Rumah adalah salah satu tempat ternyaman untuk didiami. Memiliki rumah pribadi dengan kondisi lingkungan yang strategis dan nyaman, ditambah penataan ruangan yang bersih dan rapi, tentunya menjadi dambaan setiap keluarga.
Namun tidak semuanya mendapatkan kesempatan memiliki rumah
secepat itu. Ada yang terpaksa mengontrak karena belum memiliki cukup dana
untuk membeli rumah pribadi. Ada pula yang mengontrak rumah karena suami pindah
tugas, sementara anak melanjutkan sekolahnya, serta berbagai alasan lainnya.
Tinggal Di Rumah Dinas Sejak Menetap Di Papua
Sejak menikah saya memutuskan resign dari tempat kerja dan
mengikuti suami yang berdinas di Jayapura, Papua. Sejak saat itu kami selalu
mengandalkan rumah dinas sebagai tempat tinggal kami. Bersyukur sejak dinas di
Papua, kami selalu mendapatkan rumah dinas, sehingga tidak harus mengontrak
rumah di luar asrama.
Bukan berarti tinggal di rumah dinas minim masalah. Saya
pernah mengalami kebanjiran di saat hujan deras. Semua perabotan terendam air
hujan, termasuk beras dan kasur satu-satunya milik kami. Bahkan, kami pun juga
terusik ketika tetangga berselisih paham dengan tetangga lainnya gara-gara
masalah sepele.
Rumah kami juga pernah disatroni maling gara-gara kami tidak
pernah mengunci pintu ketika meninggalkan rumah. Entah siapa pelakunya, yang
jelas pencuri itu pandai mengelabuhi kami seolah-olah uang simpanan kami
diambil tuyul. Uang itu tidak hilang sekaligus namun menyusut dengan jumlah
tertentu. Hingga akhirnya saya memergoki pencuri itu berada di dalam rumah.
Namun sayang, saya tidak bisa mengejarnya, karena pencuri itu lari dengan
kencangnya saat saya berteriak “maliiiing”.
Bahkan, ketika suami pindah tugas ke satuan lain, rumah
dinas kami berada di tepi hutan. Lagi-lagi kami juga berhadapan dengan pencuri.
Keadaan rumah yang terbuka tanpa pagar pengaman membuat pencuri itu leluasa
menyatroni rumah kami. Saya pernah mendapati bercak kaki yang menempel di
tembok kamar depan. Bersyukur suami sudah membuatkan pintu pengaman baik di
depan maupun belakang, sehingga kami pun merasa aman.
Hal yang mengerikan ketika ular-ular itu datang tanpa
diundang. Maklum rumah kami terletak di tepi hutan dengan semak-semak yang
jarang dibabat. Ketika pagi menjelang, saatnya saya beraktifitas di dapur,
tiba-tiba seekor ular melingkar di bambu dekat pintu belakang rumah. Saya pun
teriak dengan kencangnya hingga membangunkan suami. Saat itu juga suami
mengambil senapan anginnya, dan menembak mati ular itu.
Rupanya teror ular itu berlanjut selama beberapa hari
gara-gara ular yang tertembak itu. Tapi memang begitulah cerita tentang ular,
ketika seekor ular ditembak mati, maka saudaranya akan berdatangan untuk
menuntut balas kematian ular tersebut.
Bersyukur teror ular itu tidak berkepanjangan, karena suami
mendapatkan tugas untuk melanjutkan pendidikannya di Bandung. Itu artinya kami
sekeluarga akan meninggalkan kota Jayapura yang sudah kami singgahi selama
delapan tahun.
Bahkan karena cukup lama tinggal di Papua, barang-barang
kami pun cukup banyak. Maklum kehidupan di Papua mengharuskan saya membeli
beberapa perabotan dapur. Terutama untuk persiapan lebaran, karena lebaran
disana sangat unik. Di hari pertama atau kedua lebaran kita akan mengadakan acara
Open House yang dikunjungi para
kerabat, teman bahkan anggota suami, dengan menyediakan berbagai makanan berat,
seperti soto ayam, bakso, siomay, sop kimlo dan sebagainya.
Demi bisa membawa pulang perabotan tersebut, akhirnya suami
memesan beberapa peti untuk menampung barang tersebut. Peti ini terbuat dari
kayu dengan dilengkapi kunci pengaman. Dengan harapan, selain bisa digunakan
menampung berbagai barang, peti ini bisa dimanfaatkan sebagai meja. Bahkan bisa
dibawa serta kalau sewaktu-waktu pindah lagi.
