Tiwul. gatot dan ampok alias nasi jagung ini termasuk makanan kesukaan saya sejak kecil. Biasanya penjual makanan tradisional ini sering dijumpai di pasar tradisional. Sebungkus tiwul atau gatot dibanderol dengan harga seribu atau dua ribu rupiah. Tentunya sangat murah untuk seporsi jajanan tradisional. Sedangkan ampok atau nasi jagung biasanya ditambah lauk berupa urapan, ikan asin goreng dan sayur lodeh tanpa kuah. Seger banget rasanya. Harganya pun sangat murah, paling mahal dibanderol dengan harga lima ribu rupiah.
Tetapi, apakah makanan ini kini masih digemari anak-anak? Seiring perkembangan jaman, dimana banyak jajanan modern beredar di pasaran, anak-anak kini lebih mengenal chiki-chiki ketimbang makanan tradisional, sehingga mereka tidak mengenal bahkan tidak suka makan tiwul, gatot dan sejenisnya. Seperti pagi ini ketika saya memasak gatot instan lalu meletakkannya diatas meja, tiba-tiba Fawaz anak semata wayang saya nyeletuk:
"Ma....pindahin dong makanan ini, bikin sakit perut nih melihatnya!"😛
Padahal dulu, tigapuluh tahun silam, ketika saya masih kecil, penjual makanan tradisional ini masih suka mangkal di belakang sekolah. Berharap saat istirahat tiba, anak-anak menngerumuninya untuk membeli dagangannya. Dan memang benar, dulu penjual makanan ini sangat digemari anak-anak. Kalau dilihat dari segi kesehatan sebenarnya makanan ini lebih sehat dibanding chiki-chiki yang banyak mengandung penyedap rasa.
Tiwul, gatot dan ampok alias nasi jagung ini sebenarnya merupakan makanan warisan leluhur masyarakat Jawa. Makanan ini sudah ada lebih dahulu sebelum masyarakat Indonesia mengenal beras atau nasi putih sebagai makanan pokok. Konon, dahulu kala masyarakat Indonesia menjadikan tiwul, gatot dan ampok ini sebagai makanan pokok. Kalau tiwul dan gatot bahannya berasal dari ketela, sementara ampok berasal dari jagung yang ditumbuk. Wajar saja orang dulu jarang yang obesitas, karena kandungan karbohidrat dalam makanan tersebut sangat sedikit bahkan hampir tidak ada.
Makanan tradisional dulunya identik dengan masyarakat golongan ekonomi kebawah. Karena harga beras mahal, maka masyarakat di pedesaan memanfaatkan olahan ketela dan jagung ini sebagai pengganti makanan pokok. Dan hanya merekalah yang sering mengkonsumsi tiwul, gatot dan ampok ini sebagai makanan pokok sehari-hari. Sementara masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih memilih nasi sebagai makanan pokoknya.
Bahkan, hingga saat ini, masyarakat di pedesaan masih memanfaatkan olahan ketela ini sebagai makanan pokoknya. Seperti, ketika saya mengunjungi kerabat suami di daerah Panggungrejo, Kabupaten Blitar, dimana kala itu daerah tersebut mengalami kekeringan panjang. Hampir semua panen gagal. Mereka tidak mendapatkan beras, lalu berpindah ke singkong dan jagung. Banyak masyarakat yang menjemur singkong atau ketela pohon dan jagung didepan rumahnya, untuk selanjutnya mereka olah menjadi tiwul, gatot dan ampok.
Biasanya setelah kering, lalu olahan ini ditumbuk, dan selanjutnya dikukus menjadi makanan pokok. Tiwul, gatot atau ampok yang sudah dikukus dan menjadi makanan siap saji biasanya dimasak tanpa tambahan gula, serta ditambah lauk sebagai pelengkap makan pagi atau siang. Inilah kebiasaan masyarakat desa Panggungrejo Blitar yang saya lihat ketika berkunjung kesana. Bahkan, saat saya bertamu pun mereka sering menyuguhi kami dengan makanan tradisional ini. Tak lupa saat pulang pun saya juga dibawakan olahan ini dalam bentuk mentah.
Kini, seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat pedesaan pun mulai mengenalkan olahan tradisional ini dalam bentuk instan. Mereka menjadikan olahan tiwul, gatot dan ampok instan dalam kemasan. Bahkan, banyak UMKM di pedesaan yang berlomba-lomba mengenalkan olahan instan ini kepada masyarakat luas. Terbukti kemasan tiwul, gatot dan ampok instan ini kini sudah dipasarkan secara luas, bahkan masuk ke supermarket dan mall.
Cara memasak makanan tradisional instan ini juga sangat mudah. Kalau tiwul cukup diaduk dengan air dingin sedikit, yang penting semuanya tersiram air, lalu dikukus sebentar dalam panci kukusan, maka tiwul pun cepat matang dan siap disantap. Tiwul bisa ditambahkan taburan gula merah atau garam, bisa juga ditambahkan kelapa parut, tentunya sesuai selera penikmatnya.
Demikian juga untuk ampok atau nasi jagung instan. Cukup disiram dan diaduk dengan air panas sampai rata, setelahnya dikukus hingga matang. Bila sudah matang ampok atau nasi jagung bisa ditambahkan dengan lauk seperti urapan, ikan asin goreng dan sayur lodeh rebung atau kacang panjang.
Begitupun dengan gatot instan. Kalau saya biasanya merendam gatot instan ini semalaman dengan air. Keesokan harinya saya tiriskan lalu saya kukus dengan air yang sudah panas. Ditunggu kurang lebih 30 menit, maka gatot ini sudah siap disajikan. Gatot bisa ditaburi dengan sedikit garam dan kelapa parut, atau dibiarkan tanpa rasa sebagai makanan pokok dan dicampur lauk. Tentunya juga sesuai selera penikmatnya.
