Ramadan selalu menjadi bulan yang istimewa bagi saya dan
keluarga. Terlebih semenjak kami tinggal di Bali. Menjadi kaum minoritas yang
dikelilingi oleh tetangga non muslim, tak menyurutkan kami untuk tetap
istiqomah dalam beribadah. Barangkali ada yang bertanya, bagaimana Ramadan di
Bali? Sementara mayoritas umat Bali beragama Hindu.
Inilah yang membuat saya tetap merasa nyaman menjalankan
ibadah puasa ditengah-tengah umat Hindu yang tunduk dan patuh pada adat
istiadat setempat. Mereka tetap menghargai umat muslim. Meski pemandangan di
siang hari tidak seperti kenyataan yang ada di pulau Jawa, dimana warung
makanan tetap buka seperti biasa. Namun bukan berarti kami umat muslim menjadi
warga yang terkucilkan.
Sering saya mendengar kata “maaf” dari teman atau tetangga
yang kebetulan mengunyah permen tanpa sengaja didepan saya yang tengah
berpuasa. Toleransi bukan hanya sebatas itu saja. Ketika malam hari, umat
muslim tengah menjalankan ibadah sholat taraweh, dengan ikhlasnya umat Hindu
membantu mengatur kendaraan para jamaah. Mereka menjaga kendaraan tanpa
dipungut biaya.
Pemandangan yang tak kalah menariknya saat bulan Ramadan
adalah banyaknya pasar kaget yang menjual aneka macam takjil dan sayuran untuk
berbuka. Inilah ajang untuk mengais rezeki di bulan yang penuh berkah. Saya pun
kembali dibuat takjub, bahwa toleransi itu tetap terjaga. Meski mayoritas
penjual makanan adalah umat muslim, namun disekelilingnya banyak warga non
muslim yang membantunya. Entah itu membantu menjualkan dagangannya, atau
sekedar mengatur lalu lintas yang begitu ramai karena dipenuhi oleh para
pencari takjil.
Lalu bagaimana cara saya dan keluarga menyiapkan diri dalam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan?
Terus terang Ramadan kali ini sangat berbeda dengan Ramadan
sebelumnya. Cuaca di Bali yang cenderung panas, kadang membuat kita sering
merasa haus. Namun tidak dengan Ramadan kali ini. Seolah menghargai kami yang
tengah berpuasa, cuaca di Bali sepanjang bulan Ramadan cenderung dingin dan
mendung. Kami pun dapat khusyu’ menjalankan ibadah puasa hingga adzan maghrib
berkumandang. Apalagi tempat tinggal kami dekat dengan masjid, semakin
meringankan langkah kami untuk menuju ke masjid.
Sementara dengan Fawaz, anak semata wayang kami, mungkin
inilah saatnya kami mengajarkan untuk berpuasa penuh. Barangkali saya termasuk
orang tua yang terlambat mengajarkan pentingnya berpuasa kepada Fawaz,
mengingat usianya yang menginjak sebelas tahun. Namun sekali lagi, hidup di
lingkungan yang notabene dikelilingi oleh warga non muslim, diperlukan sebuah
kesabaran untuk memberikan pengertian tentang agama kepada anak. Apalagi Fawaz
bersekolah di sekolah negeri. Tentu sebuah tantangan terbesar kami untuk
mengajarkan agama kepada anak.
“Mengapa Fawaz tidak disekolahkan di sekolah Islam?”
Pertanyaan ini yang kerapkali saya dengar. Memang benar, harusnya saya
menyekolahkan Fawaz di sekolah Islam agar pengetahuannya tentang agama tidak
dangkal. Namun sekali lagi, saya bukanlah orang tua yang otoriter, yang lebih
suka memaksakan kehendak sementara anak sendiri tidak suka.
Kebetulan suami saya adalah anggota TNI, meski kami
sama-sama asli Jawa, namun suami saya tidak pernah ditugaskan di Jawa. Dinas pertama
di Papua. Itupun berulangkali pindah tempat tugas. Hingga akhirnya kembali
ditugaskan di pulau Bali. Tentunya tinggal di dua pulau ini (Papua dan Bali)
menjadi tantangan terberat saya untuk mengajarkan agama kepada Fawaz. Namun saya
yakin, keluarga adalah tempat pertama mengajarkan akhlak dan aqidah yang baik
kepada anak.
