Ibu adalah inspirasi saya dalam mengatur uang. Semenjak ayah
meninggal, beliaulah tulang punggung keluarga. Meski ibu hanya seorang ibu
rumah tangga, namun beliau sanggup membiayai pendidikan saya dan adik hingga
lulus sarjana. Tak bisa terbayangkan betapa perjuangan ibu sangat berat. Tapi,
tak pernah sedikitpun beliau mengeluh. Semangatnya mengantarkan kedua anaknya
meraih mimpi itulah yang tetap saya ingat sampai sekarang.
Ya...hidup itu penuh perjuangan. Sebuah kesuksesan tak
mungkin dapat diraih secara instan. Saya masih ingat bagaimana ibu dengan
pandainya mengatur keuangan keluarga. Sejak ayah masih ada, beliau benar-benar
mempersiapkan masa depannya dengan baik. Termasuk mempersiapkan biaya
pendidikan kedua anaknya. Inilah yang membuat saya dan adik masih bisa terus
bersekolah meski ayah telah tiada.
Dan apa yang dilakukan ibu kini mulai saya terapkan dalam
kehidupan saya. Barangkali kalau tidak menikah dan merantau, mungkin saya tidak
akan mempunyai banyak pengalaman. Memang
benar, bahwa menikah itu adalah pintu gerbang menuju kedewasaan, otomatis
setiap pasangan yang menikah dituntut untuk bisa hidup mandiri.
Flashback ke masa lalu, dimana saya mengalami masa sulit
diawal-awal menikah. Demi mengikuti suami yang berdinas di Papua, akhirnya saya
mengundurkan diri dari tempat kerja.
Dalam pandangan saya, keputusan resign dari tempat kerja jauh lebih baik
ketimbang menjalani hubungan jarak jauh. Bukan berarti saya sudah tidak ingin
bekerja dan mendapatkan penghasilan sendiri, namun banyak yang beranggapan
dengan ijasah sarjana yang saya miliki saya bakal dapat pekerjaan kembali di
Papua.
Nyatanya tidak. Saya larut dalam kesibukan di dalam asrama.
Dan satu persatu lowongan pekerjaan yang saya masuki tak sesuai dengan minat
saya. Akhirnya saya memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga. Apalagi
keinginan saya untuk mempunyai keturunan saat itu belum tercapai. Saya dan suami lebih memilih fokus untuk mendapatkan anak.
Berbagai pengobatan kami lakukan, mulai dari mengkonsumsi
ramuan tradisional, datang ke tukang pijat, membeli obat-obat herbal sampai
datang ke dokter kandungan. Tentunya semua itu butuh biaya banyak. Sementara
gaji suami tinggal separo, sudah terpotong oleh pinjaman bank gara-gara
membiayai pernikahan kami.
Seolah cobaan itu datang bertubi-tubi, menguji kesabaran
umat-Nya. Hampir dua tahun kami berjuang, akhirnya Allah mengabulkan keinginan
kami. Seorang anak laki-laki yang sehat hadir di kehidupan kami. Alangkah
bahagianya saya dan suami. Saya pikir kebahagiaan itu akan terus melingkupi keluarga
kami, namun ternyata ada saja cobaannya. Papua yang endemik malaria,
menyebabkan kami sering terserang malaria. Kadang malaria tropika kadang pula
malaria tersiana. Yang lebih menyedihkan, selama enam bulan berturut-turut
suami saya harus dirawat di rumah sakit karena terserang malaria.
Bahkan, anak saya pun tak luput dari serangan malaria. Satu
persatu penyakit juga menjangkiti tubuhnya. Selain malaria, pernah beberapa
kali terkena typus. Bahkan yang lebih menyedihkan manakala tubuhnya tidak tawar
dengan susu sapi. Sekujur tubuhnya melepuh, bahkan sampai terserang diare
hebat.
Ironisnya masih ada kejadian yang membuat pilu manakala suami
saya ditipu rekan kerjanya. Tabungan yang dikumpulkan bertahun-tahun, yang
sedianya digunakan untuk modal usaha, nyatanya raib karena dibawa kabur temannya.
