“Adek kalau besar nanti mau jadi apa?”
“Mau jadi pilot.”
Demikianlah jawaban seorang anak kecil bila ditanya tentang
cita-citanya. Ya...setiap manusia pasti mempunyai sebuah impian. Tentunya
harapan terbesar dalam hidupnya adalah ingin mempunyai kehidupan yang lebih
baik dari sebelumnya. Tak heran banyak cara ditempuh demi meraih impiannya itu.
Ada yang terus bersekolah hingga mendapatkan gelar sarjana.
Ada pula yang bekerja agar kelak bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang
lebih tinggi dengan biaya sendiri. Bahkan, ada yang bekerja keras merangkak
dari bawah hingga akhirnya meraih kesuksesan. Semua itu dilakukannya demi
meraih kehidupan yang lebih baik.
Tak ada yang salah dengan impian atau cita-cita. Baik
laki-laki atau perempuan boleh bermimpi. Namun, tak ada juga yang perlu
disalahkan bila mimpi-mimpi itu tak terwujud. Semua yang ada di dunia ini,
berjalan sesuai kehendak Allah. Setiap manusia tentunya mempunyai cerita
kehidupan masing-masing yang telah digariskan oleh-Nya. Tak satupun boleh mengeluh
atas kehidupan yang melingkupinya, jika ingin merasakan bahagia dengan hidup
yang dijalaninya.
Barangkali banyak diantara kita yang akhirnya menjalani
profesi ibu rumah tangga seperti saya. Saya yakin, menjadi ibu rumah tangga
bukanlah cita-cita yang sudah lama diimpikan. Namun ada pertimbangan lain untuk
mengambil keputusan ini. Lantas, salahkah dengan profesi ini?
Saya berasal dari keluarga biasa. Semenjak SMA, ibulah yang
membiayai sekolah saya dan adik. Itulah sebabnya saya selalu bermimpi kelak kehidupan
kami akan lebih baik dari sebelumnya. Lulus SMA saya melanjutkan kuliah di
sebuah universitas negeri. Demi membantu keuangan ibu, semenjak kuliah saya
mencari pekerjaan sambilan. Menjadi instruktur komputer, membantu mengerjakan
tugas teman-teman mahasiswa dan membantu menyelesaikan skripsi teman-teman
tugas belajar, menjadikan saya sanggup membiayai kuliah dan sekolah adik.
masa-masa SMA |
Bahkan disela-sela kesibukan kuliah dan bekerja, sesekali
saya masih mendapatkan honor dari pemuatan tulisan di media. Ada rasa bangga
yang menyeruak ketika saya bisa mendapatkan penghasilan dari jerih payah
sendiri. Sejak saat itu saya memang berkomitmen untuk bekerja keras demi impian
saya.
Alangkah senangnya hati saya ketika pekerjaan itu langsung
saya dapatkan setelah lulus dari kuliah. Meski bekerja di perusahaan swasta,
setidaknya saya bisa menghidupi diri saya dan membantu pendidikan adik.
Kebetulan waktu itu adik saya juga sedang melanjutkan kuliah. Sungguh tidak
tega bila terus menggantungkan kerja keras ibu untuk membiayai kuliah adik.
jaman kuliah sambil bekerja |
Saya berusaha untuk menjadi karyawan yang baik hingga
akhirnya kenaikan jabatan dan gaji berulangkali saya dapatkan. Bahkan, saya
sempat berpikir untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Namun sepertinya
Allah tidak mengizinkan. Berulangkali mengikuti tes penerimaan pegawai negeri,
tetapi selalu gagal. Inilah yang menjadi pertimbangan saya untuk tetap bertahan
di perusahaan swasta, agar saya berpenghasilan tiap bulannya.
Ternyata Allah menciptakan skenario yang jauh berbeda dengan
impian saya. Tiga tahun saya bekerja, terlebih saat itu karier saya mulai
bagus, tiba-tiba saya dilamar orang. Dan yang melamar saya tidak
tanggung-tanggung. Seorang berprofesi sebagai anggota TNI yang berdinas di
Papua. Bagai buah simalakama, saya dilanda kebingungan antara menerima dan
menolak. Namun setelah melewati sebuah ikhtiar, akhirnya saya memutuskan
menerima lamaran itu.