Bukan membanggakan diri, tetapi saya bersyukur bahwa di
bulan Ramadan ini Fawaz bisa menjalaninya dengan baik. Puasanya penuh. Bermain bersama
teman-temannya juga tetap dilakukan. Tak ketinggalan melaksanakan sholat lima
waktu dan sholat taraweh di masjid. Bahkan ia tak berhenti membaca al-qur’an di
malam hari.
Lalu bagaimana dengan sekolahnya?
Kebetulan saat ini Fawaz sudah kelas 6 SD. Ujian nasional
pun sudah selesai. Masuk sekolah hanya mengembalikan buku pelajaran dan
mendengarkan pengumuman dari guru. Namun saya mempunyai trik agar puasanya
tidak batal. Saya ijin kepada wali kelasnya agar Fawaz diperbolehkan tidak
masuk sekolah selama dua hari karena permulaan puasa. Disitulah saya memberikan
pengertian kepada Fawaz bahwa dia sudah mulai dewasa, sudah di-khitan. Itu tandanya
wajib menjalankan puasa Ramadan.
Meski awalnya terasa berat, dan saya harus sering
bercuap-cuap memberinya pengertian, lama-lama Fawaz jadi terbiasa berpuasa. Namun
di hari pertama masuk sekolah setelah dua hari meliburkan diri, tiba-tiba dia
pulang diantarkan guru sekolahnya, dengan alasan kepalanya pusing. Sempat saya
raba kepalanya, namun tidak panas. Tetapi wajahnya terlihat kusut, badannya
lemas. Usut punya usut, dia melihat teman-temannya pada jajan di kantin dan
makan sembarangan didepannya. Naluri kekanak-kanakannya dia ingin seperti
teman-temannya.
Dan saya tidak patah semangat, tetap berusaha agar Fawaz
bisa menjalankan puasa penuh tanpa terganggu oleh jenis makanan apapun. Selama bulan
puasa saya berusaha menyiapkan menu berbuka di rumah. Mulai dari takjil,
makanan kesukaan suami sampai makanan kesukaan Fawaz. Semua saya masak sendiri.
Lalu Fawaz saya ajak ke dapur, saya tunjukkan cara saya memasak. Begitu aroma
masakan tercium, tiba-tiba dia nyeletuk:
“Mama bisa tahan ya dengan aroma masakan ini, tidak lapar?”
Mendengar pertanyaannya, saya pun menimpali.
“Kalau kita sudah niat menjalankan ibadah puasa, godaan apapun itu tidak akan terpengaruh. Fawaz lihat sendiri kan, dari tadi mama masak. Bahkan, hingga masakan matang, tak sedikit pun mama berniat membatalkan puasa. Bila puasa kita batal, itu artinya kita berhutang dan harus membayarnya. Hutang puasa harus dibayar dengan puasa di lain hari.”
Melihat kebiasaan yang saya lakukan saat bulan puasa, Fawaz
jadi mengerti. Tak bosan-bosannya saya memberinya pengertian, bahwa puasa itu
yang penting niat. Niat yang tulus dan ikhlas dari dasar hati, Insha Allah saat
melihat teman makan, Fawaz tak akan tergoda. Sejak saat itulah Fawaz kembali
bersemangat menjalani puasa meski ia harus bersekolah di pagi harinya.
salah satu menu untuk berbuka puasa |
Bulan Ramadan yang hanya sekali dalam setahun, tentu menjadi
bulan yang amat dinanti umat muslim. Menjadi sebuah kesempatan untuk
memperbanyak amal ibadah. Saya juga tidak ingin membiarkan bulan yang penuh
rahmat ini berlalu begitu saja tanpa berbuat sesuatu yang bermanfaat. Terlebih untuk
saya dan keluarga. Saya berusaha mengisi mengisi hari-hari saya untuk beribadah
dengan tujuan memberikan contoh kepada Fawaz.