Hidup tak ubahnya seperti roda berputar. Kadang manusia
berada dibawah, kadang pula ia berada diatas. Ketika berada diatas, kita harus
banyak bersyukur dan bersedekah, bukan menghambur-hamburkan uang demi memuaskan
nafsu duniawi. Karena kesempatan itu tak mudah kita dapatkan. Seseorang yang
ingin meraih kesuksesan, tak mungkin akan mengulang kegagalan yang sama. Justru
ia akan belajar dari kegagalan dan berusaha bangkit untuk meraih kesuksesan.
Dan Papua, menjadi tonggak sejarah yang mencatat perjalanan
hidup saya dan suami. Apa yang sudah saya alami bersama suami bukan untuk
disesali atau bahkan dikubur dalam-dalam, yang seolah kami tidak pernah
mengalaminya. Namun semua itu kami jadikan pelajaran berharga untuk melangkah
menjadi lebih baik.
Bahagia bersama dalam satu keluarga |
Kini, saya kembali hijrah ke Bali. Masih tetap merantau,
meninggalkan tanah kelahiran dan keluarga besar di Blitar. Suami pernah bilang,
mumpung masih muda, masih ada kesempatan, lebih baik kita merantau, dari satu
pulau ke pulau lain, untuk mencari pengalaman. Dan saat tua nanti, saatnya kita
kembali ke kampung halaman, kembali kumpul bersama keluarga besar dengan
berbagi cerita selama di perantauan.
Dan berbicara masa tua, satu hal yang harus kita pikirkan
adalah masa depan. Saat ini saya adalah istri dari abdi negara, yang digaji
tiap bulan dan mendapatkan rumah dinas gratis dari kantor. Sudah barang tentu
kehidupan kami tampak nyaman saat ini karena dijamin negara. Namun bagaimana
dengan masa depan anak? Pendidikannya? Atau bahkan masa tua kami nanti? Sudah
adakah yang menjamin?
Hidup memang hanya sekali, makanya harus kita nikmati, itu kata teman saya.
Namun bila salah menikmatinya, tentu masa depan kita akan
suram. Kadang, orang yang diberi kenikmatan berlebih, uang banyak, rumah mewah,
mobil bagus, suka lupa akan masa tuanya. Mereka berfoya-foya dan lupa
mempersiapkan masa depan. Seorang jutawan sekalipun bila tidak pandai mengelola
kekayaannya niscaya masa tuanya akan berantakan. Bukankah kita ingin kehidupan
kita tetap terjamin sampai tua nanti?
Demikian halnya dengan pendidikan anak. Seringkali saya
mendengar keluh kesah ibu-ibu tentang mahalnya biaya pendidikan. Jaman semakin
maju tentunya ditopang dengan teknologi modern, sudah barang tentu biaya
pendidikan makin membumbung tinggi. Belum lagi biaya bahan baku, penyediaan
sarana dan prasarana pendidikan sampai biaya sumber daya manusianya yang
meningkat, otomatis mahalnya biaya pendidikan tak mungkin dapat ditekan lagi.
Inilah yang membuat saya berulangkali berpikir. Saat ini biaya
pendidikan sudah sangat mahal, bagaimana dengan biaya pendidikan anak saya lima
tahun atau sepuluh tahun mendatang? Bagaimana pula kehidupan saya menjelang
masa tua nanti? Dua hal inilah yang saya pikirkan saat ini. Ibu saya yang
bekerja keras seorang diri saja nyatanya mampu membiayai pendidikan kedua
anaknya sampai lulus sarjana. Sementara anak saya hanya satu. Bisa jadi
kehidupan saya lebih baik dari ibu saya. Semestinya kehidupan keluarga kecil
saya harus lebih baik dan terjamin.
Dengan mempertimbangkan biaya kehidupan yang makin meningkat
dari tahun ke tahun, saya pun mulai berbenah diri mengatur keuangan keluarga. Manusia
adalah makhluk yang tidak pernah merasa puas. Semakin tinggi tingkat
ekonominya, maka semakin banyak pula kebutuhannya. Dari sinilah kita harus
pandai memilah mana kebutuhan yang harus didahulukan, dan mana kebutuhan yang
dapat ditangguhkan. Disamping itu kita harus mampu membedakan antara kebutuhan
dan keinginan. Jangan sampai harus “gali lobang tutup lobang” demi keinginan sesaat.
