Tak terasa usia pernikahanku telah menapaki tangga
kesebelas. Itu artinya sebelas tahun sudah aku berjuang demi tetap kokohnya
pondasi rumah tanggaku. Tentunya banyak kerikil terjal yang harus kulalui
bersama suami demi memperjuangkan kehidupan yang lebih baik. Tak mudah untuk menyatukan dua hati yang berbeda, namun inilah yang harus kami lakukan.
Masih jelas dalam ingatanku ketika pertama kali mengenal
lelaki yang kini menjadi suamiku. Bukan lantaran kami telah lama berkenalan dan
menjalin hubungan, bukan pula karena kebetulan. Namun perjumpaan kami karena
sebuah perjodohan. Sebuah kesepakatan antar orang tua yang akhirnya membuat
kami saling kenal.
Rasanya ingin tertawa mengingat perkenalan kami yang
singkat. Lelaki itu datang ke rumah diantar orang tuanya, seminggu setelahnya
aku diikat dalam sebuah pertunangan. Dan keesokan harinya dia pergi
meninggalkanku untuk kembali ke tempat tugasnya di Papua. Sementara aku sendiri
menjalani hari-hariku sebagai karyawan di perusahaan swasta yang terletak di
Surabaya.
Enam bulan kemudian kami resmi bersanding menjadi sepasang
suami istri. Meski banyak gurauan tentang aku, yang menganggap aku perempuan
yang tidak pandai mencari pendamping, atau bahkan menganggap kisah kami ibarat
kisah Siti Nurbaya dan Datuk Maringgih, namun hanya sujud syukurlah yang
senantiasa kupanjatkan kepada Allah swt.
Nikmat itu datang silih berganti menyapaku. Begitu mudahnya
aku menemukan jodoh setelah dua kali gagal menjalani hubungan. Meski melalui
sebuah perjodohan, namun aku yakin itulah jalan yang Allah pilihkan untukku. Bahkan
menjelang pernikahan kamipun, tak banyak yang harus kupersiapkan. Padahal aku
banyak mendengar cerita dari sahabat dan kerabat, menikah dengan anggota TNI
harus kuat mental, karena banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi. Nyatanya
aku tak harus melakukan ini dan itu, tiba-tiba pesta pernikahan itu didepan
mata.
Menikah adalah menyatukan perbedaan, disinilah
kehidupan baru dimulai. Selesai pesta pernikahan di kampung halaman, aku siap
berbakti kepada suami. Untuk itulah kemanapun dia bertugas aku selalu
mendampinginya. Bukan berarti awal pernikahan kami berjalan dengan mulus. Namun
kami harus mengenal satu sama lain. Ibaratnya kami menjalani masa pacaran pada
masa-masa itu. Tak mudah memang menyatukan dua hati yang berbeda. Apalagi hampir
dua tahun lamanya kami belum juga dikarunia keturunan.
Berbagai usaha kami lakukan, mulai dari dukun pijat, obat alternatif,
sampai gonta-ganti dokter kandungan. Setelah dua tahun usaha kami, akhirnya
anak yang kami tunggu-tunggupun lahir. Dari sinilah aku mulai menyadari, bahwa
Allah memang memberikan kesempatan kepada kami untuk saling mengenal selama dua
tahun itu, sebelum kami disibukkan dengan urusan merawat bayi.
Yah…ternyata nikmat Allah begitu indah untukku. Suami yang
kudapatkan lewat perjodohan ternyata memberiku banyak pelajaran hidup. Meski dia
seorang anggota TNI, namun jauh dari sifat kasar. Tutur katanya yang halus dan
lembut, bahkan kadang suka malu, tak jarang membuatku merasa tersindir sebagai
seorang perempuan. Justru aku yang kadang suka emosi dan lepas kendali.
Bukan hanya itu, dia termasuk suami yang tanggap. Untuk urusan
dapur, aku tak pernah dituntut untuk menyelesaikan semuanya dalam sehari. Bila aku
terlihat capek, iapun tak segan membantuku. Mencuci, menyapu, setrika,
memandikan anak atau memasak, semua pernah ia lakukan agar pekerjaan rumah
tangga kami beres.
Dia juga terbuka untuk urusan keuangan. Berapapun penghasilan
yang ia terima, selalu ditunjukkan dan diberikan padaku. Bahkan ketika dia
mendapat uang tambahan, entah dari rekanan atau mitra kerja, aku mengetahui
semuanya. Tak jarang permasalahan yang menderanya, entah itu permasalahan di
kantor atau permasalahan dengan rekan kerjanya, selalu didiskusikan denganku. Bukan
bermaksud menambah berat bebanku, namun mencoba sharing dan mencari jalan
keluarnya bersamaku.
Bahkan, kami juga saling mengingatkan dalam berbagai hal,
terutama dalam urusan agama. Sekiranya ada salah satu dari kami yang sedikit
menyimpang, buru-buru salah satu dari kami untuk mengingatkan. Sama sekali tak
ada rasa marah, kecewa atau dongkol bila diingatkan, karena itu sudah menjadi
komitmen kami.