Menerima lamaran itu artinya saya siap mengambil keputusan
dalam hidup saya. Saya akan resign dari tempat kerja, menjadi istri dan mendampingi
suami ke Papua, sebuah pulau nun jauh disana, yang tidak pernah saya bayangkan
sebelumnya.
“Tenang aja Yun, pasti nanti dapat pekerjaan lagi di Papua.
Disana pasti banyak perusahaan yang membutuhkan lulusan sarjana seperti kamu.”
Demikian kata seorang sahabat meyakinkan saya. Namun, impian
memang tak sesuai kenyataan. Menjadi istri tentara dan tinggal didalam kompleks
asrama memang banyak aturan yang harus dipatuhi. Apalagi posisi saya waktu itu
adalah istri danton yang mempunyai banyak anggota. Dan demi membantu tugas
suami, akhirnya saya memutuskan menjadi ibu rumah tangga dan aktif dalam
kegiatan di asrama.
aku dan kegiatanku |
Hampir setiap hari saya disibukkan oleh berbagai kegiatan.
Senam dan tenis bersama, membuat tumpeng, membuat kerajinan tangan, rapat, atau
mengikuti berbagai perlombaan. Semua itu menguras waktu dan tenaga saya. Belum
lagi bila ada anggota yang datang ke rumah menyampaikan permasalahannya,
otomatis saya harus bertindak sebagai penengah. Saya seolah tidak mempunyai
waktu santai bersama keluarga. Meski hari libur, saya masih beraktifitas diluar
rumah.
Kembali kebingungan melanda saya. Hasrat hati ingin
mendapatkan penghasilan sendiri seperti dulu, namun kegiatan di asrama tidak
boleh saya tinggalkan. Itulah konsekuensi menjadi istri tentara waktu itu.
Mungkin lain ceritanya kalau saya sudah menjadi pegawai negeri sebelum menikah,
jadi ada alasan untuk tidak terlalu aktif mengikuti kegiatan di asrama. Tapi
sudahlah, mungkin itulah garis hidup saya.
Semakin bertambah tahun, pangkat dan jabatan suami pun
semakin tinggi. Saya semakin tidak leluasa untuk mencari penghasilan diluar.
Kegiatan pun semakin padat. Apalagi semenjak saya mempunyai anak, kesibukan
saya pun makin bertambah. Waktu itu saya memang belum terpikir untuk fokus
mencari penghasilan dari rumah. Namun sekali waktu saya masih menjalankan hobi
lama, mengirim tulisan ke media dan mendapatkan honor dari pemuatan tulisan
itu.
Ternyata rezeki itu datang tanpa saya duga. Seorang sahabat
yang tinggal di Bandung menawarkan sebuah kerjasama. Kebetulan ia mempunyai
sebuah konveksi yang bergerak dalam pengadaan seragam kerja dan seragam
olahraga. Saya pun menyetujui kerjasama
itu. Teman saya mengirimkan banyak contoh barang, mulai dari seragam kerja
Persit, seragam olahraga, tas bahkan pakaian santai yang saya jual kepada
ibu-ibu di asrama dengan cara mencicil sebanyak tiga kali. Meski tidak
mengambil untung terlalu banyak, namun saya bersyukur tiap bulan mendapatkan
penghasilan dari jualan baju.
Sejak saat itu saya merasa nyaman bekerja di rumah. Namun,
semenjak mengikuti dinas suami yang berpindah ke Bali, saya memutuskan
kerjasama itu. Tentunya hal itu saya lakukan karena saya belum mengetahui
situasi di Bali saat itu, sekaligus kami belum mendapatkan tempat tinggal yang
tetap. Kebingungan pun kembali melanda saya.
Sekali lagi, saya mencoba memantapkan diri untuk menjadi ibu
rumah tangga. Saya ingin fokus mendampingi anak, baik dalam belajar maupun
dalam kesehariannya. Terus terang saya sempat trauma ketika menitipkan anak di
Papua. Tidak semua orang yang saya titipi anak bisa tulus mengasuhnya. Ada yang
sembunyi-sembunyi menyakiti anak saya, hingga menyebabkan ia mengalami
ketakutan. Sejak saat itu saya tidak ingin anak saya diasuh orang lain.
