Lebaran adalah saat yang selalu kunantikan untuk kumpul
bersama keluarga besarku. Disinilah aku merasakan indahnya jalinan silahturahmi
antar sesama keluarga, sahabat atau kerabat, yang kadang menyisakan sebuah
kisah tentang cerita kehidupan. Islam mengajarkan begitu pentingnya
silahturahmi, karena selain mempererat tali persaudaraan, dapat juga
memperpanjang umur. Bukan berarti kita akan diberi kesempatan hidup lebih lama,
akan tetapi sisa umur kita akan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Memang umur manusia adalah rahasia Allah. Siapapun tak akan
bisa menebak berapa lama ia dapat bertahan di dunia ini. Kadang kita sempat
membayangkan, seseorang yang tengah kepayahan dalam sakitnya, kemungkinan ia
akan segera dipanggil Allah. Sebaliknya, ketika kita melihat seseorang yang
sehat, energik, rasanya tak mungkin bila secepat itu dipanggil Allah. Namun siapa
sangka bila Allah menghendaki sebaliknya.
Moment lebaran, dimana umat muslim yang seharusnya
bergembira merayakan kemenangannya, ternyata ada sebagian yang diuji oleh
Allah. Kematian itu memang takdir Allah, namun selalu menyisakan kepedihan bagi
yang ditinggalkannya. Aku turut merasakan sedih, manakala dua orang kerabatku
meninggal tepat di hari lebaran. Satu meninggal karena menderita suatu
penyakit, sedang satu lagi meninggal secara mendadak.
Semua larut dalam tangis dan haru. Namun itulah takdir. Satu
persatu dari kita pasti akan sampai pada gilirannya nanti. Akupun ikut
menangis. Justru tangisku untuk diriku sendiri. Aku membayangkan malaikat maut
itu akan datang menjemputku, sementara bekalku belum cukup. Padahal hidup di
dunia ini hanya sementara. Tak perlu kita mengejar nafsu duniawi. Justru kehidupan
di akhiratlah yang kekal abadi, yang harus kita persiapkan jauh-jauh hari.
Dan kejadian yang menimpa kerabatku itu membuatku sadar,
betapa pentingnya waktu yang kita miliki. Kematian bukan untuk ditakuti, namun
sisa umur kita harus benar-benar kita manfaatkan untuk beribadah, bersedekah,
berdzikir, yang semata-mata sebagai bekal untuk menghadap-Nya.
Bukan hanya tangis kesedihan yang kualami disaat lebaran. Tangis
bahagiapun bahkan membuatku bersyukur kepada Allah. Almarhum ayah memang
menikah dua kali, dengan istri pertama beliau mempunyai satu orang anak
laki-laki. Setelah istri pertama meninggal, ayah menikah dengan ibu dan
mempunyai dua orang anak perempuan. Dan aku adalah anak sulungnya. Dari dulu
aku ingin bertemu dengan kakakku, namun selalu saja gagal, bahkan aku hampir
putus asa.
Aku tak pernah tahu mengapa kakakku antipati denganku. Bahkan
istrinyapun selalu menghalangi perjumpaan kami. Setiap keluarga besarku datang
kerumahnya, selalu ditolaknya dengan berbagai alasan. Ada yang bilang kakakku
berusaha menghilangkan tali persaudaraan. Padahal kami satu ayah. Tapi entahlah,
hasratku untuk bertemu dengannya masih menggebu. Dan jalan satu-satunya adalah
bersilahturahmi ke rumah bibi.
Ternyata benar. Rumah bibilah yang membuatku dapat bertemu
dengan kakak. Sujud syukur kupanjatkan kepada Allah atas perjumpaan yang tanpa
kusengaja itu. Tangis harupun terpaksa kusembunyikan demi menjaga perasaanku
yang sesungguhnya. Aku melihat seorang lelaki yang harusnya kupanggil kakak,
yang dulu sangat gagah dengan balutan pakaian mewahnya, kini berubah seratus
delapan puluh derajat.
Ia tampak tua, seluruh rambutnya memutih, bahkan jalannyapun
harus dipapah istrinya. Hanya bibilah yang membuat suasana kaku menjadi sedikit
melunak, bahkan senyum hambar itu seketika berubah menjadi senyum ceria yang
setengah dipaksakan, ketika lelaki itu memandangi wajah anakku. Apakah dia
perlahan mau mengganggapku adik? Ataukah dia memang mendambakan kehadiran anak
dikehidupannya?
Sekian puluh tahun dia bertahan dalam pernikahannya, meski
tidak dikaruniai keturunan. Andai dia
mau menganggapku adik, akupun siap merawatnya. Tapi, tatapan perempuan
disampingnya tetap saja terlihat sinis. Hatinya masih tetap seperti dulu, keras
bagai batu. Aku tak mau berharap banyak. Dapat bertemu, berjabat tangan atau
berbicara basi-basi sudah membuatku sangat bersyukur. Apalagi ketika tangan itu
membelai lembut rambut anakku, ada rasa haru yang tiba-tiba mengusik batinku.
