Berakhirnya status pandemi menjadi adaptasi kebiasaan baru di
Indonesia. Salah satunya dengan diberlakukannya pembelajaran tatap muka di
sekolah-sekolah. Tidak mudah memang menjadi orang tua dari anak yang memasuki
usia remaja. Usia 16 tahun keatas saatnya anak tidak mau diatur orang tuanya. Dia
tengah mencari jati dirinya. Ingin diakui bahwa dirinya mampu melakukan sesuatu
seorang diri.
Tak jarang emosional tiba-tiba meledak. Bahkan ego itu tiba-tiba muncul tanpa terkendali. Wajar banyak kasus terjadi, seperti bullying hingga berujung kematian, atau bahkan bunuh diri. Inilah yang harus diwaspadai. Anak-anak di fase remaja memang seharusnya butuh perhatian khusus, karena di fase ini mereka mulai mengalami gejolak dan kegelisahan dalam dirinya.
Butuh kerjasama yang baik antara orang tua, pihak sekolah atau bahkan instansi terkait. Namun demikian, lingkungan keluarga adalah tempat utama dimana anak mendapat perhatian dan pendidikan terbaik. Setidaknya sebagai orang tua kita harus bisa memberikan contoh baik, serta sanggup menjadi teman yang baik bagi anak sendiri.
Cara Mendidik Anak Remaja Yang Wajib Diketahui Orang Tua
Ada beberapa cara mendidik anak remaja agar mereka tumbuh menjadi generasi yang baik, agar mereka tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang salah. Tentunya hal ini bertujuan untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan, diantaranya:
1. Memposisikan diri sebagai pendengar yang baik
Anak-anak yang memasuki usia remaja biasanya mulai mengalami
berbagai kegelisahan dalam dirinya, seperti masalah pubertas, masalah pergaulan, prestasi
akademik, dan sebagainya. Sebagai contoh Fawaz anak saya. Dia memiliki tubuh
yang gemuk, bahkan dia merasa minder bila bergaul dengan orang baru. Rasa takut
akan di bully itu seringkali timbul dalam dirinya.
Bahkan, ketika papanya harus dipindahtugaskan ke kota lain, dia lebih memilih bertahan di tempat lama dengan alasan takut beradaptasi dengan teman baru. Inilah yang membuat kami memutuskan, bahwa saya harus mengalah dan menjalani hubungan jarak jauh dengan suami.
Nah, di fase inilah sebaiknya orangtua berperan menjadi teman dan pendengar yang baik. Di fase ini, anak akan sering menanyakan sesuatu atau bercerita mengenai masalah dan kegelisahannya. Jangan sampai karena merasa tidak diperhatikan, si anak malah mencari tempat bercerita di luar atau malah dia masuk ke lingkungan yang salah.
2. Usahakan memberikan privasi pada anak
Seringkali
orang tua masih menganggap bahwa anak masih kecil sehingga tidak butuh privasi
karena tidak punya keperluan yang penting. Seharusnya ketika anak menjelang
usia remaja, orang tua sudah harus mulai menghormati privasi anak. Menghormati
privasi anak akan berdampak pada kepercayaan si anak ke orang tua. Andai orang tua
masih mengekang anaknya, maka si anak akan memiliki pikiran bahwa dia tidak
dipercaya oleh orang tuanya sendiri. Bisa jadi si anak tidak mau terbuka kepada
orang tuanya.
3. Menyepakati aturan-aturan bersama
Ketika anak semakin dewasa, tentunya makin banyak pula
aktifitasnya. Tidak mungkin sebagai orang tua kita bisa mengawasi semua
kegiatannya di luar rumah. Namun bukan berarti kita lepas tanggung jawab,
membiarkan anak melakukan segala sesuatu di luar sepengetahuan kita. Nah, sudah
saatnya orangtua mendiskusikan peraturan-peraturan penting yang harus disepakati
bersama, seperti kesepakatan jam malam, tidak boleh minum alkohol, tidak boleh
merokok, tidak boleh melihat tawuran atau bahkan berada di area anak-anak yang
sedang tawuran, dan sebagainya.
