Hari ini entah mengapa rasanya aku ingin berteriak kencang. Mendapati sebuah keadaan yang benar-benar membuat rasaku campur aduk. Bukan karena ketidaknyamananku dalam keluarga. Sesungguhnya keluargaku baik-baik saja, tak ada celah sedikitpun yang membuatku jadi begini.
Hmm...ini hanyalah coretan hatiku, yang tak perlu dimaknai terlalu dalam. Aku menulisnya juga lantaran ingin membuat jiwaku tenang. Baiklah...hal yang mengusikku beberapa hari belakangan ini adalah kehadiran sapi liar yang ibarat siluman. Dia datang disaat tidak ada mata yang melihatnya. Ironisnya dia pergi selalu meninggalkan jejak berupa kotoran sapi yang tergeletak tepat di depan rumah.
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Setiap hari sapi-sapi itu selalu berulah. Andai kutahu kedatangannya pasti eksekusipun kulakukan. Sayang, dia sapi cerdik. Harusnya aku tak terlalu menyalahkan sapi, karena ia hanyalah binatang yang dilepas pemiliknya untuk mencari makan sekenanya. Yang harus disalahkan adalah pemiliknya, tak pernah mengurus piaraannya dan dibiarkan mengganggu kenyamanan warga sekitar.
Herannya tak ada yang mau mengaku sebagai pemilik sapi. Semua saling lempar. Inilah yang kadang membuatku jadi geram. Andai sapi itu tidak berulah mungkin aku tidak mempermasalahkan. Sudah meninggalkan kotoran, mengorek-ngorek tong sampah, menghabiskan tanaman pula.
Harusnya aku kasihan pada sapi itu. Ibarat seorang anak, ia dibiarkan hidup sendiri, mencari makan sendiri dan mengurus dirinya sendiri. Sayang dia hanya binatang yang tak mengerti bahasa manusia.
Dan yang tak kalah menjengkelkannya adalah kehadiran pencari enceng gondok yang sering mangkal di depan rumah. Aku tak pernah mempermasalahkan kehadirannya bila ia baik-baik saja. Tapi kelakuannya itu yang membuatku menghela nafas. Di alam terbuka, di depan deretan rumah-rumah dan mungkin sesekali ada orang lalu lalang, dia berani menanggalkan bajunya tanpa rasa malu. Astaghfirullah.
Beberapa hari ini bayang mataku selalu dipenuhi oleh sampah yang mengganjal dan sulit terhapus. Setiap kubuka pintu rumahku, semua seakan berkelebat, kotoran sapi dan pemandangan orang pencari enceng gondok minim busana. Harusnya mataku tak boleh melihatnya, tapi entah mengapa aku tiba-tiba melihatnya.
Astaghfirullahaladzim...Ya Allah jagalah mataku, jauhkanlah aku dari pemandangan yang tidak seharusnya ingin kulihat. Aku benar-benar ingin menutup mata untuk dua hal ini, karena inilah yang membuatku merasa geram di pagi ini.
Maaf hanya asal posting####
Hmm...ini hanyalah coretan hatiku, yang tak perlu dimaknai terlalu dalam. Aku menulisnya juga lantaran ingin membuat jiwaku tenang. Baiklah...hal yang mengusikku beberapa hari belakangan ini adalah kehadiran sapi liar yang ibarat siluman. Dia datang disaat tidak ada mata yang melihatnya. Ironisnya dia pergi selalu meninggalkan jejak berupa kotoran sapi yang tergeletak tepat di depan rumah.
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Setiap hari sapi-sapi itu selalu berulah. Andai kutahu kedatangannya pasti eksekusipun kulakukan. Sayang, dia sapi cerdik. Harusnya aku tak terlalu menyalahkan sapi, karena ia hanyalah binatang yang dilepas pemiliknya untuk mencari makan sekenanya. Yang harus disalahkan adalah pemiliknya, tak pernah mengurus piaraannya dan dibiarkan mengganggu kenyamanan warga sekitar.
Herannya tak ada yang mau mengaku sebagai pemilik sapi. Semua saling lempar. Inilah yang kadang membuatku jadi geram. Andai sapi itu tidak berulah mungkin aku tidak mempermasalahkan. Sudah meninggalkan kotoran, mengorek-ngorek tong sampah, menghabiskan tanaman pula.
Harusnya aku kasihan pada sapi itu. Ibarat seorang anak, ia dibiarkan hidup sendiri, mencari makan sendiri dan mengurus dirinya sendiri. Sayang dia hanya binatang yang tak mengerti bahasa manusia.
Dan yang tak kalah menjengkelkannya adalah kehadiran pencari enceng gondok yang sering mangkal di depan rumah. Aku tak pernah mempermasalahkan kehadirannya bila ia baik-baik saja. Tapi kelakuannya itu yang membuatku menghela nafas. Di alam terbuka, di depan deretan rumah-rumah dan mungkin sesekali ada orang lalu lalang, dia berani menanggalkan bajunya tanpa rasa malu. Astaghfirullah.
Beberapa hari ini bayang mataku selalu dipenuhi oleh sampah yang mengganjal dan sulit terhapus. Setiap kubuka pintu rumahku, semua seakan berkelebat, kotoran sapi dan pemandangan orang pencari enceng gondok minim busana. Harusnya mataku tak boleh melihatnya, tapi entah mengapa aku tiba-tiba melihatnya.
Astaghfirullahaladzim...Ya Allah jagalah mataku, jauhkanlah aku dari pemandangan yang tidak seharusnya ingin kulihat. Aku benar-benar ingin menutup mata untuk dua hal ini, karena inilah yang membuatku merasa geram di pagi ini.
Maaf hanya asal posting####
6 Komentar
Sabar Mak...hihihi...
BalasHapusWaduuuh...paling sebel deh kalo da kotoran binatang depan rumah..kalo saya seringnya kotoran kucing. kecil aja bauuu banget apalagi kotoran kerbau...semoga segera ada solusi mba
BalasHapusKalau di daerah saya sapi diikat di dalam kandang, jadi gak keluyuran ke mana-mana.
BalasHapusWaktu di Kuta gak ada sapi yang berkeliaran. Mungkin karena di desa kali ya, Mak.
BalasHapusinnallaha maashobirin.....he2, yang sabar ya mak....
BalasHapusassalamualaikum...
BalasHapussemoga hari ini tante Yuni baik baik saja, sehat dan bahagia
Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...