Jujur dari dulu aku senang bersekolah. Bahkan almarhum ayah
selalu menuntunku menjadi murid berprestasi di sekolah. Meski beliau tidak
pilih-pilih sekolah, namun selalu ada semangat untuk terus maju disetiap
jenjang sekolah yang kududuki.
Bersyukur aku bisa menjadi bagian dari sekolah impianku. Walau
pada awalnya ayah menyekolahkanku di sekolah yang dekat dengan rumah. Rupanya dari
situlah semangatku makin terpacu. Setiap kenaikan kelas aku selalu mendapatkan
juara, meski tidak selamanya menjadi juara 1. Bahkan menjadi sebuah kebanggaan
bagiku ketika aku dapat memenangkan berbagai perlombaan di sekolah, seperti
menang lomba mengarang bahasa Indonesia, lomba mengarang agama Islam, lomba
bidang studi, lomba paduan suara dan menang lomba cerdas cermat P4.
Semua itu tak lepas dari andil orang tuaku yang begitu
besar, serta para guru yang tanpa pamrih terus membimbingku. Aku masih ingat,
meski SDku terletak di kampung, namun semangat guru-guruku demi meningkatkan
prestasi murid-muridnya sangat luar biasa. Mereka rela memberikan pelajaran
tambahan beberapa jam setelah pulang sekolah atau pada sore harinya tanpa
dipungut biaya sepeserpun. Dan hasilnya memang memuaskan. Aku dan beberapa
temanku berhasil melanjutkan ke sekolah favorit yang sekaligus menjadi sekolah
impian kami.
Demikian halnya ketika aku memasuki bangku SMP. Para guru begitu
semangatnya mengajar kami, bila ada yang kurang mengerti, dengan penuh
kesabaran beliau ulangi satu persatu materi yang belum kami pahami. Dan aku
bersyukur, setiap jenjang yang kulalui, selalu mendapatkan hasil yang
memuaskan, meski tidak pernah menjadi juara umum, setidaknya masih menduduki
juara kelas. Bahkan, aku pernah memenangkan lomba cerdas cermat P4 hingga tingkat
propinsi. Semua itu tak lain berkat kerja keras guru PMP (Pendidikan Moral
Pancasila) waktu itu.
Setamat dari SMP, ternyata aku bisa kembali melanjutkan ke
sekolah favorit, sekolah yang menjadi dambaan masyarakat Blitar, sekolah yang
berhasil meluluskan putra-putra terbaiknya, seperti Wapres Budiono. Dan sekolah
inilah yang menjadi sekolah impianku, SMA Negeri 1 Blitar. Tiga tahun aku
menempuh pendidikan disitu, membuatku makin kaya pengetahuan. Meski tak banyak
prestasi yang kuraih, namun dari sinilah aku banyak mendapatkan bimbingan dari
para guru yang berpengalaman.
jaman SMA |
Hingga akhirnya jenjang kuliahpun mulai kutapaki. Sejak lama
aku ingin berkuliah di Universitas Brawijaya Malang. Tapi sayang, aku tidak
lolos UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Bisa jadi jurusan yang
kuambil terlalu tinggi gradenya. Namun aku tidak patah arang. Setelah pengumuman
UMPTN, aku mencoba mengikuti tes masuk Diploma di Unibraw. Ternyata akupun
berhasil menjadi mahasiswa D1-Pemrograman Komputer Unibraw.
D1- Pemrograman Komputer |
Setelah setahun menyelesaikan kuliah di pemrograman komputer,
akupun melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, masih di lingkup Unibraw. Aku mencoba
mengikuti tes di Politeknik jurusan Administrasi Niaga. Alhamdulillah lulus. Selama
tiga tahun kuikuti perkuliahan dengan sungguh-sungguh, hingga akhirnya predikat
cumlaudepun kudapatkan, bahkan aku pernah mendapatkan beasiswa supersemar
selama setahun.
Poltek AN- Unibraw |
Belum puas dengan gelar “Amd”, akupun melanjutkan kuliah ke
Fakultas Ilmu Administrasi. Jurusan Administrasi Niaga Unibraw. Selama dua
tahun kutempuh masa perkuliahan dengan hasil yang kembali cumlaude, sehingga
gelar “Sarjana” itu kuraih dengan IPK 3,68. Aku sangat bersyukur dengan
pencapaianku. Artinya kerja kerasku selama itu membuahkan hasil, dan setelahnya
aku langsung diterima di perusahaan swasta.
Dari tiga kali masa perkuliahan yang kuikuti, aku lebih
nyaman ketika berkuliah di Politeknik. Harapan para Dekan nantinya setelah
lulus dari Poltek, mahasiswanya akan siap ditempatkan di wilayah kerja sesuai
bidangnya masing-masing. Makanya sistem perkuliahannya menggunakan sistem paket
dengan mengambil model mirip jenjang sekolah. Waktu kuliah selama 6 hari, dari
Senin sampai Sabtu. Mulai jam 7 pagi hingga jam 2 siang, dengan jumlah
mahasiswa yang terbatas di tiap-tiap kelas, maksimal 21 orang. Tentunya hal ini
membuat masing-masing mahasiswa semakin memahami materi yang diberikan dosen.
Berbeda dengan sistem perkuliahan di universitas yang
menggunakan sistem SKS. Bagiku perkuliahan semacam ini tidak efektif. Waktu kuliah
tergantung mata kuliah yang diambil mahasiswa. Bahkan jumlah mahasiswa yang
mengikuti perkuliahanpun jumlahnya bisa mencapai ratusan. Tentunya bisa
dibayangkan bagaimana ramainya suasana perkuliahan dengan jumlah mahasiswa yang
banyak. Jelas tidak semua mahasiswa bisa mengerti materi kuliah yang
diterangkan dosen.