Tentunya saat menetapkan peraturan tersebut harus disertai
alasan atau imbas dari perbuatan diatas. Usahakan pula anak terlibat dalam
penetapan aturan-aturan tersebut. Selain melatih rasa tanggung jawab, tentunya anak
akan mematuhi peraturan tersebut secara sukarela tanpa paksaan.
4. Menjadi teladan yang baik bagi anak
Setiap orang tua pasti berkeinginan memiliki anak yang rajin,
berperilaku yang sopan serta patuh pada nasihat orang tuanya. Untuk membentuk
pribadi anak yang baik tentunya harus dimulai dari orang tua terlebih dahulu.
Sebagai orang tua hendaknya harus bisa menjadi sosok atau teladan yang baik
bagi anaknya. Bagaimana orang tua bersikap, atau bagaimana keseharian orang tua
di rumah, itulah yang pertama kali dilihat anak ketika berada di rumah. Bisa
jadi keseharian orang tua itulah yang dijadikan pedoman si anak untuk
berperilaku.
5. Menjadi support system bagi anak
Anak menjelang usia remaja memang penuh drama, saatnya mereka
mencoba hal baru, seperti mencoba mengendarai motor, mobil atau mengoperasikan
alat-alat elektronik yang membuatnya penasaran untuk melakukannya. Disinilah
butuh peran orang tua sebagai support
system si anak. Selama apa yang dilakukan anak baik, bahkan
menunjang masa depannya, alangkah baiknya kita dukung.
Jangan sampai kita melarangnya atau bahkan tidak mendukung yang
berakibat anak merasa tidak didukung cita-citanya, karena bila ini terjadi maka
imbasnya dapat menurunkan kepercayaan si anak atau bahkan membuatnya semakin
tidak bersemangat untuk mengeksplorasi kemampuannya.
6. Mengedukasi anak tentang pergaulan yang baik
Mengedukasi tidak
sama dengan mengekang. Yang dimaksud mengedukasi di sini adalah memberikan
berbagai informasi tentang batasan-batasan yang perlu diterapkan dalam
pergaulan, sehingga anak tidak sampai terjerumus dalam pergaulan yang salah. Informasi
tersebut diantaranya: bahayanya mengkonsumsi narkoba, bahaya merokok, minum-minuman
keras, edukasi seputar seks dan
pergaulan bebas, dan masih banyak lagi. Semua ini bertujuan agar anak memiliki
pondasi dan batasan sendiri bagaimana bergaul yang baik dan dengan siapa
seharusnya dia bergaul.
7. Mengajarkan cara melampiaskan stress yang benar
Masih lekat dalam ingatan kita seorang mahasiswa baru yang nekat
mengakhiri hidupnya dengan terjun dari lantai atas sebuah hotel. Miris memang
menyaksikan peristiwa tragi situ. Dan usut punya usut ternyata anak tersebut
sedang mengalami stress.
Anak di usia remaja memang rentan dengan stress. Dan kondisi ini
merupakan salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh anak. Bahkan yang
lebih mengkhawatirkan, seringkali si anak merasa kebingungan bagaimana cara
mengelola stressnya. Bahkan beberapa ada yang sampai depresi karena tidak bisa
melampiaskan stressnya. Di sini, peran orangtua sangatlah dibutuhkan.
Dalam kondisi seperti ini jangan sampai orang tua memarahi si anak,
kalau perlu ajaklah diskusi, dengarkan apa yang tengah dirasakannya. Lalu
berikan solusi terbaik agar si anak bisa menyelesaikan permasalahannya dengan
baik pula, sehingga kondisi stress bisa perlahan diatasi.
8. Jangan lupa bekali anak dengan kemampuan dasar
Anak selamanya tetap menjadi anak termanis bagi orang tua. Namun
bukan berarti orang tua selalu menyediakan kebutuhan anak setiap saat, seperti
menyiapkan baju, makan dan sebagainya. Jangan sampai anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi yang manja dan tidak mandiri, karena saat dewasa nanti
pastinya dia akan meninggalkan orang tuanya dan hidup dengan keluarga barunya.