Menjalani Kehidupan Baru di Bali
Setelah suami mengikuti pendidikan selama enam bulan,
akhirnya ia ditugaskan ke wilayah Bali. Itu artinya saya juga harus
mendampinginya kesana. Tahun pertama saya masih menetap di Jawa Timur, karena
anak masih melanjutkan sekolahnya disana. Setelah kenaikan kelas barulah saya
bawa serta anak untuk melanjutkan sekolah di Bali.
Barangkali kami termasuk nekat, belum mendapatkan rumah
dinas tapi memutuskan untuk pindah ke Bali. Kami terpaksa menempati rumah dinas
yang diisi dua keluarga. Berbagai masalah kerap terjadi, namun saya
menganggapnya hal ini sebagai ujian kesabaran. Hingga akhirnya kami bisa lega
karena suami mendapatkan rumah dinas baru yang bisa kami tempati satu keluarga.
Ternyata demikianlah kehidupan di asrama. Baru memasuki
rumah dinas, sepatu anak saya hilang diambil anak-anak yang tinggal di blok
sebelah. Sapi-sapi peliharaan orang kampung sebelah tidak diikat, sehingga
mereka leluasa berkeliaran sampai masuk halaman rumah dan meninggalkan kotoran
tanpa permisi. Bahkan tetangga baru yang tidak memiliki jemuran, mereka tanpa
permisi menjemur cuciannya ke rumah saya. Saya pun sampai berulangkali
menegurnya.
Bukan hanya itu, tanaman yang sengaja dibiarkan tinggi oleh
suami sebagai pagar, tiba-tiba dibabat habis oleh tetangga tanpa permisi. Anak
yang pulang dengan menangis gara-gara uang jajannya diambil paksa oleh anak
tetangga. Permasalahan-permasalahan sepele semacam itu sungguh membuat saya
tidak nyaman tinggal di kompleks asrama.
Lalu kami kembali pindah rumah dinas untuk ketiga kalinya.
Bukan berarti disini kami nyaman. Meski saya berusaha mengatur rumah serapi
mungkin, namun ada saja tetangga yang usil, yang suka mengambil barang tanpa
permisi. Ah…bagi saya ini hal biasa, karena selama tinggal di asrama saya sudah
berulangkali mengalami hal serupa.
Bagi saya, menata perabotan rumah dengan rapi, akan membuat
saya betah tinggal di rumah dinas. Meski sudah berulangkali diingatkan mertua
untuk tidak menambah perabotan rumah tangga selama di perantauan, nyatanya ini
tidak berlaku bagi kami. Suami yang circle
pertemanannya luas, membuatnya selalu mendapatkan barang baru secara cuma-cuma,
hingga koleksi barang kami terus bertambah, dari meja kursi kayu, rak TV kayu,
lemari kayu dan sebagainya.
Inilah yang membuat saya bingung menata rumah dengan
perabotan yang makin menumpuk. Padahal sebagian sudah diberikan ke orang lain,
namun tetap saja menumpuk. Mengandalkan peti kayu dari Papua, rasanya tidak
mungkin, karena kayu itu lama kelamaan lapuk di makan rayap, membuat
barang-barang didalamnya meninggalkan aroma yang kurang sedap.
Saya akhirnya memanfaatkan kardus bekas untuk menata perabotan
dapur yang kecil, seperti piring, gelas, mangkok dan sebagainya. Rupanya kardus
itu tidak tahan lama. Bahkan ada yang dilubangi tikus dan menjadi tempat
persembunyiannya.
Sampai akhirnya saya memutuskan untuk membeli container dari
plastik untuk menyelamatkan perkakas dapur saya. Rupanya container ini lebih
awet dan rumah kelihatan lebih rapi. Dari sinilah akhirnya saya menabung untuk
membeli container tiap bulannya. Satu bulan saya membeli 3 atau 4 buah container,
hingga semua barang tersusun rapi didalamnya.
Tinggal Di Rumah Kontrakan
Lagi-lagi suami kembali mendapatkan kesempatan untuk
mengikuti pendidikan di Bandung. Itu artinya kami harus siap pindah dari Bali.
Padahal saat itu pandemic baru saja berlangsung. Bahkan kami sekeluarga sempat
dinyatakan positif covid-19 di awal tahun 2021, dan harus menjalani karantina
selama 10 hari di sebuah hotel yang terletak di Kuta – Badung.