Sebagai ibu rumah tangga yang menerima penghasilan dari
suami, saya harus pandai mengatur keuangan keluarga. Meski suami memberikan
seluruh gajinya untuk saya kelola, bukan berarti suami tidak mendapatkan
bagian. Uang yang saya terima saya pilah-pilah sesuai pos kebutuhan. Tentunya dalam pos kebutuhan ini saya sertakan
juga biaya pendidikan anak dan tabungan hari tua.
Bukan berarti kehidupan keluarga kami sangat irit dan
tertutup untuk dunia luar. Sekali waktu kami masih sempat menghabiskan waktu
bersama keluarga dengan cara makan malam di sebuah rumah makan yang tidak
terlalu mahal. Bahkan kami juga masih sempat membeli baju baru atau shopping ke
mall. Namun intensitas untuk melakukan hal tersebut tidak terlalu sering. Prinsip
kami tidak ingin terlalu berhura-hura dimasa muda. Kami tetap berpedoman bahwa
masa tua harus terjamin dengan baik.
Jujur, saat ini saya dan suami tengah bekerja keras demi
mewujudkan impian, yaitu sejahtera di hari tua. Saya juga bukan ibu rumah
tangga yang hanya diam di rumah. Ada usaha kecil-kecilan yang saya lakukan dan
alhamdulillah bisa menambah penghasilan keluarga. Disamping itu saya juga suka
menulis dan ngeblog. Sekali waktu saya mendapatkan uang dari hobi saya ini. Otomatis
menambah penghasilan keluarga pula.
Untuk urusan pendidikan anak, saya telah membuatkan asuransi
pendidikan sejak usianya masih satu tahun dengan tujuan agar pendidikannya terjamin,
sehingga ia dapat melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Sementara untuk masa tua kami nanti, kamipun
telah lama menyiapkannya. Kebetulan suami saya telah memiliki asuransi yang
dipotong setiap bulannya dari kantor. Sedang saya pribadi juga telah mempunyai
tabungan hari tua yang hampir menyerupai asuransi. Semua ini kami lakukan agar
disaat suami pensiun, kehidupan kami tetap terjamin, tidak numpang tinggal di
rumah anak atau menantu atau bahkan tidak minta jatah bulanan kepada anak.
Selain asuransi, penghasilan suami yang saya kelola saya
gunakan untuk investasi. Tabungan yang saya kumpulkan saya gunakan untuk
membeli bibit pohon sengon, yang bisa saya petik hasilnya 5 – 7 tahun kemudian.
Bahkan, saat ini kami sudah mempunyai rumah kecil-kecilan yang menghasilkan. Kebetulan
rumah itu saya kontrakkan dan setiap tahun menerima uang hasil kontrak rumah
sebagai tambahan penghasilan keluarga.
Berbicara masalah asuransi, saya merekomendasikan asuransi Sinarmas MSIG Life. Sinarmas MSIG Life adalah anak perusahaan PT Sinar Mas Multiartha Tbk – satu dari enam pilar bisnis Sinar Mas yang menyediakan layanan finansial yang terpadu dan menyeluruh, meliputi perbankan, asuransi, pembiayaan, pasar modal, manajemen aset, jasa administrasi saham, keamanan, perdagangan serta industri dan teknologi informasi. PT Sinar Mas Multiartha Tbk juga merupakan perusahaan induk bagi Bank Sinarmas, Asuransi Sinar Mas, Sinarmas Sekuritas and Sinar Mas Multifinance.
investasi sengon |
Perkembangan Sinarmas MSIG Life didukung oleh kondisi keuangan yang sangat baik, inovasi produk dan layanan nasabah serta kepemilikan jaringan bisnis yang luas. Hingga 30 Juni 2014, Sinarmas MSIG Life melayani lebih dari 790.000 nasabah individu dan kelompok di 69 kota. Tersebar di 113 kantor pemasaran dan 10.500 aparat marketing. Sinarmas MSIG Life siap menyediakan layanan terbaik untuk kebutuhan finansial Anda maupun perusahaan Anda. (sumber: website MSIG Life)
sumber: MSIG Life |
Untuk informasi selengkapnya bisa dilihat pada halaman Power Save |
Memang benar adanya. Mengatur keuangan dengan baik sudah pasti akan berimbas pada kehidupan kita di kemudian hari. Salah satu cara merencanakan keuangan di usia muda adalah dengan berasuransi. Mengapa? Karena dengan berasuransi sejak muda, maka kita akan memetik hasilnya di waktu yang kita inginkan. Tidak ada yang bisa meramalkan masa depan manusia. Kadang orang kaya pun akan mendadak miskin atau bahkan sebaliknya. Hal ini sudah sering terjadi. Sesuai dengan semboyan Sinarmas MSIG Life yang bertema "Yuk, Atur Uangmu", maka dari itu sebelum akhirnya berujung pada penyesalan, mari kita atur keuangan kita sejak dini, dengan cara:
- Mulailah menabung sejak dini.
