Ibu….entah sampai kapan airmataku enggan mengalir bila
mengingat kebersamaan itu. Terlalu banyak kenangan yang tertoreh sepanjang
perjalanan ini. Tentang kenakalanku, manjaku, sifat egoisku atau bahkan
bandelku yang membuat ibu harus mengalah dan berjuang demi aku. Ah, airmata ini
selalu saja mewakili rasa bersalahku, meski tak pernah sedikitpun beliau
menyalahkanku.
Andai harus memilih bidadari-bidadari yang terbang di
angkasa, aku lebih memilih ibu sebagai bidadari kehidupanku. Tanpa beliau mungkin
aku tak bisa seperti ini. Ibu yang membuatku sukses menempuh pendidikan dan mendapatkan
pekerjaan, bahkan beliaulah yang mempertemukan aku dengan lelaki yang kini jadi
ayah anakku.
Masih jelas teringat hari-hari yang penuh perjuangan bersama
ibu. Beliau yang hanya seorang ibu rumah tangga, tiba-tiba harus menerima
kenyataan menjadi janda disaat usiaku belum genap 17 tahun. Ayah meninggal karena sakit. Inilah takdir,
manusia hanya bisa berencana namun Allah jualah yang berkehendak. Tetapi ibu
bukanlah wanita lemah. Beliau selalu tegar menghadapi segala problematika
kehidupan.
Sepeninggal ayah, ibu terus menyemangatiku untuk melanjutkan
pendidikan. Beliau terus berjuang dengan caranya sendiri, mulai dari menjualkan
kue kering buatan temannya, membuka warung kelontong di rumah, berjualan sepeda
bekas, bahkan merelakan beberapa kamar di rumahku sebagai tempat kos anak-anak
sekolah.
Entah setan apa yang merasukiku saat itu, hingga sifat
egoisku mengalahkan rasa iba terhadap kerja keras ibu. Aku terlalu menurutkan
hawa nafsu, mengikuti tingkah polah teman-temanku. Aku yang merengek minta
sepeda motor baru, padahal dengan sepeda gayungpun aku bisa sampai ke sekolah.
Atau aku yang terus menghiba minta uang demi bisa mengikuti teman-temanku pergi
ke Malang atau Bandung.
Ah, kenangan itu membuat rasa bersalahku semakin membuncah. Aku
masih ingat, ibu dengan segala upayanya menuruti setiap permintaanku. Sedikitpun
tak pernah terlihat kesedihan di raut wajahnya. Meski toh akhirnya aku tahu,
demi memenuhi permintaanku beliau terpaksa berhutang kepada temannya.
Hati Ibu Seluas
Samudera
Hati ibu memang seluas samudera. Akupun baru menyadari
setelah menjadi ibu, mempunyai anak dan tinggal berjauhan dengan beliau. Kenangan-kenangan
itu menyadarkanku begitu peliknya perjuangan seorang ibu.
Dari dulu sampai sekarangpun Ibu masih tetaplah sang
bidadari, yang selalu ingin mendampingiku, yang selalu ingin memanjakanku, yang
selalu memenuhi semua keinginanku. Bahagianya ibu ketika melihat anaknya
bahagia. Air mata ibu ketika melihat anaknya sedih. Ibu merasa kenyang ketika
melihat anaknya kenyang, bahkan rasa laparpun tak dihiraukan demi anaknya.
Aku masih ingat ketika ibu harus meninggalkan rumah demi
menghadiri arisan, pertemuan atau rapat. Sepulang dari acara selalu oleh-oleh
yang dibawanya. Beliau tidak tega menghabiskan hidangan atau snack di tempat
rapat, yang teringat hanyalah anaknya di rumah. Jadilah hidangan itu dibawa
pulang dan diberikannya kepadaku. Bahkan, ketika ibu membelikanku sebungkus
sate ayam tepat di ulangtahunku yang ke-17, beliau rela memakan bumbunya saja. Oh,
sungguh berdosanya diriku.