Begitu suami dinyatakan negative covid-19, akhirnya ia
berangkat ke Bandung untuk mengikuti pendidikan selama 6 bulan. Padahal waktu
itu kasus covid-19 masih merebak. Dan sekolah pun masih dilaksanakan secara
daring. Sungguh menjadi pengalaman yang
kurang menyenangkan bagi anak saya, dimana ia harus lulus dari SMP tanpa
perpisahan. Bahkan memasuki SMA tanpa kenal teman dan gurunya selama hampir 1
tahun lamanya.
Setelah suami selesai mengikuti pendidikan, ia
dipindahtugaskan ke Bogor. Itu artinya kami harus meninggalkan rumah dinas yang
telah kami anggap nyaman untuk kami tempati. Sementara anak saya, karena ia
tidak mau pindah dari Bali, akhirnya kami mengontrak sebuah rumah yang jaraknya
tidak jauh dari asrama.
Jujur saat mencari kontrakan kami memang buru-buru, karena
suami akan segera menuju tempat tugas yang baru, sementara kami juga harus mengirim
sebagian barang ke kampung halaman. Awalnya kami setuju dengan harga sewa yang
ditawarkan, yaitu 17 juta setahun dengan kondisi rumah lantai 2.
Permasalahan pun terjadi saat musim hujan tiba. Hujan yang
turun setiap hari dengan lebatnya membuat rumah yang kami tempati kebanjiran.
Karena posisi rumah lebih rendah dari trotoar jalan, akhirnya air hujan itu
masuk rumah lewat pintu. Sementara selokan yang dipenuhi sampah rupanya tidak
bisa dialiri air, akibatnya air hujan bercampur kotoran itu masuk kedalam rumah
lewat lubang yang ada di kamar mandi.
Akibat banjir |
Benar-benar musibah bagi kami yang baru beberapa bulan
tinggal di rumah kontrakan. Semua barang yang masih saya simpan didalam kardus
tergenang air. Lemari kayu hancur, kasur basah, bahkan sepatu yang saya tata di
laci rak TV ikut terendam banjir. Semalaman kami bekerja keras menghalau air
itu. Namun apa daya keesokan harinya hujan kembali turun. Saya memutuskan untuk
tidur di kamar lantai atas. Ternyata diatas pun sama, Samping kiri kanan
dinding dipenuhi air hujan yang bocor, lalu air itu turun ke lantai bawah
hingga membasahi kabel lampu.
Dan begitulah keadaan rumah kontrakan kami ketika hujan
tiba. Kadang saya berpikir ingin pindah kontrakan, namun barang-barang saya
masih banyak. Sementara kurang beberapa bulan saja anak saya lulus SMA, rasanya
nanggung kalau harus kembali pindah kontrakan.
Padahal saat musim panas pun kondisi rumah kontrakan saya
juga mengenaskan. Dindingnya lembab, kardus-kardus yang menempel di dinding
bisa lapuk dan merusak barang-barang didalamnya. Sepatu dan tas yang saya
simpan didalam kardus pun ikut jamuran. Bahkan baju-baju yang sudah saya cuci
bersih ikut jamuran.
Dari sinilah akhirnya saya kembali membeli container untuk
memindahkan barang dari kardus yang lapuk. Sementara container-container yang
sudah saya beli sebelumnya sudah saya kirim ke Jawa untuk menampung sebagian barang-barang
saya.
Kondisi Rumah Dinas Di Bogor
Ternyata hal serupa juga dialami suami. Meski tinggal di
rumah dinas yang luas dan terlihat nyaman, rupanya rayap pun memenuhi setiap
kusen rumah dinas di Bogor. Meski sudah disemprot dengan obat pembasmi rayap,
nyatanya beberapa hari kemudian rayap itu kembali bersarang di kusen pintu.
Bahkan kardus-kardus yang sengaja ditumpuk suami di sebuah ruangan kosong
tiba-tiba hancur saat diangkat. Dalamnya dipenuhi rayap yang membuat bulu kuduk
merinding.
Rumah terlihat nyaman, nyatanya penuh rayap |
Dari sinilah akhirnya suami memindahkan barang-barangnya
untuk disimpan di container plastik, supaya aman dan terhindar dari serangan
rayap. Selain aman, barang-barang yang ditata didalam container membuat ruangan
terlihat rapi dan praktis.
Pindah Tugas Ke Jakarta
Terhitung setahun tiga bulan suami berdinas di Bogor. Dan
tiba-tiba ia mendapatkan skep pindah tugas ke Jakarta, tepatnya di Matraman,
Jakarta Timur. Bersyukur barang-barangnya sudah ditata rapi di dalam container,
sehingga ketika di Jakarta belum mendapatkan rumah dinas, ia memilih untuk
tinggal di sebuah mess yang cukup luas untuk didiami seorang diri.
