Kemajuan teknologi saat ini telah membuat gadget menjadi sebuah gawai yang multifungsi. Hanya dengan satu genggaman semua pekerjaan bisa terselesaikan dengan baik. Inilah yang membuat seseorang merasa tidak bisa berbuat apa-apa bila gadgetnya ketinggalan di rumah, rusak atau bahkan hilang.
Fenomena gadget
Dengan gadget seseorang bisa mengabadikan berbagai momen melalui foto dan video. Bahkan untuk aktif di media sosial, gadget pun sangat mendukung aktifitas ini. Begitu pula untuk transaksi keuangan. Seseorang tidak akan kecewa bila dompetnya ketinggalan, karena ia bisa bertransaksi melalui m-banking, Q-Ris atau e-wallet.
Berkat gadget seseorang juga bisa berpenghasilan dengan cara memaksimalkan media sosialnya, misalnya dengan menjadi buzzer, influencer atau blogger, karena di media sosial ini banyak campaign berbayar yang ditawarkan dan bila ditekuni akan menjadi pekerjaan yang menghasilkan.
Bahkan, dengan bantuan gadget, seseorang juga bisa berjualan online, bisa dengan memasarkan produknya sendiri, menjadi dropshipper atau bergabung menjadi affiliater di beberapa marketplace. Intinya hanya dengan sebuah gadget seseorang akan mendapatkan banyak kemudahan, bukan hanya untuk komunikasi namun juga mendukung berbagai pekerjaan.
Di sisi lain, gadget merupakan sebuah alat permainan seru dan mengasyikkan. Berbagai game bisa diunduh kemudian dimainkan sembari mengisi waktu senggang. Namun kadang kala hal ini sering disalahartikan oleh sebagian orang tua. Ibu yang tidak ingin anaknya rewel, lalu diberikan beberapa permainan atau game di gadget, yang akhirnya si anak kecanduan. Tiap merengek selalu gadget yang dicarinya.
Selain kecanduan game, dengan gadget membuat sosialisasi seseorang makin berkurang. Saya pun melihat seseorang yang sedang berbicara dengan lawan bicaranya, kadang tatapannya bukan lagi dengan orang didepannya, namun dengan layar gadget yang dipegangnya.
Begitupun suasana di tempat kos anak saya. Dulu jaman saya kuliah, kami mahasiswa baru sering keluar kamar lalu saling berkenalan. Bahkan kami makan bareng di luar kamar, nonton TV bareng, hingga akhirnya kami menjadi akrab.
Namun yang terjadi saat ini malah sebaliknya. Sudah satu minggu anak saya berada di kos, namun suasana di luar kamar sepi, anak-anak didalam kamar semua sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Tak ada interaksi apalagi saling kenal. Kalaupun ada mungkin hanya satu dua saja. Terlebih saat ini di tempat kos disediakan wifi yang biayanya dibebankan ke anak kos secara patungan, bisa jadi inilah yang membuat anak-anak ini merasa lebih nyaman berada didalam kamarnya.
Melihat ketimpangan yang terjadi akibat kemajuan teknologi ini membuat Achmad Irfandi, menginisiasi sebuah kampung di Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo menjadi ”Kampung Lali Gadget”. Ia berharap bisa membantu generasi muda setempat melawan kecanduan gadget dengan cara mengenalkan permainan tradisional.
Bersama teman-temannya, Achmad berharap adanya Kampung Lali Gadget ini dapat menjadi daya tawar anak-anak untuk mengimbangi kecanduan atau dominasi gadget sehingga mereka akan memilih permainan tradisional yang lebih mendidik karakter daripada bermain game online.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kemajuan teknologi saat ini begitu banyak manfaatnya. Terlebih keberadaan gadget yang memudahkan penggunanya untuk bisa berinteraksi dan komunikasi. Dengan gadget pula pengguna juga bisa menjalankan hobi yang disukainya. Seolah gagdet sudah menjadi barang penting dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari, seperti mendengarkan musik, berfoto, mencari lokasi, membaca berita dan lain sebagainya.