Aku selalu menjadi puteri di mata ibu. Masih lekat dalam
ingatan ini ketika aku melanjutkan kuliah ke Malang. Setiap minggu kusempatkan
diri untuk pulang ke rumah. Ibupun begitu meriahnya menyambut kepulanganku. Ada
air hangat untuk mandi, ada makanan dan minuman kesukaanku, ada juga barang
baru yang dibelikan khusus untukku.
Bahkan, untuk kembali ke Malang, dengan setianya beliau
mengantarkanku ke stasiun di pagi buta, meski dengan jalan kaki. Hal inipun
terulang kembali disaat aku sudah menjadi karyawan sebuah perusahaan di
Surabaya. Ibu selalu setia mengantarkanku sampai tempat pemberhentian bus. Beliau
menungguku sampai bus yang membawaku berlalu dari hadapan ibu.
Ibu memang bidadari kehidupanku. Sampai kapanpun beliau
tetap menyayangiku. Bahkan sampai aku menikah dan mempunyai anak. Rasa sayang
beliau terhadap suami dan anakku sama seperti rasa sayangnya terhadapku. Meski beliau
baru mengenal anakku diusianya yang keenam tahun, namun ikatan batin antara
nenek dan cucu sangat kuat.
Pernah aku kembali tinggal serumah dengan ibu dan anakku
disaat suamiku menempuh sebuah pendidikan. Beliaulah yang telaten merawat dan
mengasuh anakku. Bahkan rasa sayangnya melebihi rasa sayangku pada anakku. Ibu bahkan
memperlakukan anakku sama seperti aku waktu kecil. Beliau yang selalu melayaninya,
memenuhi permintaannya atau merelakan waktunya menemani anakku bermain.
Tak jarang ketika ibu mendapatkan rejeki selalu membaginya
denganku, meski aku sudah menolaknya. Tentang senyum itu, sampai saat ini ibu
selalu menyimpan rapat-rapat kesedihannya. Beliau selalu menunjukkan senyum
manisnya dihadapanku. Walau kadang aku ingin sekali waktu menjadi teman curhatnya.
Namun sekali lagi, ibu tak pernah mengumbar rasa sedihnya kepada orang lain,
meski dengan anaknya sendiri.
Kini jarak itu memisahkan aku dan ibu. Aku memang tidak
ingin membebani pikiran ibu dengan kenakalan anakku. Aku ingin beliau menikmati
masa tuanya dengan kebahagiaan. Namun, ketika ibu tidak ada didekatku, rasa
kehilangan dan kesepian itu makin besar kurasakan.
Kadang, airmataku tanpa sengaja mengalir sendiri, mengingat
kerja keras ibu yang sampai sekarang masih dilakukan. Beliau dengan sepeda
gayungnya harus berulangkali mengambil beras di toko langganannya, atau kadang
beliau harus mengalahkan ketakutannya menyeberang jalanan yang padat kendaraan
demi mengisi bahan-bahan di toko kecilnya. Oh, andai saja aku punya uang, pasti
tak kubiarkan beliau bekerja keras di masa tuanya.
Tapi…sekali lagi ibu bukanlah wanita lemah, yang hanya bisa
menengadahkan tangan. Selama beliau masih kuat, usaha apapun akan beliau
lakukan. Ibu selalu sabar menghadapi kerasnya hidup. Beliau selalu mensyukuri
nikmat yang Allah berikan, seberapapun besarnya. Ibu memang sosok yang berhati
mulia, cintanya kepada almarhum ayah membuat beliau ikhlas menutup hatinya untuk
lelaki lain. Beliau bahkan lebih memilih cintanya kepada Allah dan kepada
anak-anaknya. Samudera itu terbentang luas dihati ibu.
Oh, ingin rasanya aku mendekap erat tubuh ibu. Senyum indah
beliau selalu terbayang di pelupuk mataku. Ingin sekali aku pulang ke rumah,
bersimpuh dihadapannya sambil memohon ampun atas segala salahku. Semoga di hari
ibu nanti, yang bertepatan dengan hari kelahiran ibu, aku bisa memberikan kado spesial
untuknya. Pintaku hanya satu, semoga Allah memberikan kesehatan, kekuatan dan
kebahagian untuk ibu….amin.