Saya pun melihat peluang di sekolah anak saya. Kala itu
beberapa ibu merasa kebingungan mencari tempat les untuk anak-anaknya. Lalu
saya menawarkan diri mengajar anak-anak itu secara gratis di rumah. Bak gayung
bersambut, niat saya disetujui beberapa ibu. Jadilah saya mempunyai kesibukan
mengajar les privat di rumah. Bangga dan senang, itulah yang saya rasakan. Saya
bisa membantu anak-anak belajar, apalagi jika nilai ulangan mereka di sekolah
bagus.
Ternyata para ibu yang anaknya belajar di rumah tidak mau
menerima pertolongan saya secara cuma-cuma. Meski saya tolak, namun mereka
tetap memaksa saya untuk menerima uang pembayaran les. Dan sejak saat itu, saya
kembali berpenghasilan. Sekali lagi saya harus memegang konsekuensi sebagai
istri tentara. Ada beberapa kegiatan yang harus saya ikuti di tempat baru. Hingga
akhirnya kegiatan mengajar les privat di rumah ini hanya bertahan sebentar dan
terpaksa saya akhiri.
anak-anak yang belajar di rumah |
Terbiasa mendapatkan penghasilan sendiri, membuat saya
kebingungan ketika tidak lagi mendapatkannya. Meski setiap bulan kami masih
bisa bertahan dengan hanya mengandalkan gaji suami, setidaknya ada rasa bangga
ketika bisa berpenghasilan sendiri. Namun saya tidak ingin egois dengan
meninggalkan keluarga demi mendapatkan pekerjaan.
Dua tahun yang lalu adik saya diberhentikan dari tempatnya
bekerja karena alasan yang tidak jelas. Namun tidak mempunyai pekerjaan tidak
membuatnya patah semangat. Dengan berbekal laptop dan modem yang ia miliki,
akhirnya ia mencoba berbisnis online. Ia pun pandai membaca pangsa pasar,
sampai akhirnya bisnis busana muslimlah yang ia geluti.
bisnis adik saya |
Tak mudah membangun sebuah bisnis, perlu ketelatenan dan
sebuah trik untuk membangun kepercayaan pelanggan. Berkat keuletannya, kini
adik saya sudah mantap dengan bisnisnya. Kalaupun disuruh memilih antara bisnis
di rumah atau kembali ke tempat kerja, ia lebih memilih menjalani bisnisnya.
Bahkan, berkat bisnisnya ini saya pun kebagian jatah. Saya diminta untuk
memasok satu produk untuk mengisi lapaknya. Inilah yang menjadikan saya kembali
berpenghasilan.
Disamping itu saya kembali menggeluti dunia menulis. Saya
membuat blog pribadi dengan harapan dapat mengembangkan bakat menulis saya.
Bahkan, karena ingin membuktikan kemampuan menulis saya, saya sering mengikuti
lomba blog. Sedikit demi sedikit saya mendapatkan hasil dari ngeblog. Uang dan
barang seringkali saya dapatkan dari menang lomba blog.
bisnis yang mulai saya bangun |
Terinspirasi oleh bisnis yang didirikan adik saya, kini saya
mencoba membangun bisnis sendiri yang bergerak dibidang yang sama. Namun saya
belum bisa sehebat adik saya, yang menjadikan bisnisnya sebagai ladang
penghasilannya tiap bulan. Inilah sebabnya saya ingin mendapatkan buku panduan
untuk memantapkan diri saya agar sukses bekerja dari rumah. Agaknya buku
“Sukses Bekerja Dari Rumah” terbitan Stiletto Book ini wajib saya miliki
sehingga saya pun tidak menyesal memilih bekerja dari rumah.
sumber: +zata ligouw |
Terus terang saat ini saya lebih nyaman mencari penghasilan
dari rumah. Menulis dan berbisnis online adalah pilihan saya sembari
mendampingi suami dan anak. Saya tidak ingin egois dengan menjadi seorang
pegawai yang beraktifitas di luar rumah, apalagi jika sampai berpisah rumah
gara-gara berbeda profesi. Yang saya inginkan adalah hidup bersama dengan
keluarga tercinta bagaimanapun keadaannya.
Bagi saya berkumpul bersama keluarga akan menciptakan
keharmonisan keluarga. Kita jadi dekat, bisa sharing berbagai hal, bisa
mendampingi tumbuh kembang anak dan bisa menyiapkan segala kebutuhan keluarga.
