credit |
“Aku bersyukur bisa menikmati heningnya suasana, terlebih
bintang gemintang yang bertaburan di langit sana, membuatku makin mensyukuri
kebesaran Allah swt. Sebuah kejadian langka, yang hanya terjadi setahun sekali,
tentunya tak boleh kusia-siakan begitu saja.”
Mungkin Anda bertanya-tanya, kejadian macam apa yang tengah
kualami?
Ya...dua hari yang lalu bertepatan dengan hari raya Nyepi,
dimana seluruh umat Hindu dan warga yang bermukim di Bali harus menjalankan
tradisi gelap-gelapan. Tepat di tanggal 21 Maret 2015, Bali menjadi pulau yang
sepi, sunyi, tak ada aktivitas diluar rumah. Semuanya berkutat dengan
kegiatannya di dalam rumah. Entah apa yang mereka lakukan didalam rumah, yang
jelas suasana tampak lengang.
Seperti sudah menjadi tradisi bagi umat Hindu, ketika Nyepi
tiba, dari jam 6 pagi hingga jam 7 pagi pada keesokan harinya, mereka tidak
boleh menyalakan api, termasuk penerangan di rumah-rumah. Bahkan siaran tv pun
dimatikan dari pusat.
Ini adalah pengalaman keduaku menghabiskan Nyepi di Bali. Setelah
di tahun pertama aku harus bersusah payah mudik ke kampung halaman. Ternyata,
banyak pengalaman berharga yang kudapatkan selama menghabiskan waktu libur di
Bali. Memang ketika menjelang Nyepi, banyak warga pendatang yang terpaksa
menutup warung jualannya. Mereka memilih mudik ke kampung halaman ketimbang
harus menghadapi situasi yang gelap dan sepi selama hari raya Nyepi.
Sehari menjelang Nyepi aktivitas perekonomian di Bali
terlihat lumpuh. Warga pendatang yang notabene meramaikan pasar di Bali lebih
memilih pulang ke kampung halamannya. Namun meski demikian, masih ada
warung-warung yang tetap bertahan menjual dagangannya, karena mereka memilih
tetap di Bali ketimbang memutuskan untuk mudik. Tentunya faktor biayalah yang
menjadi ,penyebabnya.
Faktor inilah yang juga menjadi salah satu alasanku untuk
tetap berdiam diri di Bali disaat Nyepi tiba.
“Mbak, Nyepi gak mudik? Aku takut gelap gak kuat kalau harus
gelap-gelapan sehari semalam.”
Demikian tanya seorang sahabat. Mudik, mungkin terlihat
sepele bagi sebagian orang. Namun bagiku sangat ribet. Apalagi semua armada dan
harga tiket perjalanan seketika itu naik drastis. Sudah naik, penuh pula,
kadang kehabisan tiket. Jalan satu-satunya yang bisa ditempuh adalah naik
sepeda motor. Sudah sering kuceritakan bagaimana suka dukanya bersepeda motor
dari Bali ke Blitar. Jarak yang terbentang demikian panjangnya, belum lagi
cuaca yang tidak bersahabat. Apalagi perjalanan kami membawa serta anak. Tentunya
demi keamanan dan kenyamanan, bekal yang harus disiapkan adalah uang.
Dengan uang dapat digunakan untuk membeli makanan di jalan. Belum
lagi bila badan terasa capek atau tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Salah satu
alternatifnya adalah mencari penginapan. Ini hal yang sering kualami ketika di
perjalanan. Demikian halnya saat akan memasuki pulau dewata.
Saat Nyepi seluruh
akses menuju Bali ditutup total, baik penyeberangan maupun bandar udara.
Tentunya
sudah bisa dibayangkan betapa macetnya arus penyeberangan. Inilah yang kadang
membuatku jenuh untuk antri berlama-lama demi mendapatkan sebuah kapal ferry
yang bisa membawaku ke Bali. Belum hilang rasa penat di perjalanan, memasuki
rumahpun demikian halnya.
Begitu masuk rumah, yang terlintas dalam benakku
adalah bersih-bersih rumah dan segala isinya, termasuk mencuci seluruh baju dan
perlengkapan selama di perjalanan. Sudah terbayang bagaimana capeknya seluruh
badanku kalau aku harus ikut mudik demi menghindari gelapnya ketika Nyepi di
Bali.
Dengan alasan seperti itu akhirnya aku memilih berdiam diri
di Bali ketika Nyepi tiba. Toh listrik tidak ikut dipadamkan. Itu artinya aku
masih bisa mengerjakan aktifitas di dalam rumah. Sebagai bentuk penghormatanku
kepada umat Hindu, tentunya aku tidak menyalakan lampu-lampu diluar rumah. Bahkan
ketika membunyikan tape recorder pun volumenya kukecilkan. Ya...meski Nyepi
tiba aktifitasku masih tetap seperti hari-hari sebelumnya. Sedikitpun tak
membuatku merasa takut atau was-was dengan gelapnya malam hari.