27 Komentar
dari kemarin airmataku mengalir deras membaca kontes ini,baru mau bikin naskah saja udah mewek terus bu,,semoga Ibu-ibu kita selalu mendapat rahmat oleh Allah.
BalasHapusKebersamaan dengan ibu selalu menyisakan tangis, karena begitu besar cinta ibu kepada anaknya, amin terima kasih bu
Hapusjadi kangen Mama. Pengen pulang kampung jadinya :(
BalasHapussemoga Allah selalu memberi kebahagiaan untuk Ibu-ibu kita. Aamiin
Amin yra, terima kasih bu
HapusTerima kasih atas partisipasi sahabat dalam Kontes Unggulan : Hati Ibu Seluas Samudera
BalasHapusSegera didaftar
Salam hangat dari Surabaya
Terima kasih Pakde
HapusMbak kuliah di malang? saya jugaaa....hehe
BalasHapusbtw, sepede gayung itu yg spt apa ya mbak?
Iya mbak di UB. Hehehe kebiasaan bahasa Bali, sepeda gayung itu sepeda kayuh mbak
HapusIbuk sering bilang, nanti kalau kamu sudah jadi ibu dari anak-anakmu juga ngerti kenapa ibu melarang ini dan itu. Dan benar ya mbak?
BalasHapusya bener banget, ternyata dulu ibu melarang kita memang ada alasannya, sayang kita masih terlalu kecil untuk memahaminya mak
HapusIbu memang tiada duanya...selalu siap buat anaknya
BalasHapusbener banget mak, ibu memang tiada duanya
BalasHapushuwa selalu dimanjain ibu ya mbak, senangnya... banyak pelajaran yang bisa saya ambil. terimakasih mbak :) aamiin untuk doa kepada ibunya.
BalasHapusjangan mewek ya biar aku aja yang mewek huahuahua.......btw terima kasih atas doa dan ucapannya mbak
Hapushiks.... Ibu memang bidadari kehiduoan, ya mbak yuni
BalasHapusseorang ibu memang diharuskan tegar menghadapi kenyataan bahwa belahan hatinya harus lebih dahulu tiada. Seperti ibu saya, yg ditinggalkan ayah saya, ketika anak2nya masih kecil2
BalasHapusibu emang bidadari di dunia dan juga salah satu harta yang tak bisa digantikan..
BalasHapusi love u mom.. T_T
saya bisa sampai sekarang.. karena semua itu doa dari seorang ibu.. Ibu memang bidadari kehidupanku ^_^
BalasHapusibu.... Bidadari..dunia,..yang ketika kita berbakti padanya...kita pun dapat menjadi bidadari surga...karenanya...
BalasHapusbetul tu sis :D
HapusIbuku sama, selalu mendahulukan anaknya. Dalam hal makanan juga. Bahkan mening anaknya dulu yang makan, beliau belakangan. Ibu ngga ada habis ya kebaikannya dibahas.
BalasHapushttp://nahlatulazhar-penuliscinta.blogspot.com/2014/11/mama-rahasia-di-bali-kediaman.html
Semoga ibu selalu diberikan kesehatan ya Mba Yuni. Sungguh ibu kita itu memang tiada tandingannya.
BalasHapusSelamat yah sudah terpilih atas kontesnya pak abdul cholik.
BalasHapusSahatago
Salam hangat tanpa gosong
Dari: Yogyakarta
minta foto sepeda gayung dong gan :D
BalasHapusmemang tidak heran disebut surga dibawah telapak kaki ibu
BalasHapusibu memang tempatnya surga ya.....pokonya taat kepada orang tua
BalasHapusalhamdulillah ibu saya masih ada, jadi bisa berbakti penuh
BalasHapusSilahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...