Lalu bagaimana sistem pendidikan di Indonesia saat ini? Sudahkah
maju? Atau bahkan mengalami kemunduran? Mari kita flashback, kembali ke jamanku
kecil dulu. Dulu setiap prestasi yang kuraih, kuupayakan semaksimal mungkin
tanpa bantuan guru les. Hanya orang tua dan bapak-ibu guru yang membimbingku. Namun
saat ini dimana tempat les makin menjamur, dan hanya anak-anak yang mengikuti
les diluar sekolah yang mampu berprestasi. Lantas bagaimana peran serta orang
tua dan gurunya?
Ironisnya, semakin hari kredibilitas sekolah negeri semakin
tenggelam, digantikan dengan sekolah swasta yang berbayar dengan fasilitas
lengkap. Bahkan ada yang beranggapan “negeri kok minta lebih”. Seolah terkesan
uanglah yang bisa mencerdaskan anak. Lalu bagaimana nasib anak-anak kurang
mampu yang butuh pendidikan? Bukankah pendidikan itu wajib hukumnya dan sudah
diatur dalam UUD 1945 sejak dulu? Padahal jaman dulu sekolah negeri selalu
diburu para orang tua karena kualitasnya.
Lalu bagaimana sekolah impian menurutku?
Kalau menurutku sekolah impian itu harus dimulai sejak usia
masuk sekolah agar nantinya anak mampu melanjutkan ke sekolah impian
selanjutnya, dengan gambaran seperti ini:
- Memberikan materi pelajaran sesuai usia anak, dan jangan memaksakan materi yang kurang mampu dikuasai. Artinya kurikulum yang berlaku disesuaikan dengan jenjang pendidikan, sehingga anak tidak bosan bersekolah.
- Orang tua dan guru sama-sama berperan membimbing anak, jangan sampai lepas tangan, kalau bisa terus memberikan semangat.
- Upayakan fasilitas sekolah memadai, termasuk ruang kelas dan buku-buku penunjangnya. Sebaiknya ada interaksi aktif antara pihak sekolah dengan orang tua murid untuk membicarakan kebutuhan di sekolah.
- Sekolah jangan sampai mengutamakan profit atau keuntungan saja, dimana sekolah negeri yang gratis, maka guru pelit berbagi ilmu, sedang sekolah berbayar terus bersemangat meningkatkan mutu dan kualitas sekolahnya. Harus mempunyai tujuan yang sama ditiap-tiap sekolah, yaitu mencerdaskan anak bangsa dengan mengenyampingkan kepentingan pribadi.
- Mengadakan evaluasi berkala tentang kemampuan dan prestasi anak, artinya wali kelas menjaga hubungan baik dengan wali murid untuk membicarakan keadaan murid dikelasnya.
- Jumlah murid tiap kelas jangan sampai melebihi 30 murid, dengan harapan memudahkan penilaian kemampuan tiap-tiap murid.
- Guna memacu prestasi belajar tiap sekolah, sebaiknya diadakan lomba prestasi murid antar sekolah, agar guru dan murid sama-sama terpacu meningkatkan prestasinya.
"Give Away Sekolah Impian"
11 Komentar
Salut luar biasa dengan artikel ini. Pendidikan yang berkualitas sebaiknya juga dibarengi dengan pendidikan karakter atau national buildingnya juga harus baik. Sebab pendidikan tinggi tanpa diisi dengan watak dan karakter yang baik mungkin akan menghasilkan generasi yang mudah ambruk dan tergoda oleh jaman
BalasHapusBener banget mas, sayangnya banyak sekolah yang kurang mengajarkan karakter dan kepribadian sehingga tawuran antar pelajar masih sering dijumpai
HapusBener juga ya mbak kalo kita flashback ke belakang, gak ada tuh yang namanya les-lesan segala atau PM (pendalaman materi). Bahkan ketika menjelang ujian juga saya mah biasa-biasa aja tapi berbeda dengan sekarang ketika mau ujian atau UN, banyak hal yang dipersiapkan para orang tua maupun siswanya mulai dari ikut latihan tes pelajaran sampe hal-hal yang berbau mistik aja kerap dilakukan ketika akan menghadapai ujian.
BalasHapusya jaman sekarang, ketika anak akan menghadapi ujian, malah orang tuanya yang sibuk, ketika anak ada tugas eee malah orang tuanya yang membuatkan. MEmang tidak ada salahnya orang tua berperan tapi bukan memanjakan, sebaiknya orang tua tetap membuat anak-anaknya mandiri alias mampu dengan caranya sendiri.
Hapusmbak yuni yang mana tuh di foto dgn teman2 kuliah
BalasHapushayo yang mana mbak hehehe...tebak-tebakan yuk
HapusPaling asyik memang kalau mengenang jaman kita kecil hingga remaja di saat usia sekarang yo mak ;)
BalasHapusjaman kecil dulu menjadi memori yang tak terlupakan mak......akan dikenang selamanya hehehe....
HapusAku malah jd sibuk ngeliatin fotonya cari2 mbak yuni yg mana ya hihihi....
BalasHapusSukses ngontesnya mbak ;)
nah gak tahu kan mana saya hehehe.....emang beda, dulu tak berjilbab sekarang berjilbab ...ayo main tebak-tebakan hehehe
Hapuswaah... senangnya bisa masuk sekolah2 favorit ya... :)
BalasHapusSilahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...