- Berinvestasilah bisa jangka pendek, bisa juga jangka panjang.
- Alokasikan pemasukan dan rencanakan anggaran pengeluaran dengan disiplin.
- Bedakan antara kebutuhan yang menjadi prioritas dengan keinginan yang sifatnya hanya kepuasan sesaat.
- Hindari berhutang. Berhutang akan mengacaukan keuangan keluarga.
- Sisihkan sebagian penghasilan untuk biaya tak terduga.
- Sisihkan uang untuk berasuransi demi masa depan.
Asuransi sangat besar manfaatnya. Bagi anak yang tengah menempuh pendidikan, tentunya akan membantu meringankan biaya pendidikannya yang meningkat drastis dari tahun ke tahun. Demikian juga bagi keluarga muda, sudah pasti bertujuan agar masa depannya terjamin. Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan berasuransi, diantaranya:
- Membantu mengelola keuangan kita. Dengan membayar sejumlah premi setiap bulan otomatis dapat membantu mengelola keuangan kita.
- Memberikan jaminan perlindungan dari resiko-resiko yang diderita nasabah. Dimana ada beberapa macam asuransi, seperti: asuransi jiwa, asuransi pendidikan, asuransi kesehatan, asuransi properti dan harta benda, yang kesemuanya mempunyai manfaat yang berbeda-beda.
- Meningkatkan efisiensi, tidak perlu mengadakan pengamanan dan pengawasan secara khusus.
- Transfer resiko, dengan premi yang dibayarkan relatif kecil setiap bulannya, seseorang dapat memindahkan ketidakpastian hidupnya atau harta bendanya kepada perusahaan asuransi.
- Berfungsi sebagai tabungan yang bisa diambil saat jatuh tempo. (sumber zonanesia)
Nah....sebelum datang penyesalan yang berkepanjangan, yuk kita rencanakan pengelolaan keuangan kita dengan baik, agar masa tua tetap bahagia, tidak suram bahkan terjamin. Bahkan segala cita-cita dan harapan dapat terwujud dengan baik. Tentunya bersama Sinarmas MSIG Life, "Yuk Atur Uangmu".
Tulisan ini diikutsertakan dalam Blog Writing Competition Sinarmas MSIG Life "Yuk, Atur Uangmu"
21 Komentar
Inspiring banget mbak perjalanan hidupnya. Berat ya ternyata hidup di Papua, gak bayangin anggota keluarga bolak balik kena Malaria terus jauh dari keluarga.
BalasHapusBtw, aku kelahiran Blitar lho mbak, haha
Papua sarat dengan perjuangan hidup mbak sekaligus penuh kenangan...
HapusTerimakasih atas kunjungannya...
Mba Yuni, proud of you. Semakin jauh perjalanan katanya akan mengajari kita banyak hal ya mba. Pengalaman mba yuni sekeluarga ke Papua pastilah akan memberi banya kenangan dan pelajaran. Semoga di Bali segala sesuatunya lebih indah ya. Semakin mengalir rezekinya dan bahagia selalu menghampiri.
BalasHapusOya ngomong2 soal keuangan memang yg terpenting kita bisa mengaturnya ya. Dan setuju, mengurangi hutang adalah salah satu langkah.
Terimakasih apresiasinya mbak Ira... Memang benar mbak merantau membawa saya jadi tahu banyak hal bahkan saya pun kaya akan pengalaman karena pengalaman adalah guru termahal yang tidak bisa dibayar dengan uang sekalipun....
HapusYa mbak jangan sampai berhutang karena hutang akan menyengsarakan hidup kita.
Terimakasih atas kunjungannya
Asuransi dan investasi memang kewajiban untuk merencanakan masa depan yang lebih baik. Tulisannya keren mba, inspiring banget!