Aku yakin, suatu saat Allah pasti menyadarkannya, karena aku
datang bukan untuk memusuhinya, justru sebaliknya. Aku ingin jalinan
persaudaraan kami makin erat, karena kami satu ayah, rasanya tak mungkin bila
ikatan itu benar-benar mati.
Dan ketika kuinjakkan kaki di rumah masa kecilku, cerita
lainpun sempat membuatku haru. Bukan lagi dari kerabatku, melainkan cerita
tentang tetanggaku. Dulu, rumah yang berhadapan dengan rumahku adalah milik
seorang pedagang kaya. Mereka hidup bahagia dengan kedua anaknya. Kini, rumah
itu menyeramkan dan tak terawat. Bukan karena ditinggal pergi penghuninya. Namun,
ayahnya meninggal karena suatu penyakit.
Sejak ayahnya meninggal, keadaan keluarga itu makin kacau. Apalagi
saat ibunya menikah lagi dan anak pertamanya memutuskan tinggal di rumah
suaminya. Ternyata anak keduanya mengalami guncangan hebat. Sosok tampan itu
berubah menjadi sosok menyeramkan dan kurang waras. Semua yang tinggal di rumah
itu diusir. Bahkan beberapa bulan setelahnya, ibunya meninggal.
Tak ada yang berani mendekati rumah itu. Semua ketakutan,
apalagi saat mendapati si empunya rumah sedang mengamuk. Semua perabotan
dibanting, pintu lemari dipukul, bahkan pintu rumah ditendang hingga lubang
separo. Namun berbeda dengan ibuku. Meski para tetangga mewanti-wanti ibuku
untuk tidak membukakannya pintu, tetapi beliau masih menaruh iba padanya.
Seringkali Anto (tetangga depan rumahku) datang ke rumah
untuk meminta makan. Beberapa kali ibu memberinya, namun ternyata keterusan.
Anto semakin sering minta makan ke rumah. Awalnya ibu menganggap kedatangan
Anto sebagai beban. Namun beberapakali setelah Anto datang ke rumah, ternyata
dagangan ibu laris manis, beliaupun beranggapan bahwa Anto datang membawa
rejeki.
Bahkan Anto sama sekali tidak seperti tuduhan para tetangga.
Denganku ia mau berkeluh kesah. Ia sempat menceritakan cita-citanya yang
terhambat karena sakitnya, atau perlakuan kakaknya yang kasar kepadanya. Sama sekali
ia tidak melihatkan sosok yang tidak waras bila dihadapanku. Dari sinilah
akhirnya aku dan ibu dapat memetik hikmah, bahwa sedekah sekecil apapun itu
pasti akan mendapat balasan dari Allah.
Anto adalah anak yatim piatu. Dia kurang waras karena
keadaan yang melilitnya. Dulu ketika ayah ibunya masih ada, dia termasuk anak
yang serba kecukupan. Tetapi saat ini, tak seorangpun ada yang
memperhatikannya. Memberinya makan membuat ibu laris dagangannya, itu bukanlah
hal yang mistis. Namun hal ini merupakan sedekah, sedang larisnya dagangan ibu
adalah balasan dari Allah. Inilah yang selalu ditanamkan dalam hati ibu, agar
beliau selalu ikhlas memberi makan kepada Anto, meski hanya sepiring tiap hari.
Silahturahmi itu memang terasa indah. Bersamanya kita akan
memetik hikmah yang luar biasa. Semoga kita termasuk golongan yang mudah
menyambung jalinan silahturahmi.
5 Komentar
Terharu sekali membaca pertemuan Mak Sri dg Kakak...sy jd teringat dg Kakak yg jg sama2 satu Ayah beda Ibu, tp bedannya Kakak yg mencari kami krn mmg kami tdk tahu keberadaannya.... dan stlh itu hub kami lbh baik, bahkan hub kakak adg ibu sy lbh erat drpd dg ibu kandungnya... indahnya silaturahmi ... Terimakasih sdh berbagi cerita dalam GA saya ya makkk...
BalasHapusiya mak lebaran tahun ini adalah lebaran terindah saya...semuanya karena silaturahmi....makasih mak
HapusIslam memang mengajarkan para pemeluknya untuk menjaga Silaturrahim dengan sesama muslim lainnya. Dan itu memang sangat dianjurkan sekali,. Karena dengan silaturrahim itulah semoga Allah SWT memperpanjang usia kita. Menambah atau memperluas rezeki dan diberikan keberkahan dan keselamatan bagi kita semuanya. Aminnnnnnnnn
BalasHapusamin-amin yaa rabbal alamin, terima kasih mas
Hapushiksss... !jdi terharu baca ttg pertemuan mak yuni dgn kk'y,btw... sy juga yakin setiap apapun yg kita sedekahkn pasti mendatangkn rezeki bagi kita,entah harta,kesehatan atau yg lain'y.smg sukses GA'y ya mak...:)
BalasHapusSilahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...