Jadi, kalau saya diminta memilih, bekerja di rumah lebih enak ketimbang bekerja
diluar.
Mengapa?
Tentunya dengan bekerja di rumah, kitalah yang menjadi
manager dari seluruh pekerjaan kita. Sukses tidaknya sebuah pekerjaan
tergantung kepada kita. Kalau kita bekerja keras sesuai target, tentunya
kesuksesan itu akan menyertai usaha kita. Saya rasa tantangan terberat dalam
berbisnis di rumah adalah konsekuensi dan disiplin. Kadang ada sisi buruk yang
membuat kita merasa malas sehingga ingin menunda pekerjaan:
“Ah besok aja, ah nanti sore aja....ah......”
Dan hanya ada satu kunci bila ingin sukses bekerja dari
rumah, jadilah manager yang baik bagi diri sendiri, yang disiplin dan konsekuen
dengan rencana yang telah kita buat. Dengan demikian kita semakin mantap
berpenghasilan dari rumah dan “say goodbye” pada sebuah ego untuk bekerja di
luar rumah.
17 Komentar
Ceritanya bagus mbak, semoga menang ya mbak lombanya :) Salam kenal, senang bisa blogwalking disini :)
BalasHapusSama-sama mas
HapusSemoga bisnisnya bisa lancar seperti punya adik mbak biar ada penghasilan sendiri. Kalau terbiasa punya penghasilan emang gatel banget nih tangan. Hihihi.
BalasHapusKecanggihan teknologi (internet) membuat ibu rumah tangga bisa mendapatkan penghasilan sendiri tanpa harus meninggalkan tanggung jawab mengurus suami dan anak karena bisa bekerja di rumah dengan waktu fleksibel. Sukses buat bisnisnya mbak dan semoga menang dalam lomba ini
BalasHapusKita yang menjadi pekerja, kita juga yang menjadi atasan. HAru sbisa mengatur diri sendiri ya mbak kalau bekerja di rumah
BalasHapusBisnis online ini banyak kemudahannya, semoga lancar, dan semoga saya pun bisa memulainya sesegera mungkin amin
BalasHapusSukses ya mb untuk bisnis dan lombanya.....tulisannya keren! Eh..rupanya pernah jadi pejuang cpns juga. Toss,, sama mb:-)
BalasHapusJaman skr kerja ga harus dikantor belajar ga harus di sekolah. Moga2 lancar usahanya mak
BalasHapusSukses ya
Wah, hebat. Macam2 profesi pernah dijalani. Semoga bisnisnya membawa berkah bagi keluarga ya Bunda
BalasHapusBagus mba cerita'a. Mudah" bsa jdi juara
BalasHapussetuju banget, perempuan mesti berkarya dan itu bisa dari rumah. Meski di luar atau di rumah berkaryanya, hal yang paling penting adalah jangan sampai perannya sebagai perempuan di rumah terabaikan
BalasHapusbener mak, harus konsekuen dengan rencana sendiri , harus pinter manage diri sendiri
BalasHapusbener mak, harus konsekuen dengan rencana sendiri , harus pinter manage diri sendiri
BalasHapusMeski masih jauh dari keberhasilan, saya sendiri menjajal kerja dirumah setelah berhenti dari pekerjaan lama. Alhamdulillah waktu luang jadi terisi.
BalasHapusInspiratif postingannya, dan semoga sukses lombanya.
Salam!
pgn ikut jg,sukses terus mba :)
BalasHapusbetul mba, harus disiplin dan konsekuen, krn keberhasilan usaha tergantung dr seberapa besar usaha kita ya..sukses mba :)
BalasHapusSatu sisi memang mengasikan & banyak waktu buat keluarga terutama anak, saya hampir tiap hari anter jemput anak selain kerja dirumah :)
BalasHapustapi yg kadang bikin agak2 gimana itu pas ditanya anak, bapa ko ga kerja lagi :) walau udah dijelasin kerja dirumah tapi yg namanya anak kadang suka pengen ngikutin anak lain yg bapanya pada kerja kantoran
Tapi biar gimana juga memang disiplin & konsekuen penting banget & Alhamdulillah walau kerja dirumah tapi penghasilan malah lebih besar dibanding waktu masih kerja kantoran
Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...