Dewasa ini pengguna gadget makin banyak, bahkan semua kalangan mendominasi, baik tua, muda bahkan anak-anak sudah familiar menggunakan gawai ini. Bahkan yang membahayakan, khususnya bagi anak-anak, penggunaan gadget tanpa pengawasan orang tua secara intensif, akan membuat anak kecanduan. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan kemungkinkan terjadinya masalah sosial seperti menarik diri dan kesulitan dalam aktivitas sehari- hari.
Ternyata sebagai orang tua saya mengalaminya. Berawal dari pandemi berkepanjangan yang mengharuskan sekolah dilakukan secara daring. Anak lebih inten bermain gadget, mengerjakan tugas sekolahnya menggunakan gadget dan sambungan internet. Karena kurangnya pengawasan saya, akhirnya anak jadi kecanduan. Sudah saya ingatkan, yang ada hanyalah uring-uringan. Akhirnya si anak jadi suka begadang bermain game online, atau memanfaatkan gadgetnya untuk melihat tontonan di internet, sehingga jadwal tidurnya terganggu. Harusnya pagi sudah bangun, karena begadang sampai pagi, akhirnya ia bangun kesiangan. Inilah yang membuat saya sedih. Nyatanya pengaruh buruk gadget bisa mengubah kebiasaan baik.
Keberadaan Kampung Lali Gadget (KLG) yang digerakkan Achmad Irfandi, seorang pemuda asli Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, sejak 1 April 2018 ini, guna menangkal rasa kekhawatiran terhadap bahaya kecanduan gadget yang dialami anak-anak. Meskipun di kampung tempat tinggalnya tidak ada kasus serupa, Irfandi menggerakkan kegiatan ini untuk mengantisipasi agar kecanduan gawai bisa terhindar di lingkungannya. Ia prihatin saat sering melihat anak kecil nongkrong di warung kopi hanya untuk numpang wifi guna memainkan gadgetnya.
Padahal masa kanak-kanak ini bisa dimanfaatkan untuk berbagai aktifitas menyenangkan bersama teman-temannya seperti bermain, bergerak atau tertawa bersama. Namun rupanya mereka malah duduk diam sembari menatap layar HP berjam-jam.
Menurut Irfandi, teknologi ponsel pintar dan era serbuan media sosial membuat hidup masyarakat lebih banyak dikuasai gawai mereka. Kepedulian pada orang sekitar berkurang. Mereka lebih berfokus pada orang di dunia maya. Masyarakat aktif bermedia sosial. Namun, kehilangan jiwa sosial. Saya pun merasakan tinggal di lingkungan yang sibuk dengan gawainya. Dengan saudara sendiri jadi makin jauh, bahkan jarang tegur sapa karena mata dan jari sudah sibuk dengan gawainya. Bahkan untuk sekedar tegur sapa dengan orang yang lewat didepannya pun enggan.
Hal serupa juga dirasakan anak saya yang kuliah di Malang. Ia terhambat untuk berkenalan dengan temannya karena rata-rata anak yang diajak kenalan sibuk dengan gawainya masing-masing. Bersyukur lambat laun saya bisa memberinya pengertian untuk tidak terus menerus menatap layar gadget, dan dia bisa mengalihkan ke kegiatan futsal atau kumpul bareng teman jurusannya.
Sekilas Tentang Kampung Lali Gadget
Fokus kegiatan dari Kampung Lali Gadget mengadakan program konservasi budaya untuk mengangkat permainan tradisional yang ternyata cukup efektif untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari gawai. Irfandi berhasil meyakinkan perangkat desanya untuk meminjamkan lahan seluas 45 x 50 meter untuk proyek tersebut. Bahkan para warga sekitar juga diberdayakan untuk membuat mainan lalu dijualnya. Selain itu mereka juga bisa menjual makanan dan minuman untuk pengunjung.