BalasHapusBetul sekali mba demi masa depan kita harus berani berinvestasi dan berasuransi.... Terimakasih atas kunjungannya mba
HapusSalut dengan perjuangan para ibu tunggal, ibu saya juga harus menghidupi kesembilan anaknya padahal yang bungsu baru 1 bulan seorang diri saat bapak meninggal di usiaku yang ke 17 th. Alhamdulillah, kami semua sarjana bahkan dua adikku master. Yah, hidup adalah perjuangan.
BalasHapusBetul mbak.... Seorang single parent memang hebat ya mbak, selalu berjuang untuk kehidupan dan keluarganya....terimakasih atas kunjungannya....
HapusDeni Winnartha
BalasHapusWowww.... it's good story, seringnya berhijrah pasti sangat bnyk menghabiskan biaya, sangat hebat sekali masih bisa mengatur keuangan. Memang harus ada niat yang kuat untuk dapat terlaksananya semua itu. Ada yang berpendapat uang bisa dicari lagi,jika diingatkan untuk mengatur keuangan,nyatanya tidak terasa waktu cepat berlalu,ternyata tidak memiliki simpanan uang untuk kebutuhan pendidikan dan hari tua. Aq setuju banget,Yuun.. jangan tunda lagi,segera atur keuangan sekarang juga. Hindari berhutang,karena tidak akan menyelesaikan masalah malah bisa menambah masalah baru. Dengan niat pasti bisa,bedakan kebutuhan dan keinginan...setujuuu...
Terimakasih atas apresiasi ya Sobat.... Mumpung masih ada waktu dan kesempatan yuk kita persiapkan masa depan sebaik mungkin. Terimakasih atas kunjungannya.
HapusSalut sekali sama Ibunya Mbak, bisa membiayai kedua anaknya hingga perguruan tingi, pasti kerja kerasnya luar biasa. Oiya, Papua endemik malaria, berarti kudu hati hati dan persiapan penuh sebelum berkunjung disana dong ?
BalasHapusiya mas Papua endemik malaria, ada pepatah bilang belum sah menjadi orang Papua kalau belum terserah malaria hehehe...jangan takut lho ya.....intinya harus jaga kesehatan, tidak boleh capek dan jangan telat makan...itu saja....
HapusHidup merantau akan mengajarkan banyak hal dan pastinya punya suka duka yang tak terlupakan.
BalasHapusSaya setuju dengan Mba Yuni, untuk mengelola keuangan dengan baik, menabung dan juga memiliki asuransi. Jika berlebih maka buat invest jangka pendek dan panjang sebagai bekal masa depan dan keperluan dadakan.
Semangat ya Mba Yuni.
iya mbak hidup merantau pasti banyak pengalaman....
HapusUntuk masa depan yang lebih baik kita harus sanggup mengelola keuangan dengan baik ya mbak....terimakasih atas kunjungannya
Salut dengan perjuangan ibu, mbak. Sukses terus ya..
BalasHapusTerimakasih mbak Enny
HapusAlhamdulillah ya Mbak Yuni sekarang sudah menikmati hasil dari perjuangan dulu. Memang perlu mengelola keuangan, supaya rejeki yang kita dapatkan sekarang tetap bisa dinikmati di hari tua.
BalasHapusYa mbak alhamdulillah saya bersyukur atas nikmat yang Allah berikan dalam kehidupan kami... Namun kami tetap harus mengelola keuangan dengan baik demi masa depan lebih baik
HapusYa mbak alhamdulillah saya bersyukur atas nikmat yang Allah berikan dalam kehidupan kami... Namun kami tetap harus mengelola keuangan dengan baik demi masa depan lebih baik
HapusPapua memang terkenal banget dengan malaria-nya Mba :(
BalasHapusbeberapa tetangga saya yang merantau ke sana terpaksa harus pulang karena terserang malaria. Uang yang didapatkan selama di sana habis untuk berobat :(
Jempol deh buat Mba Yuni dalam hal mengatur keuangan keluarga. Saya pun sudah mulai mempersiapkan investasi Mba, tapi masih investasi jangka pendek, salah satunya yah deposito :)
Tapi disana juga banyak yang terkena diare mbak @.@
HapusSilahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...