Lingkungan pertama tempat anak mendapatkan pendidikan adalah keluarga. Namun tidak semua keluarga bisa memberikan yang terbaik kepada anaknya, termasuk dalam hal pendidikan. Bisa jadi karena adanya permasalahan dalam keluarga sehingga pendidikan anak terbengkalai.
Kalau sudah demikian siapa yang salah? Orang tua ataukah anak? Sepertinya tidak ada yang bisa disalahkan. Kehidupan di dunia ini sudah di skenariokan oleh Allah SWT. Sepandai-pandainya manusia berencana masih kalah dengan rencana atau kuasa Allah.
Ketika sepasang lelaki dan perempuan dipertemukan, lalu mereka menjalin hubungan dalam ikatan keluarga, sudah pasti harapannya bisa membangun rumah tangga yang langgeng sampai akhir hayat. Namun ketika tanpa diduga datang sebuah musibah, seperti perceraian, akankah mereka mengelak?
Perceraian merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah. Namun bila pada akhirnya sebuah keluarga itu harus bercerai karena suatu sebab, tentunya tidak bisa dihindari. Barangkali mereka pun beranggapan bahwa itulah takdir yang diberikan Allah atas mahligai rumah tangganya. Mau tidak mau imbas terberat yang harus dihadapi adalah menguatkan iman dan mental anak-anak akibat perceraian.
Anak adalah anugerah sekaligus titipan Allah yang harus dijaga dan dirawat dengan baik. Memang berat rasanya menjadi "single parent" akibat perceraian. Apalagi membesarkan anak-anak seorang diri. Terlebih bagi seorang ibu. Bagaimanapun juga menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya tidaklah mudah. Seorang ibu harus bisa menjadi panutan yang baik, memberikan kasih sayang yang tulus serta mampu membekali anak-anaknya dengan iman dan taqwa.
Sebuah kasus baru saja terjadi, seorang anak SMP tiba-tiba gantung diri dengan berbagai dugaan alasan. Menurut cerita anak tersebut tergolong anak berprestasi di sekolahnya. Bahkan pernah beberapa waktu lalu mengikuti olimpiade matematika di Singapura. Banyak yang menduga kematiannya yang tragis akibat diberlakukannya sistem zonasi saat penerimaan sekolah baru, dimana anak yang berdomisili di wilayah kabupaten tidak bisa bersekolah di sekolah favorit yang berada di kota.
Si anak ini meski saat ini sudah menamatkan SMP di kota namun karena status domisilinya di kabupaten, rasa khawatir tidak bisa masuk SMA Favorit kian berkecamuk. Jalan satu-satunya mengakhiri hidupnya dengan cara tragis. Namun, di lain cerita ternyata si anak berasal dari keluarga "broken home" akibat perceraian orang tuanya. Mungkin inilah alasan lain dia nekat gantung diri.
Hidup terpisah dari orang tuanya demi bisa bersekolah di sekolah favorit, sementara orang tuanya terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga kasih sayang yang didapatkan kurang. Barangkali itulah yang dirasakan si anak.
Memang, tidak bisa dipungkiri ketika seorang wanita dengan terpaksa menjadi "single parent", dia harus bekerja keras demi menghidupi anak-anaknya. Seluruh waktu yang dimilikinya harus dibagi rata untuk bekerja dan mengurus anak-anaknya. Bahkan untuk dirinya sendiri pun tidak dipedulikan. Inilah yang kadang menimbulkan gejolak emosional bila tidak dihadapi dengan iman dan taqwa.
Tidak mudah menjadi seorang ibu yang baik. Kadang emosional itu tiba-tiba saja hadir tanpa kita sadari. Ketika melihat teman anak kita selalu berprestasi, sementara anak sendiri prestasinya landai-landai saja, amarah itu muncul dengan sendirinya. Kita memaksa anak harus berprestasi, anak harus bisa ini itu.
Padahal Allah menciptakan manusia dengan kemampuan yang berbeda. Si A pandai dalam hal akademik, si B pandai bermain musik, si C pandai membuat ketrampilan. Tentunya si A tidak bisa disamakan dengan si B atau si C dalam hal prestasi akademik.
Andai saja seorang ibu sadar akan kemampuan anak, mungkin si anak tidak merasa terpaksa untuk mengerjakan sesuatu, termasuk memilih sekolah. Inilah yang seharusnya dilakukan seorang ibu menghadapi anak-anaknya, karena anak itu hebat.