Satu hal yang membuatku kembali bersemangat, heningnya
suasana saat Nyepi ternyata memulihkan staminaku yang selama sebulan ini makin
loyo. Terus terang dalam sebulan ini aku berhenti ngeblog, sama sekali tidak
menorehkan curahan hatiku kedalam blog-blog pribadiku. Bukan karena aku sudah
bosan untuk menulis. Namun ada berbagai hal yang membuatku tidak bisa mengungkapkan
ceritaku melalui tulisan.
“Buat apa bermain-main dengan perasaanmu sendiri, kamu
sendiri yang rugi. Jangan anggap sesuatu itu sebagai masalah, kalau kamu tidak
ingin sakit. Life must go on....kamu marah dengan lingkungan sekitarmu, namun sesuatu
yang membuatmu marah, ternyata tak pernah mempedulikanmu, siapa yang rugi? Kamu
sendiri kan?”
Kalimat yang pernah diutarakan temanku melalui BBM-nya
memang sempat menjadi tamparan bagiku. Namun sekali lagi, ucapan tidak bisa
disamakan dengan kenyataan yang kualami. Memang sebulan ini satu persatu
masalah datang silih berganti. Bukan masalah berat. Namun sangat membuatku
tidak nyaman, bahkan malas melakukan apa-apa. Yang kubutuhkan saat itu hanya
ingin merefresh hati dan pikiran. Seluruh waktuku kugunakan untuk hal-hal yang
tidak jelas. Jalan ke mall, membeli ini itu, nyatanya tidak serta merta
membuatku nyaman.
Dan saat Nyepi, ketika semuanya larut dalam keheningan dan
kesunyian, akupun bisa merasakannya. Hati dan pikiranku menjadi benar-benar
fresh. Memang benar kata seorang sahabat, permasalahan yang sering muncul dalam
kehidupan kita merupakan salah satu ujian kenaikan kelas kehidupan. Mungkin Allah
tengah mengujiku. Hingga akhirnya ujian pun berakhir dengan sendirinya.
Kini, setelah Nyepi berlalu, satu persatu yang kuhadapi
lenyap. Aku berharap ini adalah awal kebangkitanku untuk kembali menulis,
karena aku tidak ingin kehilangan semangat untuk menorehkan ceritaku dalam
tulisan. Semoga tulisan pertamaku semenjak aku berhenti ngeblog sebulan yang
lalu, menjadi pemecut bagi diriku sendiri untuk bangkit mengejar ketinggalan. Aku
ingin meraih bintang di atas sana, tentunya dengan kerja kerasku yang tidak
ingin kupadamkan.
P.S. Untuk sobatku semuanya yang kebetulan berkomentar di blogku, maafkan aku ya yang tidak sempat BW kembali. Atau sobat-sobat blogger yang menginginkanku meramaikan GiveAway-nya ternyata tidak kuturuti, aku juga minta maaf. Atau bahkan sobat-sobat yang menunggu naskahku untuk sebuah buku antologi tapi tidak segera kukumpulkan. Semuanya aku minta maaf, bukan maksudku untuk meremehkannya, namun apa daya aku memang tak mampu untuk merangkai kata-kata. Insyaallah mulai detik ini aku akan mencoba lebih bersemangat kembali..........
10 Komentar
mbak berarti semuanya gelap ya disana, nggak ada yg pake listrik..spt lampu, ac, tv, kulkas, dll..atau gimana mbak? sorry oot
BalasHapusTerakhir saya ke Bali tahun 2011. Ada kegiatan di IALF Jalan Seetan Denpasar. Kalau sudah ceita BALI wah tidak akan ada habisnya. Sudah 10 kali saya trip ke Bali dari periode 2005-2011, rasanya masih ingin ke BALI lagi. Miss Bali so muchh
BalasHapussepi sekali pastinya ya mbak, aku belum pernah meraakan kesepian sebuah kota
BalasHapuskemarin waktu nyepi maunya nyepi di bali, Mbak Yuni
BalasHapustapi suami sedang sibuk2nya
pengennya tahun depan, insya Allah
aku 3 kali mengalami nyepi di Bali :)
pasti ramai menyepi dibali... aku juga belum pernah merasakan menyepi di bali
BalasHapusseperti apa ya rasanya menyepi dibali ?
BalasHapuskayaknya enak banget kak bisa nyepi d bali
HapusTernyata nyepi bisa bikin hati hepi ya :)
BalasHapusAlhamdulillah, nyepi membawa ketenraman juga untuk dirimu ya mba...
BalasHapushmmm pasti jadi enak dan tenang ya kak hatinya ^^
BalasHapusSilahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...