Inilah pentingnya orang tua mengajarkan berbagai kemampuan dasar kepada anak, seperti memasak, bersih-bersih, mencuci baju, mengendarai kendaraan bermotor, mengatur uang, dan kemampuan-kemampuan lainnya yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, agar kelak dia bisa mengerjakan sesuatu dengan sendirinya tanpa tergantung pada orang tuanya.
Peran Serta JNE Dalam Kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility)
Dengan dimulainya
pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah, JNE Medan juga menyelenggarakan
program Corporate Social Responsibility ( CSR ) yaitu JNE Goes to
School. Kegiatan CSR ini sebenarnya sudah dimulai JNE Medan sejak 5 tahun
lalu. Tidak hanya di Kota Medan, bahkan program ini juga sudah di lakukan
di berbagai kota/kabupaten di wilayah Sumatera Utara. Melalui program ini, JNE Medan
hadir menyapa para siswa-siswi di berbagai sekolah untuk
memberikan motivasi.
Sebagai
contoh, kegiatan yang berlangsung pada hari Kamis tanggal 27 Oktober 2022 di
Pondok Pesantren Darularafah Raya Jl. Berdikari No. 1 A Desa Lau Bakeri,
Sampe Cita, kec. Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang lalu. Dalam kegiatan
ini, santri-santri Pesantren Darularafah Raya begitu bersemangat saat
mendengarkan ceramah yang memotivasi mereka untuk lebih giat lagi belajar dan
mengembangkan diri.
Adapun
poin yang bisa dijadikan pelajaran dari apa yang disampaikan oleh Bapak Fikri Alhaq
Fachryana selaku Kepala Cabang JNE Medan adalah:
Bahwa untuk siswa kelas
3 sudah harus dapat menetapkan visi, menyusun misi, dan
membangun target-target dalam hidup, agar siswa yang sudah masuk remaja
ini bisa menjalani kehidupan yang bahagia.
Sementara
dari materi yang disampaikan oleh Bapak Muhammad Arif Taufik selaku Human
Capital JNE Medan, para santri pun juga diajarkan bagaimana menjadi siswa
yang bahagia, yaitu selain harus memiliki kecerdasan intelektual (IQ),
santri Darularafah Raya juga harus memiliki keseimbangan antara kecerdasan
spiritual (SQ) dan kecerdasan emosi (EQ) yang baik pula. Agar mereka tak hanya
pintar, namun juga memiliki sikap dan tingkah laku yang baik.
Seperti
kita tahu bahwa JNE Medan memiliki beberapa kegiatan CSR, diantaranya program
Rumah Tahfidz JNE-DT Peduli Sumut, program 12 Sanggar Genius JNE – Yatim
Mandiri bagi yatim dan dhuafa, program Pelatihan Design Grafis JNE – IZI
Sumut, Program Tanggap Bencana Tagana JNE Medan, Program Sekolah Bisnis
UMKM, dan program JNE Goes to School dan Campus.
Harapan dari Bapak Fikri
Alhaq dengan adanya kegiatan CSR yang dilakukan JNE ini dapat bermanfaat
dan membawa keberkahan baik bagi keluarga besar JNE maupun masyarakat
sebagai penerima manfaat, yaitu sesuai dengan tagline Connecting
Happiness yang berarti mengantarkan kebahagiaan, yang memiliki arti
dan makna yang luas bukan hanya tentang pengiriman paket saja, namun JNE dalam
berbagai aspek di setiap kehidupan masyarakat.
Penutup
Remaja adalah generasi
penerus bangsa. Di tangannya-lah terletak cita-cita bangsa. Semakin santun dan
intelek-nya generasi penerus bangsa, maka negara akan makin terkenal dan diakui
dunia sebagai negara yang maju. Mungkin inilah gambaran generasi muda saat ini.
