Hidup ibarat mengurai mimpi. Kita tidak pernah tahu apakah
mimpi itu akan menjadi kenyataan, atau malah sebaliknya. Yang jelas
berbahagialah Anda yang mempunyai banyak mimpi, karena dengan mimpi, kelak Anda
akan berjuang mewujudkannya. Inilah semboyan yang selalu saya dengungkan dalam
hati, agar saya bersemangat memperjuangkan kehidupan yang lebih baik.
Masih teringat kenangan beberapa tahun silam, saat saya
menunggu detik-detik kelulusan di bangku kuliah. Ibu menerima telepon dari
teman kuliah saya. Beliau sempat ngobrol panjang lebar di telepon. Usut punya
usut, teman saya ada hati alias naksir saya. Namun Ibu menolaknya secara halus.
Beliau menyampaikan kalau saya sudah bertunangan dengan seorang cowok yang kini
tengah dinas di Papua.
Wow…Papua! Saya terhenyak kaget mendengar penuturan Ibu yang
spontan setelah menutup gagang teleponnya. Sungguh, rasanya seperti sebuah
mimpi bila saya bisa menjamah Papua, apalagi mempunyai tunangan yang dinas
disana. Sepertinya tidak mungkin. Yah…itu adalah kalimat penolakan Ibu agar
teman saya mundur. Bukan matre, tapi namanya orang tua pasti menginginkan hal
terbaik untuk anaknya. Terlebih saya seorang perempuan, tentunya Ibu
menginginkan seorang pendamping yang sukses dalam kariernya dan setia pada
keluarga.
Namun siapa sangka bila kebohongan Ibu berubah menjadi
kenyataan. Tiga tahun setelah lulus
kuliah dan mendapatkan pekerjaan di Surabaya, Ibu mengenalkan saya dengan anak
teman beliau. Rasanya seperti mimpi. Hari Minggu kami sempat berkenalan di
rumah. Esoknya saya berangkat kerja. Lima hari kemudian sang cowok menelpon,
mengajak tunangan, karena dia akan berangkat ke Papua. Dan Sabtu sore acara
pertunangan kami digelar. Minggu pagi, kami harus berpisah karena dia harus ke
Papua melaksanakan tugas disana. Benar-benar seperti mimpi.
Papua yang dulu hanya dalam angan, kini jadi kenyataan |
Inilah yang membuat saya yakin bahwa setiap ucapan Ibu
adalah doa untuk anaknya. Kita tak bisa mengelak dari takdir Allah, bila mimpi
itu berubah menjadi kenyataan. Meski kita menganggap bahwa mimpi itu tidak akan
terwujud, namun jika Allah telah menghendaki-Nya, niscaya mimpi itu akan
menjadi sebuah kisah nyata yang membuat kita terpana.
Dulu saya sempat membayangkan, menjalani hubungan jauh tentu
banyak resiko dan butuh banyak biaya. Setiap waktu kita harus mengeluarkan
biaya pulsa untuk sekedar berucap “halo” atau menanyakan kabar. Tapi, saya
bersyukur, meski perkenalan kami singkat, kami tak pernah berbuat macam-macam,
apalagi mengkhianati sebuah ikatan yang telah direstui orang tua.
Namun kami dibuat pusing saat menetapkan hari pernikahan. Menikah
berarti saya harus siap mengikuti suami ke Papua, itu artinya saya harus
meninggalkan pekerjaan di Surabaya. Sementara saya sendiri tidak tahu apakah
nantinya bisa mendapatkan pekerjaan disana atau hanya menjadi ibu rumah tangga
saja. Lama kami memikirkan hal ini, sampai timbullah keberanian saya. Bahwa saya
tidak ingin hubungan yang belum kuat. Sebuah ikatan resmi yang saya inginkan
mengharuskan saya meninggalkan pekerjaan, saya siap menerimanya.
Dua bulan setelahnya, acara pernikahan kami di gelar di
Blitar, karena kami memang asli Blitar. Bukan meriahnya pesta pernikahan yang
membuat kami bahagia, lebih dari itu, kami telah mempunyai ikatan suci demi
memulai kehidupan baru. Namun, ada sedikit gamang setelah acara usai. Yaitu saatnya
saya mempersiapkan diri ke Papua.