Saya yakin elevenia mengerti keinginan saya. Salah satu yang
saya inginkan di bulan Ramadan ini adalah sebuah mukena, yang bisa saya pakai
di rumah, juga bisa saya bawa kemana-mana. Bukan berarti saya sudah tidak suka
dengan mukena lama. Tetapi mukena lama saya sudah tidak nyaman dipakai,
jahitannya ada yang lepas. Bahkan karena kebesaran, tas saya sampai terlihat
penuh saat membawanya ketika jalan-jalan.
mukena katun jepang yang adem |
Tak perlu mukena yang mahal, yang saya butuhkan adalah
mukena yang nyaman dipakai dan bisa menemani saya beribadah setiap hari. Karena
ketika ada waktu luang, saya ingin membaca al-qur’an, atau melakukan sholat
shunnah, dengan harapan agar Fawaz bisa menirunya. Saya juga berusaha
meminimalisir tidur siang. Bahkan, ketika ada undangan buka bersama dari
teman-teman blogger atau dari hotel yang biasa mengundang blogger, saya pun
berusaha memenuhinya. Dengan harapan setelah acara selesai saya pun bisa
menceritakan kepada Fawaz tentang hikmah berpuasa.
Bukber bersama Best Western Resort Hotel dan mengundang anak yatim |
Bukan hanya itu, seringnya saya hadir di acara buka bersama
dengan anak-anak yatim, dapat membukakan mata hati saya, bahwa masih banyak
disekeliling kita orang-orang yang membutuhkan uluran tangan kita. Dari sinilah
akhirnya tumbuh sebuah keikhlasan dan rasa syukur atas nikmat yang luar biasa
Allah berikan dalam hidup kita.
Mengapa Harus Elevenia?Tak dapat dipungkiri bahwa belanja saat ini menjadi sebuah kebutuhan. Dan belanja online adalah cara praktis mendapatkan barang yang diinginkan dengan mudah. Ada banyak e-commerce yang siap melayani konsumen dengan memberikan berbagai kemudahan, salah satunya adalah elevenia.
Sudah lama saya menjadi pelanggan elevenia, dan menikmati berbagai kemudahan dengan berbelanja kebutuhan disini. Intinya elevenia memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Barangkali ada yang belum tahu tentang e-commerce yang satu ini. Atau ragu untuk berbelanja disini, atau bahkan takut tertipu karena berbagai alasan, seperti barangnya murahan, barang tidak sesuai keinginan? Ada baiknya kita perlu tahu apa sih sebenarnya elevenia ini?
Sumber gambar: elevenia
Dari bagan diatas sudah sangat mewakili pengertian tentang elevenia lengkap dengan cara kerjanya. Dan sebagai pelanggan elevenia saya pun tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk berbelanja kebutuhan di bulan Ramadhan. Salah satunya berbelanja mukena yang saya inginkan.
Sudah lama saya mendambakan mukena katun Jepang yang adem yang dapat saya gunakan selama bulan Ramadhan. Alhamdulillah saya mendapatkannya dari elevenia. Prosesnya pun cepat dan barang yang saya terima sesuai keinginan. Saya benar-benar puas dengan pelayanan di elevenia.
mukena katun Jepang di elevenia |
20 Komentar
Menjalani bulan Ramadhannya jadi khusyuk ya Mak, ga perlu cape belanja antri, macet, tinggal mainkan jari aja belanja onlen hihii. Aku juga pernah belanja di Elevania beli celana gombrang hahaa,..
BalasHapusIhh Fawaz udah besaar yaa, salam dari Bandung, semoga sehat selalu Mak dan keluarga yaa.
betul banget mak Nchie, menjadi kaum minoritas membuat kami makin khusyu' beribadah. Sekarang belanja onlen menjadi sebuah kebutuhan ditengah lalu lintas yang makin macet.
HapusAih mak terimakasih banyak.....semoga mak Nchie juga diberi kesehatan...jangan sakit lagi ya.....salam balik dari kami di Bali
Seneng dengernya ada toleransi antar umat beragama, dewasa ini di media byk diberitakan yg buruk2
BalasHapusini yang saya rasakan selama tinggal di Bali mas, kami saling bersahabat, mengunjungi bahkan curhat bareng meski kami berbeda agama. Hal-hal buruk itu kemungkinan ada namun tidak seburuk yang diceritakan. Bagaimana kita pandai-pandai menjaga diri dan menjalin silaturahmi aja mas.