Kampung Lali Gadget juga berhasil merekrut para pemuda di Desa Pagerngumbuk dan Sidoarjo. Pemberdayaan pemuda dan masyarakat ini dilakukan di dalam dan di luar desa. Mereka diberikan tugas sebagai perencana, fasilitator edukasi, dan pendamping.
Awal berdiri, KLB ini dihadiri oleh kurang lebih 475 anak dari Surabaya dan Sidoarjo. Mereka asyik memainkan aneka permainan tradisional dari pukul 08.00 wib sampai pukul 12.00 wib. Sungguh ini sebuah respons yang bagus. Irfandi pun melanjutkan kegiatannya.
Ternyata antusias anak-anak luar biasa, tiap minggu sekitar 100 an anak selalu hadir disini. Inilah yang membuatnya memutar otak supaya anak-anak itu tidak bosan. Tiap pekan tema yang disampaikan selalu berbeda. Namun untuk permainan tradisional selalu dihadirkan, seperti egrang, kelompen tali, kelompen panjang, lompat telapak kaki, dan masih banyak lagi. Permainan inilah yang membuat anak-anak menikmatinya hingga lupa pada gadgetnya.
Apa yang dilakukan oleh Irfandi dan para pemuda di Desa Pagerngumbuk dan Sidoarjo ini sungguh luar biasa. Program Kampung Lali Gadget ini mengajarkan edukasi budaya, kearifan lokal, olahraga, edukasi satwa, permainan tradisional yang bisa mengurangi kecanduan gawai pada anak. Selain menjaga agar permainan tradisional tidak punah, Kampung Lali Gadget (KLB) juga membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat bisa tetap berjalan.
Pengunjung bisa membeli dan mengoleksi langsung permainan tradisional yang dipasarkan seperti kitiran bambu, kitiran klutuk, toktok, hingga gasing bunyi. Termasuk tekotek, seruling suit, dan bola bekel. Dengan aneka mainan yang dipasarkan ini, anak-anak bisa kembali mengenal beragam permainan tradisional yang akhir-akhir ini hampir punah.
Upaya yang digagas oleh Achmad Irfandi inilah membuat dirinya menjadi salah satu Penerima Apreasiasi 12th SATU Indonesia Awards Tahun 2021 Bidang Pendidikan dari Astra. Keberadaan KLB memang patut diacungi jempol di tengah maraknya game online yang ada di gadget anak-anak.
Irfandi ingin mengembalikan kebiasaan anak-anak yang lebih mengasyikkan. Ia mengajak mereka untuk mengenal dan bermain menggunakan permainan tradisional yang bisa mengasah kreativitas anak.
Sungguh! Apa yang dilakukan Irfandi menjadi semangat untuk bangkit bagi para generasi muda supaya tergerak memberikan perubahan dengan melakukan hal kecil penuh makna bermakna.
Kampung Lali Gadget Sidoarjo Sering Dikunjungi Para Mahasiswa untuk Belajar
Harapan Irfandi mendirikan KLB ini supaya program yang dijalankan bisa berkembang dan menjadi desa wisata atau desa jujugan orang tua yang ingin berwisata edukasi untuk menyembuhkan kecanduan gawai pada anaknya.
Dari Kelas Inspirasi dan praktik memandu itu langsung dilakukan 20 mahasiswa itu ke adik-adiknya saat kegiatan Dolanan Gedebog. Baru pada hari kedua mahasiswa belajar di kelas Ke-Indonesia-an. Di kelas ini mereka memperkenalkan diri di depan adik-adik yang akan mengikuti kegiatan di Minggu pagi.
Bahkan masing-masing dari mereka juga menunjukkan asal daerahnya melalui peta yang dipajang di pendopo KLG, sehingga adik-adik kelas PAUD dan SD bisa mengetahui jarak tempat tinggal kakak-kakak mahasiswa itu dari lokasi mereka tinggal.