Dengan kondisi mess yang hanya satu kamar, suami bisa menata
container-container itu dengan rapi, sehingga kamar pun terlihat luas dan masih
nyaman untuk dijadikan tempat istirahat. Tak lupa tiap-tiap container diberi
tanda berupa tulisan, agar ia tidak bingung mencari barang yang akan diambil.
Makna Rumah Bagi Saya
Rumah ternyaman untuk didiami adalah rumah pribadi dengan
penataan Perabotan Rumah Tangga yang rapi. Dan bagi saya rumah ternyaman adalah
rumah masa kecil saya, rumah dimana saya dilahirkan dan menghabiskan masa
remaja dengan penuh suka cita. Ketika
saya merantau, hal yang paling saya rindukan adalah pulang. Menengok setiap
sudut ruangan bersejarah saat masa kecil dulu, atau bercengkerama dengan ibu
sambil menceritakan masa lalu, itu hal yang terindah yang selalu saya rindukan.
Kini, disaat saya berjauhan dengan suami, bukan saja rindu
akan rumah masa kecil, namun juga rindu kebersamaan dengan keluarga yang utuh.
Dulu, ketika kami masih tinggal bersama di rumah dinas, hal yang sering kami
lakukan adalah bercengkerama di ruang TV, masak bersama di dapur atau bahkan
tidur bertiga di ruang keluarga saat malam minggu tiba. Inilah yang membuat
saya berharap momen ini akan kembali kami rasakan, meski setelah ini anak saya
lulus SMA dan melanjutkan kuliah di perguruan tinggi.
Lalu apa sebenarnya makna rumah bagi saya?
Rumah mempunyai berbagai makna dari kacamata saya:
1. Rumah menjadi tempat saya menuangkan ide tulisan menjadi sebuah tulisan lengkap yang saya posting di blog.
2. Rumah menjadi tempat saya mencari inspirasi baik tulisan, masakan, busana atau impian lainnya.
3. Rumah tempat kami berbagi cerita dalam keluarga, tempat ternyaman untuk curhat berbagai hal, tempat berkeluh kesah kepada pasangan, juga tempat berdiskusi dengan pasangan.
4. Rumah tempat bermanja-manjaan, menghilangkan penat setelah seharian bekerja.
5. Rumah adalah tempat terindah untuk menjalin hubungan lebih harmonis dengan pasangan dan anak.
6. Rumah adalah tempat untuk melakukan eksperimen, baik itu mencoba masakan baru lalu bereksperimen di dapur bareng suami, maupun membantu mengerjakan prakarya anak atau mencoba hal baru.
7. Rumah adalah tempat terindah berkeluh kesah kepada Allah SWT.
Melihat banyaknya makna rumah dari sudut pandang saya, saya
pun merasa memiliki rumah sendiri meski berukuran kecil akan lebih menyenangkan
ketimbang harus tinggal di kontrakan. Meski tidak saya sebutkan satu persatu,
sungguh banyak permasalahan yang telah saya alami selama tinggal di kontrakan,
salah satunya harus memikirkan pembayaran sewa rumah di tahun selanjutnya.
Rumah juga termasuk salah satu investasi masa depan. Inilah
tujuan awal sebuah keluarga, yaitu menabung untuk memiliki rumah pribadi. Bila rumah pribadi sudah dimiliki,
niscaya tabungan selanjutnya bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan lainnya.
Karena rumah termasuk tempat ternyaman untuk didiami, saya
berusaha menata rumah itu serapi mungkin. Salah satunya dengan memanfaatkan
container Olymplast. Barang-barang yang tersimpan rapi didalam container akan
membuat rumah terkesan bersih dan sedap di pandang. Bahkan, berkat
barang-barang yang tersusun rapi didalam container, rumah dengan ukuran mungil
pun akan terlihat luas dan menarik. Saya yakin “Olymplast Juaranya Rapikan Rumah”,
barang sebanyak apapun akan terlihat ringkas bisa ditata rapi didalam container.
Bagaimana dengan kalian? Apa makna rumah bagi kalian? Share
yuk di kolom komentar!
16 Komentar
Hii serem banget kalau ularnya sampai masuk rumah, bisa teriak2 atau lari keluar.
BalasHapusMbak Yuni suaminya aparat keamanan yg mendapatkan fasilitas rumah dinas?
Speechless banget di asrama malah ada pencurian seperti itu, kok bisa yaa.
Untung ada container Olymplast yang membuat rumah rapi dan barang2 jadi aman dari pencurian.