HapusMukenanya cakeeep mba.. memang bulan penuh berkah harus dipersiapkan dengan cermat ya. Selamat hari raya idul fitriii
BalasHapusIya mba saya suka mukena katun Jepang yang adem bahannya. Bulan Ramadan hanya sekali setahun harus benar-benar kita siapkan dengan baik. Semoga kita dipertemukan dengan Ramadan tahun depan ya mba....mohon maaf lahir dan bathin ya mba...
HapusAlhamdulillah y mba walaupun berada di lingk non muslim tapi bisa berpuasa dgn baik. Juga buat fawaz, tdk terpengaruh tmn2nya yg tdk puasa. Fawaz hebat :)
BalasHapusTerimakasih banyak mba....alhamdulillah bersyukur kami bisa melalui Ramadan kali ini dengan baik.
Hapusmemang keluargalah yang bertanggung jawab penuh pada anaknya ya, sekolah dll hanay menunjang, anakku sekolah di sekolah katolik, puasa bagi mereka tetap menjalankannya denagn senang hati, bahkan mereka tetap berolahraga walau diijinkan gak ikut sama gurunya, dia bilang aku puasa kan krn Allah pasti kuat, dan malah happy dia
BalasHapusHebat ya bunda....saya salut dengan bunda Tira yang selalu menginspirasi dan memang keluargalah tempat pertama kalinya pendidikan itu dimulai...
HapusMaaf lahir batin ya mbak
BalasHapusKalau ada yang nyaman kenapa harus milh mukena yang mahal ya mbak. Bisa jadi mukena yang mahal itu malah berat karena ada segala payet dan bordiran , dan kadang malah panas juga
Terimakasih mba Astri, mohon maaf lahir dan bathin juga ya mba. Betul banget mba, saya tidak pernah pilih-pilih kalau beli barang, terutama masalah harga. Yang saya butuhkan cuma kenyamanan saat memakainya.
HapusTerima kasih untuk infonya,sangat bermanfaat
BalasHapusAlhamdulillah....terimakasih kembali ya
HapusSemangat Fawaz, semoga kelak bisa menjadi anak yang sholeh dan membanggakan orangtua nya. Amin ...
BalasHapusAmin...amin...amin yra....terimakasih doa dan supportnya.
HapusWah si Fawaz udah gede nih..bentar lagi SMP...Semoga jadi anak yang sholeh...Aamiin YRA
BalasHapusIya mba gak terasa...berarti emaknya sudah tuwir hehehe...amin YRA terimakasih doanya ya mba
HapusMaaf sebelumnya udah ngotorin teh, tadi ada kesalahan jadi hapus komennya lagi..hehe
BalasHapusWah, suami tugasnya jauh ya. Seperti tetehku, di Timika, Papua. Semoga sehat selalu ya, Teh..
Aku setuju, terutama ibu merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya. Jadi selagi kuat apa yang diajarkan, in shaa Allah anak sudah bisa membedakan ya.
Ide yang bagus untuk kasih pencerahan terhadap Fawaz ya, Teh, dengan begitu dia jadi tahu dan mengerti akan pentingnya kewajiban sebagai seorang muslim untuk melaksanakan puasa wajib.
Sekarang aku yang malah tergoda melihat masakan itu..haha
Betul, lagi-lagi setuju, tak perlu mukena yang mahal, justru dengan kenyamananlah ibadah akan lebih nyaman juga :)
Di jaman sekarang ini teknologi semakin canggih. Begitu juga dengan belanja online. Tak hanya pakaian saja, makanan sekalipun bisa. Salah satunya seperti yang disarankan teh Yuni ini. Aku belum pernah beli di elevenia sih. Karena saat ini belum ada keperluan untuk belanja online. Next time bisalah aku coba..
Semoga Fawaz jadi anak yang sholeh. Semua doa serta cita-citanya terkabul ya..aamiin..
Terimakasih banyak uraiannya yang panjang lebar ya mas Andi, sharingnya bermanfaat banget bagi saya yang masih belajar jadi ibu..meski bertahun-tahun belajar tapi gak kelar-kelar hehehe....dan terimakasih juga doa dan supportnya untuk Fawaz ya
HapusSilahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...