Selesai memperkenalkan diri, mereka diajak memandu kegiatan Dolanan Gedebog. Gedebog pisang dibuat berbagai mainan tradisional mulai dari tembak, ketapel dan sebagainya. Bahkan, mereka juga ikut dalam aneka permainan lain seperti egrang, kelompen dan gasing.
Selain mengenalkan aneka permainan tradisional, di KLG ini juga diajarkan membatik, yaitu batik khas Sidoarjo. Proses membatik pun dilakukan mulai dari mendesain hingga mewarnainya. Sungguh sebuah konsep yang sangat keren.
Kampung Lali Gadget Membuat Lali Omah
Benar-benar sebuah program yang luar biasa. Kehebatan Kampung Lali Gadget ini nyatanya sudah membawa nama Achmad Irfandi sebagai Penerima Apresiasi 12th Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2021 Bidang Pendidikan yang digagas PT Astra International Tbk.
Kampung ini sudah terkenal hingga ke berbagai daerah di luar wilayah Sidoarjo. Banyak kegiatan yang digelar untuk memperkenalkan berbagai permainan tradisional kepada anak terutama untuk mengisi liburan sekolah. Dengan begitu selama liburan anak bisa melupakan bermain gadget dan kembali mengenal permainan tradisional yang lebih menyenangkan.
Tidak heran jika anak-anak sudah berada di KLG akan lupa waktu dan susah untuk diajak pulang, karena senyatanya bermain Dolanan Gedebog atau main egrang itu sangatlah seru ketimbang bermain game online yang mengundang emosi.
Irfandi memang sebisa mungkin setiap minggunya menggelar kegiatan yang menarik minat anak untuk datang dan bermain sepuasnya di KLG dengan cara menyebarkan kegiatan yang akan digelar melalui media sosial KLG serta di grup-grup chat.
Bahkan terkadang ada juga sekolah-sekolah yang datang untuk mengajak siswanya bermain di KLG. Upaya yang dilakukan Irfandi bersama tim inilah yang memberikan daya tarik tersendiri bagi para orang tua yang tidak ingin anaknya kecanduan gawai.
Sungguh, teknologi modern memang makin berkembang pesat saat ini. Bukan hanya dampak positif, namun dampak buruk juga harus kita waspadai dari kondisi ini. Terlebih sebagai orang tua yang memiliki anak-anak.
Sudah kewajiban kita mengantarkan anak-anak menjadi generasi muda yang smart, berjiwa sosial tinggi, peduli pada lingkungan sekitar serta mampu mengharumkan nama Indonesia dengan talenta yang dimilikinya. Salah satunya berangkat dari hal kecil, yaitu membantu menghindarkan anak dari kecanduan gawai. Mari kita sama-sama membawa perubahan untuk Indonesia yang lebih baik.
Sumber dan referensi:
- Pengalaman pribadi
- e-book Astra
- olah gambar oleh Yuni Handono dari sumber gratis Freepik
- olah gambar oleh Yuni Handono melalui media canva
1 Komentar
Ini kalo Deket Ama rumah, udh aku masukin anak2 ke sana mba 😄😄. Sayangnya jauh aja.
BalasHapusSaluuut Ama kreatifitas mas Irfan ini, bisa membuat KLG dan jadi terkenal di mana2.
Konsepnya keren, di tengah gempuran gadget yg ga habis2. Dari awal ngenalin ke anak2, aku udah tegas duluan, bahwa mereka cuma boleh pegang dan main weekend atau hari libur. Itupun ada waktu. Jadi mereka udh tau kewajibannya. Dan ga ngomel kalo aku stop .
Tapi tetep aja, kdg anak2 kliatan lesunya kalo ga pegang hp masing2. Ya Krn memang kegiatannya yg msih kurang. Akhirnya aku masukin ke les yg mereka suka kayak renang, futsal. Lumayan tuh, bikin capek, sampe rumah JD gampang tidur malamnya.
Kalo nanti ada kesempatan ke Sidoarjo, aku mau banget masukin anak2 ke KLG. Biar mereka puas main di alam.
Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...