Untuk membentuk generasi
muda yang intelek tentunya harus didukung oleh kerjasama yang baik antara orang
tua dengan pihak terkait, apakah pihak sekolah maupun instansi lain seperti
JNE.
Semoga orang tua makin
menyadari peran aktifnya untuk membentuk putra putrinya yang memasuki usia
remaja menjadi generasi penerus bangsa yang intelek, tentunya dengan menerapkan
tips-tips diatas. Dan peran serta JNE dalam program CSR-nya semoga dapat
membantu mengantarkan para generasi muda merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.
10 Komentar
Anakku kls 10 SMa umur 16 dan yeahhh begitulah remaja 😆 beneran ortu kudu sigap top up stok sabar.....kudu tirakat, banyak ibadah, dan sigap bersahabat dgn sang anak.
BalasHapusMakasi sharing nya mbaaa
orang tua memang harus punya peran lain dalam mendidik anak, yaitu jadi sahabat, terlebih lagi mendidik anak remaja ya, jangan sampai mereka krisis kepercayaan pada orang tuanya dan mencari tempat nyaman di luar sana untuk berbagi, duuh miris banget deh pasti jika anak kita lebiih dekat dan percaya pada orang lain dibanding kita sendiri orang tuanya ya.
BalasHapusTerima kasih sharingnya Mbak. Semoga saya bisa jadi ibu yang lebih sabar dan jadi pendengar yang lebih baik untuk anak-anak. Soalnya anak yang terbesar sudah masuk usia pre teens nih.
BalasHapusOrang tua menjadi teladan bagi anak ini buat saya sangat berat lho. Semakin banyak melarang semakin banyak hal yang harus saya contohkan. Dan memberikan pengertian serta pemahaman terhadap anak juga jujur tidak mudah kan?
BalasHapusJadi ingat kata guru daku, waktu daku SMU, kalau anak remaja itu treatmentnya didekati dengan jadi temannya, salah satunya menjadi pendengar yang baik. Ini jadi kunci buat daku saat besok berkeluarga lalu jadi orangtua.
BalasHapusAnak remaja ini emang gaya pengasuhan kitanya kudu menyesuaikan lagi ya mbak. Gak bisa tu pakai tanagn besi kudu tarik ulur supaya mereka dekat ma kita sekaligus kita kasi jarak buat privasinya. Wah JNE ini ternyata juga peduli sama pendidikan ya.Semoga batuannya bermanfaat buat adik2 pelajar :D
BalasHapusMendidik anak-anak remaja, apalagi yang udah mulai mau dewasa, aduh sungguh gimana. Aku yang sangat gak sabaran jadinya malah sering berantem. Untung deh ada suami yang bisa jadi penengah. Selamat deh dunia. Hehehehe.
BalasHapusBtw, keren ya JNE, CSR-nya sangat bermanfaat buat para pelajar. Nambah wawasan dan skill. Semoga semakin banyak deh sekolah yang dikunjungi.
Punya anak remaja memang tantangannya lumayan ya. Komunikasi sih yang penting menurutku. Mana lagi aku sama anak hidup terpisah dan dia biasa dimanjain sama kakek-neneknya. Wah ini mayan bikin pusing sih... hahaha. Pada akhirnya, ortu sama anak, sama2 belajar dan berproses sih menurutku
BalasHapusMenyiapkan generasi muda yang berakhlak, cerdas dan sehat merupakan tugas kita semua. Salut pada JNE yang menyelenggarakan CSR goes to school gini. Para siswa makin termotivasi untuk menjadi orang sukses kaaann...
BalasHapusJadi teringat bahwa masa remaja adalah masa-masa emosi bergejolak dan bila tidak diajarkan mengendalikan emosi dan menyalurkannya dengan benar, bisa jadi toxic ke diri sendiri bahkan ke lingkungannya.
BalasHapusAlhamdulillah,
dengan pengetahuan yang kak Yuni berikan, bisa memberikan pengetahuan baru bagiku yang memiliki anak jelang remaja.
Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...