Saya tidak pernah membayangkan akan pergi sejauh ini, bahkan
menjamah sebuah pulau di ujung timur Indonesia. Apalagi perjalanan yang saya
tempuh menggunakan pesawat. Saya seperti hidup di negeri dongeng. Yang bikin
tercengang, saya terlalu banyak membawa barang hingga over bagasi sampai
jutaan. Akhirnya uang satu juta, yang tadinya dijadikan “mas kawin” terpaksa
harus raib untuk membayar kelebihan bagasi.
Ternyata Papua tidak seperti yang saya bayangkan. Meski dikelilingi
hutan dan danau, nyatanya pulau ini sangat menarik. Bahkan untuk perabotan
rumah tangga atau bahan makananpun disana juga banyak. Pertokoan berjejer rapi,
mall-mall dan pusat perbelanjaan lain juga lengkap. Sungguh saya menyesal
terbelenggu dalam ketakutan. Andai saya berani tidak membawa barang-barang dari
Jawa, tentu “mas kawin” itu tidak raib. Sungguh sebuah pelajaran bagi saya.
Papua membuat saya banyak teman |
Sejak tinggal di Papua, kehidupan saya berubah 180
derajat. Saya jadi berani naik pesawat. Bahkan
untuk mondar-mandir Papua – Jawa saya makin terbiasa tanpa ditemani suami. Hanya
satu hal yang kadang membuat saya harus berpikir berulangkali, yaitu harga
tiket pesawat yang berubah-ubah setiap waktu. Terus terang saya pernah
menghabiskan uang lebih dari dua puluh juta untuk pulang kampung bersama suami
dan anak. Kalau tiap tahun harus pulang kampung rasanya tak mungkin. Apalagi semenjak
tinggal di Papua saya hanya menjadi seorang ibu rumah tangga yang sibuk dengan
kegiatan di dapur dan di asrama.
Papua memang mengasyikkan, apalagi bisa menarikan tarian mereka wow...serasa menyenangkan |
Sekali lagi hidup memang harus dinikmati, disyukuri dan
diperjuangkan. Ketika sebuah drama kehidupan tengah kita mainkan, tentunya
harus kita perankan semaksimal mungkin, agar penonton puas dan memuji peran
kita. Demikian dengan keadaan kita. Saya sangat menikmati peran saya sebagai
ibu rumah tangga. Saya bahagia dapat mendampingi suami, menemani anak bermain
dan beraktifitas dengan ibu-ibu di asrama.
bangga ada ditengah-tengah mereka |
Sesungguhnya ada hikmah dibalik rasa syukur kita terhadap
kehidupan. Meski di rumah, ternyata ada
saja pekerjaan yang membuat saya mendapatkan penghasilan. Saya tiba-tiba
dimintai tolong untuk membuat makalah anak teman saya, atau saya yang tiba-tiba
menjadi pemasok seragam ibu-ibu asrama, baik seragam kerja, seragam olahraga
atau seragam pengajian. Atau bahkan saya iseng membuat tulisan untuk media, dan
honor pemuatanpun saya terima.
Sejak saat itu saya kembali menemukan sebuah keberanian,
seperti seringnya berburu tiket promo bersama AirAsia. Bersama AirAsia, saya
tidak takut kehabisan uang. Bahkan saya bermimpi ingin mengunjungi Nepal,
Penang dan kota-kota bersejarah lainnya. Saya yakin, kelak mimpi saya bakal
terwujud, pastinya bersama AirAsia.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Blog 10 Tahun AirAsia Indonesia
8 Komentar
wah,ada mall di papua..mungkin di kotanya ya mbk...
BalasHapusYa mbak papua skrg sdh ramai, matahari, ramayana, dunkin donuts, pizza hut, gramedia ada di kota-kota besar di Papua
Hapussemoga menang ya mbak kontesnya, nanti jalan2 ke Nepal aku ikut ya :) maaf mbak aku baru bisa bw lagi nih
BalasHapusterima kasih mbak Lid....saling mendoakan ya hehehe.....
HapusRejeki bisa datang dari mana saja ya mak? :D
BalasHapusbener banget mak, yang penting kita harus pandai bersyukur
Hapus20 jutaaaa? banyak banget :D
BalasHapusiya mbak sekarang bisa lebih lho.....
HapusSilahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...