencobanya.
Awalnya terasa kikuk saat membiasakan Fawwaaz untuk
memanggil mama-papa, apalagi mertuaku sempat menertawainya.
“Wong orang kampung kok gaya, pakai nyuruh anaknya manggil
mama-papa segala……”
Namun kami tetap kekeh pada pendirian dan berani mencoba
yang baru. Memang keberanian harus tumbuh dalam diri kita. Berani berbuat,
berani berkata, akan mengurangi semua beban yang mengendap dalam tubuh kita.
Coba kita lihat keberanian seorang bayi yang baru bisa berteriak dan
mengucapkan sebuah kata, itulah keberanian yang tulus dan suci, tanpa
ditutup-tutupi.
Aku mempunyai keberanian yang luar biasa setelah mempunyai
anak. Aku berani berbuat demi kebaikan, dan aku berani berteriak manakala
Fawwaaz melakukan perbuatan yang agak membahayakan. Itu semua kulakukan demi
kebaikan Fawwaaz. Demikian juga dengan Fawwaaz di masa bayi, dia berani
mengucapkan kata walau hanya “mmaaam” itu karena dia mendapat rangsangan dan
ingin menunjukkan kalau dia juga mampu.
Berani berbuat, berani berkata, akan membuat hidup terasa
lebih indah tanpa beban. Mari saatnya melakukan perubahan!!!
Saya ikutan giveaway Bicaralah Yang Lantang Jangan Hanya Diam.
Kamu mau ikutan juga?
12 Komentar
Allhamdulilla, senang ya mbak pertama kali bisa bicara
BalasHapusIya mbak senang sekali saya sampai tak percaya
HapusYa ...
BalasHapusberani bertindak mana kala aksi yang dilakukan sudah membahayakan dirinya ...
demi keselamatan si anak juga ya Bu
Salam saya
(11/2 : 16)
Betul sekali Om, Btw kok ada tulisan (11/2 : 16) apa itu artinya saya mendapat urutan ke 16 yang dikunjungi pada tanggal itu? Wah hebat Om NH sampai bikin no urut BW nya hehehe
HapusSelamat atas kehadiran Fawwaz, saya pernah di Sorong satu bulan lebih, rasanya kangen ingin berkunjung ke sana lagi. salam kenal
BalasHapusTerima kasih pak, wah saya malah belum pernah ke Sorong hanya transit aja hehehe
HapusSalam kenal kembali
Anak saya diajari bapak ibu tapi selalu manggil ayah sama mamah. Mungkin lebih mudah mengucapkannya ya hehe
BalasHapusYa kadang anak suka ngikut lingkungan juga. Kalau disekitar kita pada manggil mamah, pastinya dia ikut seperti itu juga, anak saya juga seperti itu
BalasHapusPasti rasanya tak akan pernah terlupakan ya mbak, peluk cium untuk Fawwas..
BalasHapusbagai kenangan yang selalu membekas mbak
Hapusterima kasih sudah berkunjung
Kebanyakan kalimat pertama yang diucapkan bayi adalah Mama. Entah itu sudah pertanda bahwa surga ditelapak kaki Ibu atau kalimat yg paling gampang, Mama :)
BalasHapussenang sekali pastinya ya bun mendengar anak kita pertama kali mengucapkan kata..sehat terus ya nak
BalasHapusSilahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...