Sementara untuk urusan anak menjadi tanggung jawab kami
berdua. Anak adalah amanah yang harus kami jaga, rawat dan didik
sebaik-baiknya. Untuk itulah aku dan suami berusaha membuat anak semata wayang
kami menjadi anak yang beriman, berilmu, berakhlak mulia dan mandiri. Inilah yang
mendasari suamiku untuk tidak menyewa baby sitter atau pembantu rumah tangga. Semua
yang berhubungan dengan keluarga dan pekerjaan rumah tangga, kami kerjakan
secara bergantian. Siapa saja yang mempunyai waktu senggang, dialah yang
mengerjakan. Sejauh ini kami bisa mengatasinya, karena kami tidak ingin privasi
keluarga kami diketahui orang lain.
Yah…mungkin kehidupan keluarga kami masih jauh dari kata “harmonis”,
namun aku dan suami selalu berusaha agar keluarga kecil yang telah kami bina
selama sebelas tahun ini terus langgeng sampai maut menjemput. Untuk itulah aku
selalu menerapkan kiat-kiat dibawah ini demi mempertahankan ikatan suci pernikahan kami,
diantaranya:
- Aku dan suami menikah karena perjodohan, dengan harapan ingin berbakti kepada orang tua. Dengan demikian kami selalu berupaya membahagiakan kedua orang tua dengan tidak menodai tali suci pernikahan kami dengan hal-hal yang kurang baik. Setiap permasalahan yang ada selalu kami selesaikan dengan kepala dingin dan lekas kami temukan solusinya. Menodai pernikahan sama halnya mengecewakan orang tua, sungguh kami tidak menginginkannya.
- Meluruskan niat bahwa menikah semata-mata hanya karena Allah. Menikah itu adalah ibadah, untuk itu pedoman atau pondasi yang kuat untuk memperkokoh tali pernikahan adalah agama. Dari sinilah kami terus mengupayakan keberkahan pernikahan kami.
- Kami selalu terbuka dalam berbagai hal, baik itu urusan keuangan maupun urusan lain, sehingga tak ada rasa curiga atau buruk sangka. Yang ada kami saling percaya dan saling menghormati.
- Setiap permasalahan yang ada selalu kami utarakan. Ketika aku mempunyai masalah dengan tetangga atau ketika suami ada masalah dengan pekerjaan kantornya, selalu kami jadikan sebagai bahan pembicaraan, setelahnya kami cari solusi terbaiknya. Disinilah kami selalu saring dan carrying.
- Kami bebas melakukan apa saja, dalam artian ketika aku ingin pergi ke suatu tempat tanpa suami, demikian sebaliknya, masing-masing saling mengetahui. Bukan berarti bebas sebebas-bebasnya, namun aku dan suami sama-sama tahu tujuannya dan saling memonitor.
- Kami selalu menyediakan quality time bersama keluarga, terutama untuk membuat anak kami nyaman berada didekat kami. Walau hanya sekedar minum teh di teras rumah, atau cuma jalan-jalan di malam minggu. Dengan tujuan agar kami bisa refresh sejenak dari hingar bingar penatnya pekerjaan.
- Kami berupaya mendidik anak semaksimal mungkin, bahkan membekalinya dasar-dasar agama dan ilmu pengetahuan yang kuat, dengan harapan agar tidak terpengaruh dengan lingkungan buruk. Karena salah mendidik anak berakibat kurang harmonisnya hubungan keluarga.
- Menyingkirkan jauh-jauh kata “perceraian” atau “perselingkuhan”. Yang ada dalam benak kami adalah ingin membahagiakan orang tua dan anak buah cinta kami. Untuk itulah apapun yang terjadi dalam keluarga, kami segera menyelesaikannya dengan kepala dingin. Bahkan kami berusaha menutup rapat-rapat dua kata diatas dengan pondasi keimanan yang kuat.
10 Komentar
baarokalloh mbk^^
BalasHapusSelamat mba..keterbukaan dan komunikasi yg baik, itu yg msh harus saya banyak pelajari:) makasih share nya..
BalasHapusOrang bilang "Menikah itu bukan saja untuk menyatukan dua pikiran yang berbeda, tetapi bagaiman agar dua pikiran yang berbeda beda itu bisa berpikir bersama sama". Ini kata orang loh :))
BalasHapuswah sudah sebelas tahun berarti 2x lipat usia pernikahan saya
BalasHapussemoga rumah tangga mba sellu harmonis, bahagia dan samara. amiin :)
Semoga rahmat dan barrakah dari Allah selalu meliputi keluarga mak Yuni...perbedaan bs menyatukan bila dilandasi dg kesadaran bahwa tdk ada manusia yg sempurna , saling mengisi dan melengkapi ya mak...Sukses GA-nya...
BalasHapusmenikah itu ternyata nikmat ya
BalasHapusIhiiiiy co cuit. Semoga langgeng mak :D
BalasHapusBerarti perjodohannya sukses nih ya, Mba. :D
BalasHapusTerima kasih sharingnya ya,mbak...smoga pernikahannya langgeng. Aamiin.
BalasHapusSilakan ditunggu pengumuman pemenangnya ya...;-)
kalo segala sesuatu niat karena Allah, maka semua akan terasa indah ya mak...
BalasHapusSelamat mak... GA ini jadi salah satu pemenang :)
Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...