Nah, didalam tiwul, gatot dan ampok ini tanpa mengandung kolesterol, karbohidrat atau lemak. Tentunya sangat cocok dikonsumsi oleh mereka yang sedang menjalankan diet rendah gula. Dan saya rasa makanan ini lebih menyehatkan ketimbang nasi putih yang kandungan karbohidratnya lebih banyak.
Jadi, yang ingin mencoba makanan tradisional khas Jawa ini sangat mudah mencari bahannya. Cukup ke supermarket, Anda dapat menemukan deretan makanan tradisional Jawa instan ini. Barangkali inilah cara masyarakat Jawa melestarikan warisan leluhur. Meski dibilang makanan ini identik dengan makanan pedesaan, yang sering dikonsumsi oleh masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah, nyatanya makanan ini lebih bergizi.
Bahkan, di Bali pun ternyata masih sama dengan di Jawa untuk urusan makanan. Kalau di Jawa disebut jajan pasar, maka di Bali disebut "jajek Bali" isinya sama, yaitu tiwul, gatot dan sebagainya. Mereka menambahkan gula Bali yaitu gula merah asli Bali diatas parutan kelapanya. Harganya juga relatif murah, sebungkus dibanderol dengan harga dua ribu atau tiga ribu rupiah saja.
Nah siapa yang suka makan jajan pasar? Atau ingin mencoba kenikmatan tiwul, gatot dan ampok? Yuuuk kita coba masak yang instan!
18 Komentar
Saya suka tiwul, mbak
BalasHapusKalau gatot sama ampok kurang suka
Gula merah di Bali gula aren asli, ya? Kalau di Madiun sini gula jawanya udah dicampur gula pasir. Harganya sama dg gula pasir.
Dulu jaman saya masih kecil, nenek sering bikin makanan tradisional Gatot ini. Sayangnya sekarang sudah mulai hilang.
BalasHapusJadi kangen dgn makanan tradisional
Betul, Mbak. Anak sekarang nyaris nggak kenal tiwul dsb. Bukannya sok menjadi anak sekarang, tapi saya juga belum pernah makan tiwul. Pengen nyoba tapi belum tau bisa nemu di mana. Baru tau ada ada yang instan.
BalasHapusAku suka banget sama jajanan tiwul ini, apalagi gatot. Dulu pas masih di Nganjuk, setiap pasti beli jajanan pasar ini
BalasHapusAku tahunya tiwul aja sih. Nasi jagung kayanya waktu kecil pernah makan
BalasHapusMakanan tradisional yang menyehatkan ya. Karena tiwul, gatot dan ampok tanpa mengandung kolesterol, karbohidrat atau lemak.
BalasHapusSaya sendiri baru ngerasain tiwul aja, kalau gatot dan ampok kayaknya belum pernah, deh! Jadi pengen nyobain
Saya juga termasuk yg hanya familiar dengan tiwul aja, mba. Gatoto dan ampok belum pernah.
BalasHapusSekarang sudah ada yg instan ya, semoga generasi sekarang dan sy yg belum pernah nyoba lebih mudah akses utk mencobanya.
Aku seneng tiwul mba, karena waktu kecil suka jajan thiwul sebelum ke sungai sama ibu aku.
BalasHapusCuma sekarang kok kaya beda saja.
Ooh..Ampok tuh sebutan untuk Nasi Jagung y mba? Kalau Tiwul dan Gatot aku tahu banget, suka malah..hehe.. Nah kalau nasi jagung ya tahunya Sego Jagung..hihi.. Thx mba..jadi tahu ttg Ampok ni.
BalasHapusDari beberapa makanan diatas aku baru cobain tiwul aja dan itu enakkk banget cocok diminum bareng teh hangat.
BalasHapusWah aku taunya tiwul.. masih ingat deh waktu aku kecil pernah makan tiwul.. tapi kalo gatot dan ampok sepertinya belum pernah makan deh.. makanan ini beneran menjadi makanan legend banget, jaman sekarang sudah jarang dan sulit ditemukan tiwul,gatot dan ampok
BalasHapusHuwaa...saya penggemar tiwul, gatot, dan sebangsanya, Mbak. Enak dan gak tergantikan, hehe. Apalagi musim hujan gini, paling enak makan tiwul anget
BalasHapusSaya taunya tiwul, kalau gatot dan ampok belum pernah liat wujudnya kayak apa, sekarang jadi tau deh :) kalau di tempat saya makan jagung yang dipipil sama kelapa dan gula
BalasHapusDuh, Mbak, kirain sebut merek. Saya penasaran mereknya apa saja, soalnya belum pernah nemu di supermarket. Pengen banget deh cobain bikin sendiri. Yg paling kangen gatot, nih. Udah lama banget gak makan. Sensasi "kenyil-kenyil" nya itu, kangen saya :D
BalasHapusSaya suka tiwul dan gatot. Kalau ampok belum pernah coba he he. Anak-anak harus diperkenalkan juga ya makanan tradisional ini
BalasHapusWaahh ada yang instannya yaa, makin asik nih.
BalasHapusSecara aku orang JAwa yang memfavoritkan tiwul, gatot dan ampok ini. Hayu atuh kapan2 kopdar di bali makan tiwul yaaaaa..
Iyaya...kak, orang jaman dulu sehat hingga tua.
BalasHapusKarena makanannya alami dan mengolahnya pun alami.
Mama mertuaku "dipaksa" merubah gaya hidup, kak...makan nasi jagung tiap hari.
karena kalau gak gitu, kadar gulanya tinggi dan sakit.
Mungkin nanti ada usaha modern atua kafe yang akan menyajikan ini dengan tampilan yang lebih modern
BalasHapusSilahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...