Coba bayangkan, mereka harus mempelajari bahkan menguasai berbagai mata pelajaran. Sementara sang guru pun belum tentu mampu menguasai semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, karena tiap-tiap pelajaran di sekolah bisa jadi gurunya berbeda-beda. Inilah hebatnya anak.
Baik anak yang masih ditunggui kedua orang tuanya maupun anak akibat korban perceraian, pasti butuh kasih sayang yang tulus dari orang tuanya. Contoh kasus diatas bisa jadi akibat korban perceraian dan faktor ambisi. Namun tidak menutup kemungkinan kasus-kasus serupa juga menimpa anak-anak yang masih memiliki orang tua lengkap.
Membekali anak dengan iman dan taqwa tentu akan membawanya menjadi pribadi yang lemah lembut. Ia tidak nekat, mudah mengendalikan emosinya, bahkan sadar bahwa kehidupan yang melingkupinya sudah diatur oleh Allah. Jadi ketika hendak bertindak maka ia akan mengingat Allah. Ketika dihadapkan pada sebuah kegagalan, maka ia pun akan menerimanya dengan lapang dada.
Lalu bagaimana dengan kasih sayang?
Setiap anak pasti mendambakan hidup ditengah-tengah keluarga yang harmonis. Hidup dengan limpahan kasih sayang yang penuh dari orang tuanya. Namun ketika orang tua itu terpisah, apakah jalinan kasih sayang akan memudar? Sudah pasti jawabnya "tidak".
Jangan sampai perpisahan orang tua membuat jalinan kasih sayang antara orang tua dan anak jadi kabur. Anak akan tumbuh menjadi pribadi yang terbuka ketika ia mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tuanya, meski orang tuanya tidak utuh lagi.
Keterbukaan itu sebagai akibat dari perhatian yang penuh dari orang tuanya. Dengan sikap terbuka, maka si anak akan menganggap orang tua sebagai teman berkeluh kesah. Setiap ada permasalahan selalu mengajak diskusi orang tuanya, sehingga si anak tidak akan memendam masalahnya sendiri atau bahkan nekat berbuat kurang baik akibat masalah yang dihadapinya.
Yang terakhir sebagai orang tua berikan kebebasan kepada anak, namun kebebasan yang bersyarat. Bebaskan anak dalam menentukan pendidikan dan bidang-bidang yang diminatinya. Jangan sampai memaksakan anak untuk berprestasi.
Mengarahkan anak untuk berprestasi boleh saja namun jangan sampai memaksa anak untuk menjadi yang terbaik di sekolahnya. Ingatlah bahwa kemampuan yang dimiliki anak berbeda. Bisa jadi ia kurang mampu dalam bidang akademik namun ia mampu dalam hal ekstrakurikuler.
Bentengi anak dengan ilmu agama yang baik dan jauhkan ia dari pergaulan bebas yang menyesatkan. Kadang si anak nampak baik-baik saja ketika berada didalam rumah, namun nyatanya berbuat kurang baik ketika di luar rumah. Bila orang tua sanggup membekali anak dengan iman, taqwa serta kasih sayang penuh, insyaallah ia akan terhindar dari perbuatan buruk yang sangat menyesatkan.
Mari kita belajar menjadi orang tua yang baik dan bijak demi perkembangan buah hati kita!!!
9 Komentar
Setuju banget mba. Anak membutuhkan kasih sayang dan kasih sayang akan membentuk karakter anak
BalasHapusIya mba Sri semoga anak2 kita kelak menjadi anak yang beriman dan berkarakter...aamiin
HapusSemua orang tua pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya, namun kadang cara yang kurang tepat malah mengakibatkan yang sebaliknya... semoga kita selalu mendapat petunjuk agar dapat mendidik anak-anak sebaik-baiknya...aamiin
BalasHapusAamiin...terimakasih mba demikian juga harapan saya
Hapusih betul sekali ya, semakin dewasa kalaus dh ada bekal yang kuat akan semakin mantap imannya
BalasHapusIya mba iman yang kuat akan membentengi anak dari pengaruh buruk...karena hanya kepada Allah lah anak2 itu berserah diri
HapusSemoga kita dimudahkan dalam mendidik anak. Aamiin.
BalasHapusBenar sekali anak sangat butuh kasih sayang dari orang tua, jangan sampai karena kesibukan kerja kita melalaikan anak
BalasHapusPerlu ditanamkan betul2 kepada orang tua bahwa keluarga adalah sekolah terbaik yang harus dimanage dengan baik.... Jadi jangan asal punya anak ya, musti bisa memberikan pendidikan yang terbaik untuk anaknya...
BalasHapusSilahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...