Oh ya BTW ada tulisan lain kah mengenai pengalaman tinggal di Jayapura? Bener ga sih di sana harganya berkali2 lipat daripada di Jawa?
Untungnya rumah dikasih pintu dobel Mbak. Ya Mbak suami aparat yang tinggal di rumdis, tapi memang masalah keamanan belum bisa terjamin 100 persen. Ada sih mbak cerita tentang Papua di blog saya. Tapi benar kok disana harga kebutuhan sangat mahal...tapi meski begitu tetap harus dibeli hehehe...kalau pegawai negeri disana ada tambahan tunjangan kemahalan mbak.
HapusSetiap orang tentu punya makna masing-masing untuk sebuah rumah. Bagi saya, rumah yaa tempat untuk segalanya, berlindung, berteduh, berdoa, berkumpul bersama keluarga dan masih banyak lagi.
BalasHapusSerem banget ya kalo tinggal di asrama atau lingkungan yang asing. Banyak rintangannya. Senyaman apapun rumah, kalo lingkungan nggak aman, ya penghuni nggak bakalan betah sih.
Saya juga punya pengalaman pindah-pindah rumah, mbak. Tapi pengalaman mbak Yuni ini lebih seru dan lebih banyak. Rasanya memang rumah itu harus nyaman ditempati karena untuk aktifitas harian dan tempat beristirahat.
BalasHapusRumah memang harus menjadi tempat ternyaman, karena ini lokasi yang bikin kitanya betah tinggal, berkeluh kesah, berbahagia, dan menelurkan segala suasana bersama keluarga
BalasHapusmakna rumahnya lengkap banget Mbak, kalau disimpulkan, rumah itu segalanya ya, tempat terindah untuk melakukan segala aktivitas bersama orang tersayang.
BalasHapusduuh Mbak, lika liku di rumah dinas ternyata penuh warna ya, kirain aman-aman aja tuh kalau tinggal di rumah dinas/asrama apalagi angkatan gitu, ternyataaa, ada maling juga ya berani masuk, gak takut di door apa sih.
Emang ga salah kalo rumah menjadi tempat ternyaman. Maknanya juga sangat dalam banget jika dijabarkan
BalasHapusRumah adalah tempat terindah dimana ada cinta dan kehangatan diantara para penghuninya ya mbak
BalasHapusBener banget mba rumah sendiri walau kecil lebih nyaman dibandingkan ngontrak. Karena, memudahkan untuk menata perabotan. Kalau ngontrak perlu banyak pertimbangan, apalagi kalau suami sering dipindahkan tugas. Untuk perabotan seperti container ini juaranya memang Olymplast ya, Mba.
BalasHapusRumah adalah tempat ternyaman, terhangat dan teraman untuk seluruh anggotanya berkumpul. Pokoknya ibu punya hak prerogratif untuk mendesain rumah lebih nyaman
BalasHapusMasyaAllah mbaa, ngga kebayang gimana capek dan rempongnya terus menerus pindah karena dinas yaah.. salut banget sih akuuuu.. effort untuk menata kembali rumah itu luar biasaaa banget padahal. Makna rumah yg mba tuliskan jadi lebih menyadarkan akuuuuu <3
BalasHapusRumah emang tempat ternyaman untul pulang. Nggak tau deh gimana rempongnya kalo pindah2 kayak mbak nya karena pindah dinas
BalasHapusPengalaman hidupnya sungguh unik. Semenjak menikah kudu berpindah2 mengikuti suami. Pun sampai bertemu ular, hiiii... Ikut sebel dg sapi tetangga yg nakal. Beruntung ya udah gak packing pakai kardus, gak kebayang kalau banjir menerjang kan kudu repot lagi
BalasHapusPengalaman hidupnya menarik, penuh lika-liku tapi tetap tabah ya kak. semua hal emang bakal bikin nyaman kalau diciptakan dengan baik.
BalasHapuswah semangat kak.. saya juga masih ngontrak dan pernah juga berpindah2 kota. meski tidak terlalu jauh dan masih di lingkup pulau jawa. tapi namanya pindahan mulu itu kadang nguras eneergi juga ya hehehe
BalasHapusTernyata rumah dinas tentara juga ada yang berani maling ya? Rumah masa kecil memang akan selalu dirindukan ya mba. Aku juga sering pindahan rumah, maklum masih kontraktor wkwkwk. Pas pindahan gitu emang butuh banget container seperti Olymplast biar barang2 lebih rapi dan nggak takut kececer.
BalasHapusSilahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...